Disinformasi Vaksin Covid-19 dalam Sistem Sekuler Kapitalisme


Oleh: Sayidah Aisyah 
(Aktivis BMI Samarinda)

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat, kasus aktif Covid-19 di Indonesia, mencapai 144.798 orang, pada Senin (18/1/2021). Total kasus Covid-19 di Indonesia hingga saat ini mencapai 917.015 sejak kasus pertama diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020 (nasional.kompas.com/18/1/21).

Di Kaltim, hingga Ahad (17/1/2021) jumlah kasus positif Covid-19 tertinggi berada di Kota Balikpapan yakni 7.786 kasus. Disusul Samarinda 7.705 kasus, Kutai Kertanegara 5.837 kasus, Kutai Timur 4.564 kasus, Bontang 2.512 kasus, Berau 1.845 kasus, Paser 1.403 kasus, Kutai Barat 1.287 kasus, Penajam Paser Utara 511 kasus dan Mahakam Ulu 162 kasus (regional.kompas.com/18/1/21)

Upaya yang dilakukan pemerintah saat ini dalam menanggulangi kasus covid-19 yang terus meningkat yaitu dengan menggencarkan vaksinasi yang telah dimulai sejak awal 2021. Sejumlah 1,8 juta dosis vaksin Sinovac telah dipersiapkan oleh pemerintah pusat dan siap di edarkan ke tiap daerah termasuk Kalimantan Timur.

Gubernur Kaltim, Isran Noor menyampaikan bahwa, pada 5/1/2021 sebanyak 25 ribu dosis vaksin Covid-19 tiba di Kaltim. Vaksin dikirim melalui jalur udara dan dijadwalkan mendarat di Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan. Beliau juga menghimbau agar masyarakat Kaltim bersedia divaksinasi covid-19 melihat bahaya covid-19 yang semakin mengkhawatirkan (Kaltimtoday.co/4/1/21)

Alat-alat terkait vaksin pun sudah disiapkan, termasuk pendingin untuk penyimpanan vaksin agar tetap steril pun telah disiapkan dari Jakarta. Meski sebagian masyarakat masih khawatir untuk divaksin, namun Pemprov Kaltim meyakinkan bahwa ketika vaksinasi sudah berjalan, maka dipastikan vaksin telah aman. Hal ini demi mengurangi angka kasus positif yang jumlahnya masih terus meningkat. (Kaltimtoday.co/4/1/21)

Meluruskan Disinformasi Vaksin Covid-19

Setidaknya ada 3 permasalahan yang perlu dijawab dalam kontroversi vaksin Covid-19 yang ada di benak masyarakat dan menjadi perbincangan, yaitu soal keamanan, kehalalan dan keefektifan mengatasi wabah. Tanpa bisa dihindari, dengan kebebasan informasi dalam sistem sekuler kapitalisme ini, telah beredar berbagai informasi yang simpang-siur dan menyebabkan keraguan di tengah masyarakat tentang vaksin ini. Apalagi ditambah dengan keberadaan pemerintah  yang selama ini telah menerapkan pula kebijakan-kebijakan sekuler kapitalisme yang nyata tidak berpihak pada rakyat (hanya memihak pada pemilik modal swasta dan asing), termasuk kebijakan yang menyerang ulama dan umat Islam. Akibatnya, rakyat pun makin sulit percaya. Karenanya butuh kejelasan dari disinformasi ini.

Pertama soal keamanan vaksin Covid-19. Soal keamanan vaksin tentu didapatkan dari para ahli dibidangnya. Ahmad Rusydan Utomo, M.Sc, Phd. (pakar bio molecular) mennjelaskan bahwa vaksin yang datang ini adalah vaksin Sinovac dari negara Cina. Vaksin ini telah diuji coba dalam 2 tahapan kepada 700 orang di Cina. Sedangkan untuk uji klinis tahap ketiga dibutuhkan kerjasama untuk disuntikkan pada penduduk di wilayah wabah yang jumlah penularannya tinggi. Vaksin Sinovac memiliki fungsi mengurangi tingkat kesakitan, sehingga setelah seseorang disuntikkan vaksin tidak menutup kemungkinan akan tetap bisa tertular covid-19. Namun dengan tingkat kesakitan yang lebih rendah yang berbeda dengan orang yang tidak divaksin. Dan tidak menutup kemungkinan pula orang yang divaksin akan menularkan virus kepada orang lain yang tidak pernah terpapar virus corona. Karena vaksin tidak berfungsi memutus mata rantai penularan virus. (Ngaji Subuh Youtube Channel, 10 Januari 2021)

Dalam Islam wajib bagi negara menjamin kemanan semua pengobatan termasuk vaksin sebelum ditawarkan ke masyarakat. Abu Sa’id Al Khundri meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah membahayakan diri sendiri atau orang lain. Barang siapa yang membahayakan orang lain, Allah akan membahayakan dirinya. Barang siapa yang kasar terhadap orang lain, Allah akan kasar dengannya.” 

Kedua soal kehalalan vaksin. Wajib pula status halal vaksin menjadi kejelasan di tengah masyarakat karena mayoritas penduduk di negeri ini adalah muslim. Hukum berobat dengan vaksin adalah mandub (sunnah) di dalam Islam. Vaksin adalah obat dan berobat adalah mandub (sunnah). 

Dalil tentang berobat, diantaranya adalah hadist dari Imam al-Bukhari meriwayatkan dari jalur Abu Hurairah, ia menuturkan Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Allah turunkan obat untuknya.” Hadist ini menunjukkan adanya dorongan untuk berobat yang menghantarkan kesembuhan dari penyakit. 

Dalam Islam, kandungan vaksin tersebut juga wajib dipastikan tidak membahayakan bagi orang yang divaksin. Hal ini bisa dipahami dari hadist Rasulullah SAW yang telah dikeluarkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnad-nya dari Ibnu Abbas ra, ia berkata Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh membahayakan orang lain dan diri sendiri.” Dan sampai hari ini, belum ada informasi kuat yang membuktikan vaksin Covid-19 membawa bahaya bagi orang yang divaksin.

Adapun tentang vaksin yang mengandung bahan najis, maka hukumnya adalah makruh (bukan haram). Dalilnya diantaranya ketika Rasulullah SAW memperbolehkan berobat menggunakan najis ‘air kencing unta’. Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari jalur Anas ra: “Ada orang-orang dari Urainah, makanan Madinah tidak cocok untuk mereka sehingga mereka sakit, maka Rasulullah SAW memberi rukhsah (keringanan) pada mereka untuk mendekati unta sedekah lalu mereka meminum air susunya dan air kencingnya…”

Ketiga soal efektifitas vaksin Covid-19 mengatasi wabah Covid. Dalam hal ini mesti dipahami bahwa vaksin adalah bagian dari pengobatan. Sehingga tetap harus dibarengi dengan upaya-upaya lainnya untuk mengatasi wabah ini, baik farmasi maupun non-farmasi. 

Dalam Islam, pelaku yang berperan dalam mengatasi wabah adalah negara dan masyarakat. Secara praktis, masyarakat berperan dengan 3M (mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak). Sedangkan negara melaksanakan kebijakan lockdown lokal wilayah wabah, menanggung penuh kebutuhan masyarakat yang dilockdown lokal, melakukan pengobatan terbaik secara gratis bagi penderita wabah, termasuk melakukan 3T (testing, tracing, treatment), kemudian didukung dengan vaksin untuk menguatkan imunitas masyarakat terhadap penularan wabah. 

Demikianlah tabayyun seputar kontroversi vaksin Covid-19. Pemberian informasi yang benar dan penanganan wabah yang tanggap dan komprehensif integral hanya bisa dilakukan oleh penguasa yang ikhlas dan amanah (dalam meri’ayah rakyatnya), serta dilakukan dalam sistem yang shahih pula yaitu sistem Islam yang dilaksanakan oleh khilafah Islamiyyah. Penguasa sekuler yang menerapkan sistem sekuler kapitalisme jelas gagal untuk melakukannya. Wallahu a’lam.[]

Post a Comment

Previous Post Next Post