Serukan Revolusi Akhlak Melawan Kezaliman Rezim Demokrasi


Oleh : Nur Fitriyah Asri
Pengurus BKMT Kabupaten Jember dan Pegiat Literasi

Spektakuler. Nuansa luar biasa atas penjemputan kepulangan Imam Besar FPI selama tiga setengah tahun berada di Saudi Arabia. Diwarnai histeris, tangisan, penuh kerinduan. Rindu akan sosok pemimpin yang tegas, berani melawan kezaliman, yang punya semangat dan kemauan keras memperjuangkan syariat Islam di Bumi Nusantara. Dengan teriakan-teriakan "Revolusi Akhlak"

Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Persaudaraan Alumni 212 Novel Bamukmin, penjemputan Habib Rizieq Shihab (HRS) terbesar di dunia, mengalahkan jumlah massa yang menyambut pemimpin spiritual Iran Ayatullah Khomeini, di Bandara Teheran pada tahun 1979 ketika pulang ke Iran dari pengasingan di Paris Prancis.

Masih menurut Novel, jumlah pendukung yang menyambut kedatangan HRS, mayoritas pendukung aksi Bela Islam 212 yang ketika itu berjumlah 13 juta lebih. Adapun jumlah yang menyambut HRS sekitar separuhnya. Jadi benar-benar luar biasa.

Fakta tersebut mementalkan pendapat Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD yang sebelumnya mengatakan, "Rizieq Shihab itu bukan Khomeini. Kalau Khomeini mau pulang dari Paris seluruh rakyatnya mau menyambut karena Khomeini orang suci." (Suara Jabar.id.10/11/2020)

Sungguh perkataan yang memandang sebelah mata terhadap ulama yang merupakan cucu keturunan baginda Nabi Muhammad yang ke-38. Karena itulah jumlah massa yang menyambut kepulangan HRS sungguh fenomena yang begitu luar biasa.

Lebih dari itu acara silaturrahmi pun digelar di rumah HRS Petamburan, dipimpin oleh Dzuriyyah Pendiri NU Gus Aam Wahib Wahab Hasbullah, para ulama dan tokoh Komite Khitthah NU 1926 pada hari Rabu (12/11/2020). Video silaturahmi yang penuh kehangatan diimbau untuk dikirim kepada keluarga besar Nahdatul Ulama (NU) dan Front Pembela Islam di seluruh dunia. Agar terwujud suasana hangat dan tenteram penuh ukhuwah Islamiyyah.(youtu.be)

Sambutan umat yang begitu luar biasa menurut Sekretaris Umum FPI Munarman, merupakan simbol kerinduan umat akan keadilan. Inilah yang selama ini dirasakan oleh rakyat yang mengalami ketidakadilan dan kezaliman. (Dalam acara focus: Kedatangan HRS, "ke Mana Arah Perjuangan Umat?" Di kanal.Youtube Focus Khilafah Chanel, (Ahad 15/11/2020)

Kepulangan HRS mengusik dan membuat pihak-pihak khawatir, takut posisinya terancam. Karena sedang menikmati kue demokrasi dari sistem atau peradaban sekularisme. Tidak lain merekalah pelaku kezaliman itu sendiri. Mereka mengkhawatirkan HRS bisa memimpin arah perjuangan untuk mendobrak kezaliman, dan menghentikan ketidakadilan.

Di pihak lain banyak pengamat politik yang menyangsikan keberhasilan HRS dalam menggaungkan "Revolusi Akhlak." Menurut Fadhli, Revolusi akhlak tidak jelas, seperti apa konsepnya tidak jelas, hanya manuver politik biar tidak dikira mau berbuat makar.

Berbeda dengan pernyataan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai narasi Revolusi Akhlak milik HRS, merupakan antitesis dari Revolusi Mental Jokowi yang dinilai gagal total diaplikasikan di Indonesia.

Akankah Revolusi Akhlak Habib Rizieq Berhasil?

Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, yang dikenal sebagai oposisi pemerintahan Presiden Jokowi menyuarakan, "Kami siap dukung pemerintahan Jokowi kalau lakukan revolusi akhlak." Juga menjelaskan tahapan perubahan revolusi akhlak menjadi jihad fi sabilillah. Ia mengatakan, perubahan pola perjuangan bisa terjadi apabila kezaliman tidak berhenti. Padahal, ajakan perdamaian sudah digaungkan.

Habib Rizieq menjelaskan, revolusi akhlak merupakan cerminan dari tindakan Nabi Muhammad saw. Revolusi jenis ini menawarkan dialog, perdamaian, dan rekonsiliasi kepada musuh. Perang adalah pilihan terakhir apabila tidak menemui titik temu. "Kalau mereka mau bicara revolusi berdasarkan ajaran nabi, ajaran Islam, Al-Qur'an dan Sunah, tidak boleh menutup pintu dialog, menutup pintu perdamainan, menutup pintu rekonsiliasi," ujar Habib Rizieq saat berceramah di acara Maulid Nabi Muhammad saw. sebagaimana dikutip dari Front TV, Minggu (15/11/2020)

Sejatinya yang melahirkan pemimpin tidak amanah, ketidakadilan dan kezaliman adalah sistem yang diadopsi oleh negara ini yakni sekularisme. Sebuah sistem yang menafikan agama mengatur di segala sendi kehidupan, kecuali terkait akidah dan ibadah mahdhah saja. Padahal jelas agama itu merupakan seperangkat aturan yang berasal dari wahyu Illahi, dan pastinya adil karena berasal dari Zat Yang Maha Adil. 

Jadi wajar, jika yang dirasakan oleh rakyat saat ini adalah ketidakadilan dan kezaliman. Sebab, aturan yang ada sekarang ini dibuat oleh manusia sendiri, yang akalnya terbatas dan mempunyai kecenderungan untuk memuaskan kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Mana mungkin bisa mendatangkan kesejahteraan?

Sungguh umat membutuhkan pemimpin yang bersandar pada syariat Islam. Berani melawan kezaliman untuk menuntut keadilan. Namun, selama dalam koridor demokrasi tampaknya perjuangan itu tidak akan membuahkan hasil, sebagaimana yang pernah dialami oleh partai-partai Islam pemenang pemilu yang gagal memimpin pemerintahan. 

Sebagai contoh: Adalah partai Front Pembebasan Islam (FIS) yang menang dalam pemilu di Aljazair tahun 1991, dengan memperoleh 188 kursi atau 81% lebih di parlemen. Namun, faktanya tidak bisa memimpin kekuasaan karena terjegal melalui aksi kudeta oleh militer.  Kemudian mengadakan penangkapan terhadap lebih dari 20.000 orang demonstran serta membubarkan FIS.

Begitu pula pasca jatuhnya Presiden Mesir Husni Mubarak, partai Islam sebagai pemenangnya. Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP) merupakan partai politik milik Ikhwanul Muslimin. Di mana partai- partai Islam menguasai sekitar dua pertiga parlemen. Sayangnya seperti yang dilaporkan wartawan BBC di Kairo, John Leyne-- presiden yang kelak akan membentuk pemerintahan bukan partai pemenang pemilu. Sebab terjadi kudeta oleh militer. Itulah wajah buruk demokrasi semua cara dihalalkan.

Masihkah kita bergantung dan berharap pada demokrasi yang sudah nyata merupakan sistem yang rusak dan merusak. Karena kedaulatan berada di tangan rakyat artinya yang berhak membuat hukum adalah rakyat atau parlemen yang mewakilinya (DPR). Hal ini sangat bertentangan dengan Islam, di mana dalam Islam kedaulatan hanya berada di tangan syara'. Sebagaimana firman Allah:

Ø¥ِÙ†ِ الْØ­ُÙƒْÙ…ُ Ø¥ِلا Ù„ِÙ„َّÙ‡ِ

“Hak menetapkan hukum hanyalah milik Allah,” (QS.Yusuf  [12]: 40)

Penting, yang harus diingat bahwa, negara-negara kafir berikut antek-anteknya dari penguasa kaum muslimin, tentunya tidak mungkin memberi kesempatan kepada kaum muslimin yang berupaya untuk memperjuangkan diterapkannya syariah dan khilafah. Apalagi negara itu telah menguasai angkatan bersenjata yang merupakan agen-agen negara kafir yang memeluk ide-ide kufur. Jelas tidak akan membiarkan adanya  perjuangan penegakan syariah. Justru dianggap makar melanggar undang-undang  dan konstitusi. 

Oleh sebab itu saatnya demokrasi kita campakkan. Kembali ke sistem Islam dengan mensuriteladani Rasulullah saw. dengan menegakkan khilafah.

Sangat gamblang bahwa pokok-pokok ajaran syariat hanya diambil dari nas-nas kitab dan Sunah. Pokok-pokok ajaran tersebut antara lain "Ma'lumatun minaddiini bizhzharrurah" artinya telah diketahui kedudukannya sebagai hal yang penting dalam agama secara pasti yakni:

1. Bahwa kaum muslimin tidak diperbolehkan bekerja sama dalam pemerintahan yang berdasarkan sistem kufur dan thoghut.

2. Bahwa Islam wajib diterapkan secara sempurna pada setiap bagian-bagiannya.

3. Bahwa Islam tidak boleh diterapkan secara parsial dengan mengambil sebagian dan meninggalkan sebagian lainnya.

4. Adapun pelaksanaan Islam harus dilakukan dengan segera dan serentak bukan bertahap dan mengulur-ngulur waktu.

Dengan mengacu pokok-pokok ajaran tersebut, seharusnya umat Islam segera menyongsong dengan memperjuangkan tegaknya khilafah. Bukan melalui jalan kompromi dengan ide-ide kufur dalam hal ini demokrasi. Dan dilarang melakukan kekerasan, sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad saw.

Agar perjuangan kita berhasil harus mempersiapkan masyarakat dengan dakwah Islam antara lain sebagai berikut:

1. Dengan menyebarluaskan ide-ide Islam sampai masyarakat memiliki kesadaran dan persiapan untuk mendukung pelaksanaan syariat Islam.

2. Memberikan pemahaman tentang hukum hukum yang menyangkut politik yaitu mengatur urusan umat dengan hukum-hukum Islam, baik dalam dan luar negeri bagi pemerintahan Islam.
 
3. Thalabun nushrah yaitu upaya mencari dukungan dan perlindungan dari pihak-pihak yang mempunyai kekuatan atau kekuasaan untuk menolak penguasa yang tidak mau menerapkan hukum-hukum Islam.

Semua itu lazim dilakukan untuk mengubah keadaan negeri-negeri kaum muslimin pada saat sekarang ini, termasuk di Indonesia.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post