Ironi Kasus Kekerasan Terhadap Anak Ditengah Pandemi


By : Annisa Nurul Zannah
Mahasiswi Kota Banjar.

Terhitung sejak awal bulan Maret lalu, ketika WHO mengumumkan virus Corona atau Covid-19 ini menjadi pandemi, kasus positifnya terus meningkat. Bahkan di seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Yang hingga saat ini belum memberikan udara segar tentang kapan berakhirnya masa wabah ini. Sebab masyarakat dari berbagai kalanganpun mulai mengeluhkan dampak dari adanya wabah tersebut. Mulai dari banyaknya karyawan yang di PHK (Pemutus Hubunga Kerja), hingga anak-anak sekolah yang menjadi korban pelampiasan keputusasaan hidup orang-orang terdekatnya, utamanya orang tua.

Ada banyak sekali kasus kekerasan terjadi yang menimpa anak-anak. Sebagai contoh, kasus kekerasan terhadap anak yang berujung kematian di Tanggerang. Seorang ibu yang tega memukuli anak perempuannya dengan gagang sapu akibat merasa jengkel karena anaknya tidak mampu menguasai materi pembelajaran online. Hal ini tentu menjadi catatan buruk kasus yang terjadi selama masa pandemi. Jika hal ini terus dibiarkan, maka tak menutup kemungkinan kasus yang serupa akan terulang lagi.

Kasus semacam uni justru banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat seperti orang tua ataupun saudara. Faktor penyebabnyapun beraneka ragam, mulai dari kondisi mental orangtua yang stres tidak sabar dalam mengajarkan anak atau masalah ekonomi. Sebab, kasus ini kebanyakan menimpa keluarga dari ekonomi kalangan menengah kebawah. Ketika orang tua sudah merasa lelah dengan kondisi perekonomian yang menimpa keluarganya ditengah kondisi pandemi, maka sasarannya adalah anaknya. Selain anak adalah orang terdekatnya, melampiaskan kekesalan pada anakpun akan sedikit sekali kemungkinannya untuk melawan. Sehingga itulah yang menjadi faktor utama mengapa anak yang menjadi sasaran empuk kekerasan oleh orangtua.

Jika kita analisis, bukan hanya faktor ekonomi saja yang menjadi penyebab utama merebaknya kasus kekerasan terhadap anak. Namun juga kurangnya pengetahuan tentang ilmu parenting. Tentang bagaimana cara mengasuh anak yang baik dan tentang bagaimana cara orang tua agar lebih bisa mengontrol emosinya dengan bijak.

Hal ini seharusnya menjadi sesuatu yang wajib diperhatikan, bukan hanya oleh para calon orangtua atau para orang tua saja. Namun juga, harusnya hal ini menjadi fokus utama negara dalam upaya melindungi mental generasi di masa yang akan datang. Karena selain di masa pandemi seperti sekarang, kondisi anak-anak yang diharuskan untuk melakukan pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang sebenarnya kurang efektif dalam memahami setiap materi pembelajaran. Ditambah lagi dengan kondisi ekonomi keluarga yang merosot dan kekurangpahaman mereka terhadap ilmu parenting. Maka anak bukan hanya akan merasakan beban yang dirasakan oleh orang tuanya, namun juga merasakan bagaimana rasanya menjadi bahan pelampiasan orangtuanya dalam meluapkan emosi.

Jika kita berkaca pada Islam, jelaslah bahwa dalam Islam bukan hanya mengatur bagaimana negara menjamin kesejahteraan sosial termasuk ekonomi rakyatnya ditengah pandemi. Namun juga, negara turut serta memiliki andil yang besar dalam upaya mencetak para orangtua yang bukan saja paham tentang bagaimana cara mengontrol emosi, namun juga mencetak generasi yang sehat baik secara fisik maupun mental.

Karena kasus ini kebanyakan terjadi pada keluarga kalangan menengah kebawah. Maka Islam sebagai sistem negara, akan berusaha untuk mencari cara bagaimana agar tidak terjadi kesenjangan, baik kesenjangan sosial ataupun ekonomi.

Post a Comment

Previous Post Next Post