Muhammad Al Fatih 1453: Generasi yang Dirindukan


Oleh : Yanna As-Shoffiya 
(Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

Pemuda hari ini adalah sosok penuh tantangan yang luar biasa dalam menjalani kehidupan. Tantangan tersebut datang dari Pergaulan bebas, hedonisme, gaya hidup konsumtif, mengidolakan artis-artis yang jauh dari aturan agama, bahkan menyimpang dari kata syari'at. Generasi hari ini adalah sosok yang labil dalam beraktivitas dan jauh dari pemikiran jernih dan mendalam. Generasi hari ini adalah sosok yang lebih mengikuti syahwat daripada mengikatkan diri dengan syari'at.

Kepala Dinas Pendidikan Babel, Muhammad Soleh pun mengeluarkan surat edaran yang mewajibkan siswa siswi tingkat SMA/SMK untuk membaca buku Muhammad Al Fatih 1453, supaya generasi kita hari ini mempunyai karakter seperti Muhammad Al Fatih dan meneladani perjuangannya meraih gelar panglima terbaik dari Rasulullah SAW. Akan tetapi masa surat tersebut hanya berlangsung selama 1 jam sejak surat edaran itu dikeluarkan, karena Muhammad Soleh menarik kembali surat tersebut setelah mengetahui buku tersebut adalah karya Felix Siauw, aktivis HTI.

Dilansir media iNews, id, Dinas Pendidikan Bangka Belitung (Babel) membatalkan surat edaran (SE) yang mewajibkan siswa SMA/SMK membaca buku Muhammad Al Fatih 1453 yang ditulis Felix Siauw. Pembatalan itu hanya berselang satu jam setelah SE itu dikirim ke seluruh sekolah. Kepala Dinas Pendidikan Babel, Muhamamd Soleh mengakui keteledorannya membuat surat edaran ke seluruh SMA/SMK untuk membaca buku Muhammad Al Fatih. Soleh mengaku tidak mengetahui jika salah satu buku wajib bagi siswa untuk belajar di rumah di masa pandemi Covid-19 merupakan karya aktivis HTI Felix Siauw.

Buku Muhammad Al Fatih 1453 adalah buku yang mengisahkan seorang pemuda yang berhasil mengukir namanya dalam sejarah emas dunia dengan prestasinya, penakluk ibukota imperium terbesar pada masanya, Konstantinopel. Dialah Muhammad Al Fatih yang berbekal keyakinan akan bisyarah/kabar gembira dari Allah dan Rasul-Nya akan kemenangan Islam.

Muhammad Al Fatih tidak lahir dari generasi alay yang menjadikan syahwat di depan aturan agamanya. Muhammad Al Fatih tidak lahir dari generasi yang dicekoki kebebasan dan mengesampingkan aturan agamanya. Muhammad Al Fatih tidak lahir dari proses pendidikan yang lahir dari sistem yang merusak. Dan tidak tumbuh di tengah-tengah sistem yang rusak.

Akan tetapi Muhammad Al Fatih lahir dari sosok ibu yang taat syariat, yang selalu mengajarkan nilai-nilai luhur syariat. Muhammad Al Fatih lahir dari pendidikan yang bersumber dari sistem pendidikan Islam. Bagaimana seorang muslim harus beraktivitas/beramal sesuai tuntunan syari'at. Muhammad Al Fatih adalah seorang visioner cakap, mempunyai kemampuan berfikir yang cemerlang, mendalam dan jernih dengan Islam sebagai gurunya. Muhammad Al Fatih adalah generasi yang kuat dan yakin atas pertolongan Allah akan cita-citanya, menaklukkan Konstantinopel. Sosok generasi Muhammad Al Fatih hanya terlahir dari orang-orang yang menjadikan Islam sebagai kepemimpinan dan landasan dalam berfikir.

Dan hari ini, jika ada orang yang ingin menjadikan buku Muhammad Al Fatih 1453 sebagai bahan literasi bagi siswa siswi tingkat SMA/SMK sama artinya orang tersebut menginginkan dan merindukan adanya generasi yang dibanggakan negeri ini. Generasi yang akan menjadikan negeri ini sebagai generasi yang terbaik, unggul dan mempunyai karakter kepemimpinan yang luar biasa. Tanpa melihat siapa yang ada dibalik lahirnya buku Muhammad Al-Fatih 1453. Sungguh hal yang demikian terlihat jelas bahwa fitrah manusia pasti menginginkan kebenaran. Fitrah manusia menginginkan adanya kebaikan.

Buku adalah jendela ilmu. Buku adalah jembatan informasi. Buku adalah gudang tsaqofah dan khasanah keilmuan. Literasi dan sejarah adalah hal yang penting sehingga seseorang akan memiliki informasi, dari informasi akan terbentuk pemahaman. Dari pemahaman inilah seseorang akan beraktivitas/beramal, karena seseorang bertingkah laku sesuai dengan pemahamannya.

Jika sejatinya buku Muhammad Al Fatih karya dari Felix Siauw bisa menjadi buku rujukan bagi pembentukan karakter generasi, dengan harapan kelak akan terlahir generasi Khoiru Ummah di negeri ini, generasi yang akan memimpin peradaban dengan Islam, maka seharusnya yang dilakukan Kepala Dinas Pendidikan, Babel Muhammad Soleh adalah hal yang tepat. Bukan lantas karena semata-mata buku tersebut adalah karya dari aktivis HTI sehingga karyanya ikut dipersekusi. Karena kebenaran itu diambil dari apa yang disampaikan, bukan siapa yang menyampaikan. Seperti nasehat dari Abi bin Abi Thalib, “Unzur maa qaala wa laa tanzur man qaala, lihatlah apa yang disampaikan, jangan melihat siapa yang menyampaikan.”

Jadi bagaimana generasi negeri ini akan menjadi generasi Khoiru Ummah sekaliber Muhammad Al Fatih jika dibatasi pendidikannya? Jika jauh dari literasi dan sumber keilmuan? Sebaliknya, lebih berkiblat pada barat dan timur yang membentuk generasi alay, generasi pembebek dan jauh dari jiwa pemimpin. Bagaimana mungkin gambaran generasi yang seperti ini akan menjadi generasi yang akan menjadi perubah peradaban yang mulia dan lebih baik?

Pada masa kegemilangannya, di saat Islam mengalami kejayaannya. Islam berada pada masa emas. Faktor pendidikan, ilmu pengetahuan, literasi berperan penting dalam pembentukannya. Sebagai contoh misalnya pada masa Bani Abbasiyya yaitu pada masa daulah yang saat itu berada di Baghdad. Baghdad adalah ibu kota dan kota terbesar di Irak. Kota ini terletak di wilayah Timur Tengah yang disebut ‘Cradle of Civilization’. Zaman keemasan Baghdad terjadi selama masa kekhalifahan Harun al-Rasyid (789-809). 

Pada masa itu, tidak hanya infrastruktur (pembangunan kota Baghdad) saja yang berkembang, tapi juga melahirkan sosok cedikiawan muslim dari dalam dan luar Baghdad, sebagai salah satu pencapaian luar biasa yang menjadikan Baghdad menjadi satu-satunya pesaing bagi Bizantium. Saat itulah Baghdad menjadi “Kota yang tiada bandingannya di seluruh dunia”.

Pada perkembangan selanjutnya, literasi mulai ditingkatkan. Terdapat perpustakaan besar Bait Al Hikmah, para penterjemah dan dari sini lierasi mulai berkembang. Lahirnya ilmuwan besar seperti Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Al-Fazari, ibnu Rusyd, Khawarizmi, Battani, Alfarabi, dan empat Imam Madzhab. Kholifah memberikan sebesar-besarnya dukungan kepada para ilmuwan untuk mengembangkan keilmuannya. Disediakan fasilitas keilmuan tersebut oleh negara, pembiayaan juga ditanggung oleh negara dan setiap hasil karya karangan buku dihargai dengan emas seberat karya yang dihasilkan. Khasanah keilmuan pun berkembang. Dan dari khasanah keilmuan itulah jiwa pembelajar terus bangkit, semakin meluas dan terbentuklah generasi-generasi bersyahsiyah Islam seperti Muhammad Al Fatih.

Maka memang hanya dengan pendidikan yang lahir dari sistem Islamlah yang akan membentuk generasi bersyahsiyah Islam sekaliber Muhammad Al Fatih yang akan menjadi generasi penakhluk Roma. Generasi yang akan menjadi pemimpin dan  pembangun peradaban di masa yang akan datang, yaitu peradaban Islam yang mulia. Wallahu'alam bi Ash shawab. 

Post a Comment

Previous Post Next Post