DEMO MAHASISWA, APAKAH BERAKHIR PADA PERUBAHAN INDONESIA?


Oleh: Fath Kurnia 
(aktivis dakwah dan pengamat generasi)

Demonstrasi 1998 dan unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM tahun 2013 sudah lama berlalu. Ternyata mahasiswa kekinian masih mau turun ke jalan. Tahun 2019 menjadi tahunnya aksi massa, mahasiswa dan pelajar menolak sederet Rancangan Undang-Undang (RUU) dan pelemahan KPK. Dua narasi itu mengemuka ke permukaan, tak terkecuali lewat tagar-tagar media sosial internet. Selain elemen mahasiswa dan pelajar, ada pula elemen lain yang ikut berdemonstrasi. Tuntutan mereka sangat serius, yakni mendesak adanya penundaan RKUHP, mendesak pemerintah dan DPR merevisi UU KPK yang baru saja disahkan, dan menolak segala bentuk pelemahan pemberantasan korupsi, menuntut elite-elite perusak lingkungan untuk diadili, menolak pasal-pasal bermasalah dalam RUU Ketenagakerjaan, menolak pasal-pasal problematis dalam RUU Pertanahan, mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dan mendorong proses demokratisasi serta penghentian penangkapan aktivis. Demo ini berjalan aman sampai selesai. (detikNews.com)

8 oktober 2020 Mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) akan melakukan unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Demo tak hanya dilakukan mahasiswa di Jakarta, tetapi juga di Lampung, Surabaya, Medan, Yogyakarta, Bandung, dan lain-lain. Para mahasiswa mendesak pemerintah mencabut Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang telah disahkan.

“Fokus kami menekan Presiden Jokowi agar mendengar aspirasi kami yaitu menolak Omnibus Law," kata Koordinator Pusat Aliansi BEM SI, Remy Hastian, kepada Tirto, Rabu (7/10/2020). BEM SI juga mendesak Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undangan (Perppu) untuk membatalkan Omnibus Law UU Ciptaker. "Kami mendesak Presiden mengeluarkan Perppu, arahnya ke sana. Fokus kami bagaimana presiden nolak dulu," kata dia. Selain di Jakarta, dia mengatakan, terdapat 50 kampus di seluruh Indonesia yang juga akan menggelar aksi serupa di daerah mereka masing-masing. "Mereka bisa bawa masa banyak untuk aksi besok di daerah mereka," tuturnya. BEM SI menilai, pengesahan UU Ciptaker pada Senin 5 Oktober 2020 kemarin menjadi hari duka dan penghianatan, sekaligus jadi simbol atas matinya hati nurani para Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah terhadap rakyat Indonesia. (tirto.id)

Kemana Arah Perubahan Mahasiswa

Mahasiswa adalah agent of change atau agen perubahan, sebab Mahasiswa adalah golongan intelektual yang tentunya memiliki derajat berpikir lebih dari kebanyakan masyarakat. Potensi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena ketika mahasiswa adalah golongan intelektual, mereka memiliki daya untuk memimpin umat dalam melakukan perubahan. Hingga Menjadi sesuatu yang lumrah kalau perannya di tengah masyarakat sangat dinantikan.

Namun, jika dilihat dari tuntutan mahasiswa baru-baru ini yang menginginkan presiden untuk mengeluarkan perppu pembatalan pengesahan UU ciptaker, belumlah menyentuh pada akar permasalahannya. Mahasiswa masih menuntut pada perkara pragmatis tanpa memberikan solusi, yaitu hanya menginginkan dibatalkannya UU ciptaker, tanpa memberikan solusi tentang bagaimana langkah selanjutnya setelah adanya pembatalan pengesahan UU ciptaker. Sebelumnya, september 2019 lalu mahasiswa juga turun ke jalan untuk menuntut pemerintah melakukan pembatalan terhadap revisi UU KPK dan RKUHP. Namun permasalahan ini juga mengambang tanpa adanya solusi yang berarti, bahkan KPK benar-benar dilemahkan perannya.

Mahasiswa sangat diharapkan memahami apa sebenarnya permasalahan mendasar yang sedang dialami oleh bangsa ini, hingga solusi yang di harapkan juga dapat betul-betul menyelesaikan akar permasalahannya.

Jika kita amati dengan metode berpikir mendalam dan cemerlang, tentu akan kita dapati bahwa permasalahan yang sedang menimpa negeri ini adalah akibat di terapkannya sistem Kapitalisme. Kapitalisme-Sekulerisme dengan demokrasi nya kedaulatan ditangan rakyat, namun saat ini kedaulatan rakyat tersebut dicuri oleh para Kapital. Kesadaran akan rusaknya demokrasi saat ini lah yang harus disadari oleh mahasiswa.

Setiap UU yang dinilai tidak pro rakyat, memang pada kenyataannya telah mengandung unsur-unsur kapitalisasi yang lebih menguntungkan bagi sebagian pihak terutama pihak penguasa dan pengusaha. Bahkan, justru merugikan bagi kebanyakan masyarakat. Namun pemerintah tetap mensahkan UU tersebut, tanpa menoleh lagi ke banyaknya pihak yg kontra bahkan menolak di sahkannya UU tersebut.

Dari sini kita juga bisa menilai, bahwa perubahan ini tidak cukup hanya dengan tuntutan untuk pembatalan pengesahan UU ataupun ganti rezim. Karena yang menjadi sumber permasalahan adalah sistem yang diterapkan di indonesia saat ini yang sangat tidak pro rakyat, yaitu Kapitalisme. Berganti rezim pun akan sama hasilnya kalau sistem yang di terapkan adalah sama.

Sosialisme termasuk komunisme sebagai sistem kedua, juga telah terbukti di beberapa negara tidak pernah mampu menyejahterakan masyarakat. Bahkan sudah terbukti di indonesia sendiri, komunisme tidak hanya gagal menyejahterakan rakyat, tapi juga malah memenjarakan dan membunuh pihak2 yang kontra dengannya, mulai dari kalangan masyarakat umum, jendral juga tokoh-tokoh agama.

Sedangkan Islam sebagai ideologi (jangan pandang Islam sebagai agama saja), terbukti telah mampu menyejahterakanterakan rakyat selama 1300 tahun penerapannya, tidak pernah habis buku-buku sejarah menceritakan kegemilangan penerapan Islam dan bingkai Khilafah. Bahkan buku-buku yang ditulis orang barat sekalipun juga memuji bagaimana baiknya Islam dalam membawa kesejahteraan tidak hanya bagi umat Islam tapi juga bagi manusia pada umumnya.

Ini seharusnya menjadi pengkajian mahasiswa kita, hingga dapat dengan tepat menentukan akar permasalahan dan memilih solusinya, perubahan yang hakiki pun dapat terlaksana.

Wallahu'alam bishshowwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post