Bukan Label Halal `Abal-abal´


Oleh : Depy SW

 

Bisnis berbasis syari'ah sedang menjadi tren dunia. Negara Muslim maupun non-muslim tergiur untuk menggarap bisnis ini. Global Islamic Economy Report Tahun 2016/2017 menunjukkan nilai belanja makanan dan gaya hidup halal di dunia mencapai angka US$ 1.9 triliun pada tahun 2015 dan diprediksi akan naik menjadi US$ 3 triliun pada tahun 2021. (knks.go.id, 01/04/2019).

Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia, bersiap untuk ambil bagian dalam bisnis syari'ah ini. Salah satu langkahnya dengan membangun KIH (Kawasan Industri Halal). Dengan adanya KIH, Indonesia diharapkan menjadi produsen dan eksportir terbesar produk halal ke berbagai negara.

Untuk mewujudkan rencana tersebut, selain membangun KIH di berbagai daerah di Nusantara, Pemerintah pun mulai menguatkan UMK (Usaha Mikro dan Kecil) yang bergerak dalam pembuatan produk halal. Sertifikat  halal pun dipermudah sebagaimana diatur dalam Omnibus Law Cipta Kerja.

 

Profit Oriented

Berbeda dengan UU No. 33 Tahun 2014 yang menjadikan MUI sebagai bidan lahirnya sertifikat halal, dalam Omnibus Law Ciptaker, Ormas Islam dan PTN pun berwenang untuk membidaninya. Bahkan self declare diperbolehkan jika produk tersebut mempunyai resiko rendah terpapar haram baik bahan maupun prosesnya.

Selain itu, dalam omnibus law Ciptaker disebutkan bahwa jangka waktu verifikasi permohonan sertifikat halal dilaksanakan paling lama 1 hari kerja. BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) harus menerbitkan sertifikat halal paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak fatwa kehalalan produk. Disebutkan juga jika LPH yang tidak memenuhi batas waktu yang telah ditetapkan dalam proses sertifikasi halal, maka akan dievaluasi dan/atau dikenai sanksi administrasi.

Dengan demikian, sertifikat halal dapat dikantongi dalam waktu yang sangat singkat. Padahal untuk menentukan kehalalan suatu produk, butuh penelitian mengenai bahan, cara pengolahan, alat-alat yang digunakan dan sebagainya, yang membutuhkan waktu lebih lama.

Lahirnya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tidak lepas dari kentalnya demokrasi di negeri ini. Demokrasi menggunakan standar suara terbanyak  dalam pengambilan keputusan. Sehingga keputusan yang dihasilkan pun sarat dengan kepentingan duniawi dan sering mengesampingkan syari´ah.

Padahal mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Sementara seorang muslim diseru untuk mengkonsumsi yang halal saja. Allaah Subhanahu wa Ta´ala berfirman :

"Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 168)

Pengamalan ayat tersebut adalah kewajiban bagi setiap muslim. Seharusnya jaminan halal mendapatkan perhatian khusus di negeri mayoritas muslim ini.

 

Islam dan Jaminan Halal

Perkara halal dan haram sangat diperhatikan dalam Islam.   Allaah melaknat orang-orang yang melakukan jual-beli produk haram. Bahkan orang yang lekat dengan keharaman, doanya tidak dikabulkan oleh Allaah.

Oleh karena itu, Rasulullaah sholallaahu ´alayhi wa salam maupun khalifah setelahnya memberikan hukuman tegas bagi para produsen maupun konsumen produk haram. Misal : hukuman cambuk bagi orang-orang yang meminum khamr dan ta´zir bagi penjual maupun produsennya.

Umar bin Khathab ra pernah  mencontohkan bagaimana menjaga  agar barang yang beredar di pasaran adalah barang yang halal dan thoyyib dan transaksi jual beli sesuai dengan syari´ah. At Tirmidzi meriwayatkan bahwa khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ´anhu mengeluarkan perintah: “Jangan berjualan di pasar ini, para pedagang yang tidak mengerti dien (halal-haram dalam jual beli)”.

Beliau mengangkat Asyifa binti Abdullaah sebagai qodhi hisbah di Madinah. Ibnu Khaldun dalam kitabnya Al-Muqadimah, mengatakan; ” Jabatan pengawasan pasar (hisbah) adalah kedudukan keagamaan, jabatan itu termasuk bagian dari kewajiban “amar ma’ruf nahi munkar”.

Dengan adanya penjagaan yang ketat oleh negara, ummat Islam akan tenang dalam mengkonsumsi produk yang telah dinyatakan halal oleh negara. Namun, tentunya hal ini hanya akan terwujud jika Islam diterapkan secara komprehensif. Wallaahu a´lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post