K-POP Bukan Sumber Inspirasi Yang Mengedukasi


Oleh Yanti Nurhayati, S.IP
(Aktivis Dakwah Literasi)

Kemajuan ilmu teknologi dan komunikasi pada era globalisasi sangat mengkhawatirkan, terlebih lagi bagi generasi milenial saat ini. Zaman sekarang anak-anak maupun remaja cenderung tidak bisa hidup tanpa gadget. Apalagi saat masa pandemi ini, anak-anak yang kegiatan sehari-harinya banyak dirumah, mereka menghabiskan waktunya dengan gadgetnya. Arus globalisasi yang semakin meluas membawa perubahan yang signifikan pada generasi milenial ini. Mereka cenderung diperbudak oleh media masa yang semakin canggih dari waktu ke waktu.

Salahsatu bentuk era globalisasi yang tdk bisa dibendung adalah dgn masuknya musik K-Pop. Di era millenial ini, kita sudah tidak asing dengan yang namanya K-Pop. Segala macam bentuk dari negeri ginseng yang disuguhkan di masyarakat kita pasti cukup di gandrungi banyak sekali muda – mudi, terlebih lagi untuk kaum perempuan di Indonesia. Mungkin tidak hanya bentuk musiknya saja, bisa juga untuk makanan, fashion, makeup, film dan lain lain. Banyak hal yang bisa kita tilik dari fenomena Korean Culture yang sedang terjadi di Millenial kita.

Banyak dari mereka menjadikan musik hanya sebuah sajian di kala kita lelah atau penat menjalani aktivitas sehari – hari. Namun bagaimana jika musik jenis K-Pop ini menjadi panutan dari banyaknya Millenial di Indonesia? Berbagai dampak kemudian bisa terlihat mulai dari yang positif hingga ke hal hal yang negatif. Tak pelak hal ini sering menjadi kontroversi tersendiri antara kalangan penyuka maupun yang bukan penyuka dari jenis musik K-Pop tersebut.

Harapan musik K-pop yang semakin marak dapat menginspirasi munculnya kreativitas anak muda Indonesia dalam berkreasi dan mengenalkan keragaman budaya Indonesia ke luar negeri, namun pada kenyataannya itu belum ada, justru malah sebaliknya, mereka semakin terbawa dengan arus ke-Korea-an. Inilah negeri dengan sistem kapitalisme, hanya akan mementingkan pemasukan negara yang sebanyak-banyak tanpa akan memperhatikan dampak negatifnya.

Harapan para orangtua, dengan ketatnya arus perubahan zaman, setiap remaja menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, untuk mengantisipasi dan meminimalisir perilaku setiap remaja agar tidak mengikuti tren atau budaya globalisasi yang masuk. Diharapkan generasi millennial bisa lebih memperhatikan dan memfilter setiap budaya yang masuk, dengan arti dapat memilah mana yang baik dan mana yang buruk secara bijak.
Generasi milenial adalah generasi penerus bangsa untuk kemajuan masa depan bangsa ini, sehingga harus memiliki nilai jual dengan berbagai kratifitas dan inovasi yang bernilai positif.

Untuk membendung arus K-Pop ataupun pengaruh negatif dari arus globalisasi saat ini, tentunya ini menjadi PR para orangtua dan negera. Apalagi negeri kita tercinta ini bermayoritas muslim, seyogyanya sebagai umat muslim harus bisa menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupannya, jangan jadikan agama hanya sebagai urusan individu saja, merasa puas ketika sudah melaksanakan ibadah-ibadah fardhu sementara ibadah lainnya terlalaikan.
Ketika K-Pop digandrungi oleh remaja muslim maka akan sangat berbahaya, karena didalamnya akan terbentuk pergaulan bebas yang tidak memperhatikan ikhtilat atau ikut-ikutan untuk bermode tanpa memperhatikan aurat dan lainnya.

Andaikan saja saat ini diterapkan Syariat Islam* maka dengan bekal ilmu agama dan pembentukan mental yang sehat dan kuat, ditopang dengan pembentukan sikap dan nafsiyah yang mantap, kehidupan pemuda akan jauh dari hura-hura, ikutan-ikutan suka dengan musikK-Pop, dugem dan kehidupan hedonistik lainnya. Mereka tidak mengonsumsi miras, atau narkoba, baik sebagai dopping, pelarian atau sejenisnya. Karena ketika mereka mempunyai masalah, keyakinan mereka kepada Allah, qadha’ dan qadar, rizki, ajal, termasuk tawakal begitu luar biasa. Masalah apapun yang mereka hadapi bisa mereka pecahkan. Mereka pun jauh dari stres, apalagi menjamah miras dan narkoba untuk melarikan diri dari masalah.

Kehidupan pria dan wanita pun dipisah. Tidak ada ikhtilath, khalwat, menarik perhatian lawan jenis [tabarruj], apalagi pacaran hingga perzinaan. Dalam Islam, selain berbagai pintu kemaksiatan ditutup rapat, sanksi hukumnya pun tegas dan keras, sehingga membuat siapapun yang hendak melanggar akan berpikir ulang. Pendek kata, kehidupan sosial yang terjadi di tengah masyarakat benar-benar bersih. Kehormatan [izzah] pria dan wanita, serta kesucian hati [iffah] mereka pun terjaga. Semuanya itu, selain karena modal ilmu, ketakwaan, sikap dan nafsiyah mereka, juga sistem yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat oleh khilafah.

Karena kehidupan mereka seperti itu, maka produktivitas generasi muda akan luar biasa. Banyak karya ilmiah yang mereka hasilkan saat usia mereka masih muda. Begitu juga riset dan penemuan juga bisa mereka hasilkan ketika usia mereka masih sangat belia. Semuanya itu merupakan dampak dari kondusivitas kehidupan masyarakat di zamannya.

Ada ungkapan bijak, “Jika seseorang tidak menyibukkan diri dalam kebenaran, pasti sibuk dalam kebatilan.” Karena itu, selain kehidupan masyarakat yang bersih, berbagai tayangan, tontonan atau acara yang bisa menyibukkan masyarakat dalam kebatilan harus dihentikan. Mungkin awalnya mubah, tetapi lama-lama kemubahan tersebut melalaikan, bahkan menyibukkannya dalam kebatilan.

Karena itu Nabi SAW menitahkan, “Min husni Islami al-mar’i tarkuhu ma la ya’nihi.” [Di antara ciri baiknya keislaman seseorang, ketika dia bisa meninggalkan apa yang tidak ada manfaatnya bagi dirinya]. Boleh jadi sesuatu yang tidak manfaat itu mubah, tetapi sia-sia. Waktu, tenaga, pikiran, bahkan harta yang digunakannya pun hilang percuma.

Agar masyarakat, khususnya generasi muda tidak terperosok dalam kesia-siaan, maka mereka harus disibukkan dengan ketaatan. Baik membaca, mendengar atau menghafal Alquran, hadits, kitab-kitab tsaqafah para ulama’, atau berdakwah di tengah-tengah umat dengan mengajar di masjid, kantor, tempat keramaian, dan sebagainya. 

Pendek kata, mereka harus benar-benar menyibukkan diri dalam ketaatan. Hanya dengan cara seperti itu, mereka tidak akan sibuk melakukan maksiat. Dengan menyibukkan diri dalam ketaatan, waktu, umur, ilmu, harta dan apapun yang mereka miliki menjadi berkah. 
Kehidupan umat yang terjaga pernah terukir dimasa sejarah keemasan saat Syariat Islam pernah diterapkan dari mulai zamannya Rosululloh SAW sampai ke masa kekhilafahan yang meneruskan apa-apa yang dicontohkan Rosul.
Andaikan saat ini kita sebagai umat manusia menginginkan kembali kehidupan yang penuh ketaatan kepada Allah SWT dan jauh dari berbagai kemaksiatan maka satu-satunya jalan keluar adalah dengan kembali menerapkan Syariat Islam dimuka bumi ini secara kaffah.
Wallohu'alam bishowab

Post a Comment

Previous Post Next Post