Sistem yang Salah Melahirkan Kebijakan Salah Arah

Oleh: Ummu Ahtar
(Komunitas Setajam Pena) 

Dilansir tirto.id,  (09/08/2020) - Pemerintah berencana memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada karyawan swasta dengan gaji di bawah Rp5 juta. Bantuan itu sebesar Rp600 ribu per bulan selama empat bulan. Syarat untuk memperoleh subsidi, gaji tersebut harus pekerja yang aktif terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan dengan iuran di bawah Rp 150.000/bulan atau setara dengan gaji di bawah Rp 5 juta/bulan.

Ketua Pelaksana Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Erick Thohir mengatakan, " Ada 13,8 juta pekerja yang akan mendapatkan bantuan.  Datanya diambil dari BPJS Ketenagakerjaan. Kriterianya adalah bukan PNS-pekerja BUMN dan memiliki iuran di bawah Rp150.000/bulan. Total anggaran yang dipersiapkan pemerintah mencapai Rp31,2 triliun. 

Lalu,  apakah kebijakan ini tepat untuk mengatasi krisis ekonomi karena Covid yang berkepanjangan?.  

Dilansir tirto.id, (09/08/2020)-Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai BLT untuk pekerja berupah di bawah Rp5 juta ini akan sia-sia. Ia bilang alih-alih untuk konsumsi, BLT malah akan disimpan untuk keperluan mendesak di masa depan. 

Ia juga menyoroti batas gaji Rp5 juta yang notabene bukan penghasilan orang miskin. Menurutnya mereka yang berpenghasilan di bawah Rp2,3 juta justru lebih berhak apalagi jika pemerintah tidak ingin terjadi lonjakan kemiskinan akibat COVID-19.

Padahal, Menurut Bappenas, per Selasa (28/7/2020) saja sudah ada tambahan 3,7 juta penganggur. Dengan data BPS per Februari 2020 6,88 juta, maka diperkirakan sudah ada 10,58 juta penganggur. Data whitelist Kemnaker justru baru mencatat sekitar 1,7 juta penganggur.

Selain itu, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra Heri Gunawan menilai uang sebanyak itu masih bisa disalurkan untuk keperluan lain yang juga mendesak seperti subsidi pulsa siswa-siswi di daerah yang kesulitan internet. Ia juga meminta pemerintah memperhatikan lebih dulu korban PHK, mereka yang menganggur dan kesulitan mendapat kerja, sampai orang miskin. Jangan sampai ketika ekonomi Q3 tumbuh positif secara nominal, tetapi masyarakat di daerah, korban PHK, dan orang miskin justru terabaikan.

Melalui jpnn.com, (07/08/2020)- "Heran saya, kalau mau angkat PPPK bilang enggak ada duit. Kenapa sekarang malah mau gelontorkan Rp 31 triliun untuk bansos bagi pekerja bergaji di bawah Rp 5 juta. Lah terus kami ini dianggap apa sih," ketus Titi honorer K2. 

Lagi-lagi kebijakan rezim sungguh tak tepat sasaran.  Rezim hanya mementingkan pihak tertentu yang justru malah tak membutuhkan.  Sedangkan pengangguran akibat PHK,  pekerja informal atau pedagang kaki lima yang sebulan gaji tak sampai 2 juta perbulan malah diabaikan. Ditambah honorer K2 yang sudah bekerja puluhan tahun dengan gaji sangat minim hanya bekerja untuk mengabdi pada negara tidak segera diangkat menjadi pegawai negeri sipil. Sungguh rezim sangat diskriminatif dalam mengambil kebijakan. Kebijakan salah sasaran malah menambah perih rakyat jelata. Bahkan seolah  pemerintah tidak serius dalam menanggapi persoalan ini. Sehingga terkesan semua kebijakan hanya ditujukan untuk kepentingan sepihak alias mengambil keuntungan dalam kesempatan. Sungguh harapan ekonomi Indonesia akan segera pulih hanya harapan kosong belaka.

Sistem Demokrasi Kapitalisme  memang  menuntut setiap penganutnya untuk meraih keuntungan materi belaka tanpa didasari ruh. Sistem yang ber-azas sakularisme,  memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga segala keputusan dalam memecahkan masalah hanya diambil dari akal manusia yang sejatinya menghasilkan nafsu diri yang cenderung bebas lalu kebablasan. Hal ini sangat berbeda dengan sistem Islam yang aturannya langsung bersumber dari sang Maha Pencipta,  Allah Swt.  Yang mana bersumber dari Al Quran dan As Sunnah. 

Dalam sistem Islam Khalifah atau kepala negara berkewajiban memberikan pekerjaan kepada mereka yang membutuhkan sebagai realisasi Politik Ekonomi Islam. Dan membuka lapangan kerja seluas-luasnya, dengan mengaktifkan sektor ekonomi real (pertanian, Industeri dll).  

Seperti sabda Rasulullah saw. bersabda:
«Ø§َلإِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ù…َسْؤُÙˆْÙ„ٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَتِÙ‡ِ»
Imam/Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

 Kejayaan Islam yang terkenal selama lebih dari 13 abad lamanya  telah membuktikan dan layak sebagai panutan seluruh dunia.  Dalam mengatasi permasalahan ekonomi, Islam punya Baitul Mal yaitu kas harta untuk mengatasi segala musibah. Dana baitul mal diperoleh dari tiga sumber yaitu,

- Pos pendapatan negara berasal dari harta rampasan perang, cukai kharaj, jizyah, usyur, pemilikan negara, harta tidak sah bagi penguasa dan pegawai, harta yang didapat secara tidak sah dan harta denda, barang temuan dan tambang, harta tanpa waris, harta orang murtad, dan pajak. Hal itu digunakan secara khusus untuk kepentingan orang umum. Serta kemaslahatan rakyat  sesuai ijtihas khilafah.

- Pos harta kepemilikan umum berasal dari pengelolaan SDA. Yang mana hasilnya dikembalikan secara langsung kepada rakyat seperti layaknya subsidi. Selain itu pengeloaan harta umum digunakan untuk perbaikan infrastruktur dan kebutuhan lainnya.

-Pos zakat dan shodaqoh berasal dari zakat,shadaqah dan wakaf yang diambil dari kaum muslimin. Dialokasikan kepada penerima sesuai hukum syariat.

Untuk menangani wabah, Khalifah menggunakan pendapatan  negara dan kepemilikan umum. Sedangkan biaya pendidikan, mengutip buku KH. Shiddiq Al Jawi berjudul “Pembiayaan Pendidikan dalam Islam”,  disebutkan ada dua sumber pendapatan baitulmal yang dapat digunakan membiayai pendidikan, yaitu: (1) pos fai` dan kharaj –yang merupakan kepemilikan negara– seperti ghanimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak); (2) pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).

Pada masa Khalifah Umar bin Khatthab.  Beliau memberikan gaji pada masing-masing guru sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika dikalkulasikan, itu artinya gaji guru sekitar Rp 30.000.000. Hal ini tidak memandang status guru tersebut PNS atau pun honorer. Apalagi bersertifikasi atau tidak, yang pasti profesinya guru.

Tak heran bila di masa Khilafah, lahir generasi cerdas dan mulia sebab didukung sistem politik ekonomi yang memberi jaminan kesejahteraan, sistem sosial yang membentuk manusia bertakwa, yakni guru saleh dan salihah, serta sistem pendidikan yang menunjang segala kebutuhan dunia pendidikan.

Sepatutnya rakyat perlu berbenah dan membuka diri untuk kembali kepada aturan Islam.  Dengan cara menerapkan aturan Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah Islam. Sehingga, ”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al Maidah ayat 50)

Wallahu A'lam Bishawab.
Previous Post Next Post