KARAKTER PEMIMPIN AMANAH DALAM PANDANGAN ISLAM KAFFAH

Oleh : Tiktik Siti Mukarromah 
(ibu rumah tangga)

Kepemimpinan dalam Islam adalah perkara serius yang sudah pasti ada pahala dan dosa karena di dalamnya ada tanggung jawab besar yang akan dicatat oleh kedua malaikat di atas pundak. Akan berpahala jika tugas memimpin mampu dijalankan dengan rasa khauf pada Allah, sebaliknya akan berbuah dosa jika jabatan pemimpin itu dijadikan jembatan untuk mendzolimi rakyatnya.
Berbicara masalah pemimpin ideal menurut Islam erat kaitannya dengan figur Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasalam. Beliau adalah pemimpin agama dan juga pemimpin negara. Rasulullah merupakan suri tauladan bagi setiap orang termasuk para pemimpin karena dalam diri beliau hanya ada kesempurnaan akhlak, tiada kecacatan sedikit pun. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا 
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21)

Sebagai pemimpin teladan yang menjadi model ideal pemimpin, Rasulullah dikaruniai empat sifat utama, yaitu: sidiq, amanah, tablig dan fathonah. Sidiq berarti jujur dalam perkataan dan perbuatan, amanah berarti dapat dipercaya dalam menjaga tanggung jawab, tablig berarti menyampaikan segala macam kebaikan kepada rakyatnya dan fathonah berarti cerdas dalam mengelola masyarakat.
Begitulah kriteria umum yang telah Rosul kita contohkan. Semua melekat ada pada diri beliau.
Demikian pula dengan pemimpin generasi setelahnya yang seharusnya mumpuni semua sifat di atas, tidak terkecuali kita pun sebagai rakyatnya. Akan mudah diterapkan dalam diri jika segala petunjuk hidup semua bersumber dari Al-Quran dan As-sunnah.
Sebagai contoh dari salah satu sifat di atas adalah pemimpin yang amanah. Dikisahkan dulu oleh khalifah Umar bin Khattab ra, yang sangat amanah dalam mengayomi rakyatnya. Sampai suatu malam, ketika beliau sekedar ingin menelusuri keadaan rakyatnya beliau mendapati satu keluarga yang sedang kelaparan. Tak tunggu esok, khalifah Umar pun segera mengambil sikap untuk memenuhi hajat rakyatnya. Dengan rela hati membawakan makanan di atas pundak demi rakyatnya tersebut, sampai memastikan untuk menyajikan hidangan yang matang. Maasyaa Allah, kisah ini adalah “tamparan” bagi kita semua untuk terus berusaha menjadi orang yang amanah dalam mengemban tugas. 
 Rasulullaah shollallaahu ‘alaihi wasalam  juga pernah bersabda dalam satu hadits, "Tidak beriman orang yang tidak bisa menjaga amanah yang dibebankan padanya. Dan tidak beragama orang yang tidak bisa menepati janjinya. (HR Ahmad). 
Hadits ini memberikan peringatan keras untuk kita semua bahwa perihal memimpin bukanlah urusan sepele. Kita semua adalah khalifah (pemimpin). Seorang suami akan dimintai pertanggungjawaban atas keluarganya, istri pun demikian akan dihisab atas tugas berumah tangganya, bahkan diri sendiri pun akan dimintai pertanggung jawaban atas segala amalan yang dilakukan terhadap anggota tubuh, umur, sampai kedipan mata sekalipun.
Apalagi seorang pemimpin yang memimpin jutaan rakyat. Apakah ia telah memakmurkan rakyatnya, atau malah mendzolimi rakyat dengan cara kasar? Padahal kewajiban ideal seorang pemimpin adalah membela yang lemah dan mengasihi yang miskin.
Betapa beruntung dan mulia nya seorang pemimpin yang adil dalam kepemimpinannya. Di dunia ia akan dicintai rakyat, di akhirat dijanjikan belaian kasih sayang dalam naungan Allah subhaanahu wa ta’ala.
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wa salam bersabda: "Ada tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu: pemimpin yang adil, pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah ta'ala, seseorang yang hatinya terpaut dengan masjid, dua orang saling mencintai karena Allah, laki-laki yang ketika diajak bermaksiat oleh seorang wanita bangsawan lalu ia menjawab: 'saya takut kepada Allah. Kemudian seorang yang mengeluarkan sedekah dan merahasiakannya dan seseorang yang mengingat Allah di tempat yang sepi sampai meneteskan air mata."
Demikianlah kriteria yang telah diajarkan oleh Islam. Bahkan tipikal pemimpin yang dimuliakan oleh Allah adalah dia yang bertumpu pada hukum Islam.
Pemimpin demikian selalu berprinsip hanya Allah tujuan akhirnya. Rasulullah teladan dalam hidupnya. Al-Quran pedoman dalam setiap manuskrip hidupnya. Kesungguhan adalah jalan setiap perjuangan di dunia. Dan memiliki cita-cita tertinggi untuk menjemput indahnya syahid di jalan Allah. Seni menjemput dan meraih keberkahan itulah dia realisasikan dengan menjadi pemimpin yang amanah.
Tidak ada hukum yang bersih dari keburukan kecuali hukum Islam yang sempurna. Sistem terbaik dalam mengatur kehidupan rakyatnya, yakni khilafah. Sebagai mana telah Rosulullaah shollallaahu ‘alaihi wa salam beserta para Khulafaur Rasyidin contohkan terdahulu.
Rasulullah saw. bersabda:
لَا يَجْتَمِعُ الْكُفْرُ وَالْإِيمَانُ فِي قَلْبِ امْرِىءٍ وَلَا يَجْتَمِعُ الصِّدْقُ وَالْكَذِبُ جَمِيعًا وَلَا تَجْتَمِعُ الْخِيَانَةُ وَالْأَمَانَةُ جَمِيْعًا
Tak mungkin berkumpul pada kalbu seseorang kekufuran dan keimanan, kejujuran dan kedustaan, pengkhianatan dan amanah. (HR Ahmad)
Previous Post Next Post