Gaung Khilafah Membahana Rezim Sekuler Membencinya

Oleh: Widya Astuti (Aktivis Dakwah Kampus)

Istilah khilafah belakangan ini menjadi perbincangan hangat semua kalangan. Para politisi, para pejabat negara, para intelektual, sampai kepada masyarakat awam pun tak asing dengan istilah ini. Semua media yang ada pun heboh menyajikan informasi terkait dengan khilafah, baik media nasional maupun media internasional.

Berbicara tentang khilafah, maka teringat dengan sebuah ormas yang selama ini konsisten memperjuangkan khilafah di Indonesia yaitu Hizbut Tahrir. Istilah khilafah menjadi trending topik dan dibicarakan secara luas di Indonesia setelah ormas Islam ini yaitu Hizbut Tahrir Indonesia resmi dicabut badan hukumnya dengan tuduhan bahwa HTI memperjuangkan ideologi yang akan memecah belah NKRI yakni khilafah. 

Penolakan terhadap ide khilafah yang diusung HTI bermunculan, terlebih dari pihak penguasa. Rezim mengklaim bahwa khilafah adalah ide yang sangat berbahaya yang dikhawatirkan akan memecah persatuan bangsa, bertentangan dengan pancasila. Pengusungnya disebut oleh rezim dengan istilah radikal yang menyebarkan ajaran Islam garis keras. Maka rezim menghimbau agar masyarakat berhati-hati dengan kaum radikal ini dan menolak keberadaan mereka.

Anehnya, penolakan terhadap ide khilafah, ditambah media yang turut mengopinikan khilafah sebagai ancaman bagi Indonesia dan framing negatif lainnya, ternyata malah membuat banyak pihak dan masyarakat penasaran akan ide khilafah. Apa sebenarnya khilafah itu? Kenapa disebut sebagai ancaman?

Masyarakat mulai mencari tahu, baik dengan bertanya langsung kepada para pengusung khilafah, mengajak dialog ataupun dengan membaca buku-buku terkait dengan khilafah. Walhasil, bisa kita lihat sekarang, yang mendukung dan menerima ide khilafah sebagai ajaran Islam yang harus diperjuangkan pun tak kalah banyaknya. Umat banyak yang paham dan mulai sadar akan kebutuhan mereka terhadap khilafah. 

Namun lain halnya dengan rezim sekuler, baik di Indonesia maupun di negara lain. Mereka begitu resah dan benci akan seruan khilafah yang terdengar gaungnya dimana-mana. Penolakan demi penolakan terus saja mereka luncurkan. Mengkriminalisasi para pejuang khilafah hingga menangkap dan memenjarakannya. 

Di Turki, partai yang memenangkan Recep Tayyip Erdogan sebagai presiden, menolak seruan majalah pro-Pemerintah untuk membangkitkan kembali kekhalifahan Islam, menyusul pembukaan kembali Hagia Sophia di Istanbul sebagai masjid. 

Juru bicara Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pada Senin (27/7/2020) meyakinkan kaum skeptis bahwa Turki akan tetap menjadi republik sekuler setelah majalah Gercek Hayat menimbulkan kegemparan dengan menyerukan pembaruan kekhalifahan. “Republik Turki adalah negara yang demokratis dan sekuler berdasarkan aturan hukum,” kata Juru Bicara Omer Celik dalam sebuah cuitan di Twitter (beritakaltim.co).

Asosiasi Bar Ankara kemudian melakukan pengaduan pidana terhadap Gercek Hayat dengan tuduhan menghasut orang-orang melakukan pemberontakan bersenjata melawan Republik Turki, menghasut masyarakat membentuk kebencian dan permusuhan, dan menghasut orang untuk tidak mematuhi hukum (republika.co.id, 28/7/2020)

Sepertinya tuduhan yang dilayangkan pada Gercek Hayat begitu berlebihan dan penuh dengan ketakutan pada pihak yang mengajukan pengaduan pidana atasnya. Justru segala tuduhan tersebut memberi gambaran pada publik bahwa ada peluang besar bagi Turki untuk mengembalikan kejayaan Islam dalam naungan Khilafah.
Eratnya kaitan sejarah Hagia Sophia dengan penaklukan Konstatinopel oleh Muhammad al-Fatih di bawah naungan Khilafah Turki Ustmaniyyah, menjadi suatu sejarah kegemilangan peradaban Islam. Wajar saja, jika kembalinya Hagia Sophia sebagai masjid membuat negara-negara Eropa, Rusia, Amerika, juga dunia Islam, meradang tidak menyetujuinya. Seruan mengembalikan kekhilafahan pun tak terbendung lagi. Mengingat Islam pernah berjaya di bawah naungannya.

Kemal Ataturklah yang melakukan revolusi kufur dengan meruntuhkan Khilafah dan diganti menjadi Republik hingga saat ini. Dia juga yang mengubah Hagia Sophia menjadi museum pada 1934. Sejak saat itu, Hagia Sophia berubah statusnya dari masjid menjadi museum.

Sungguh, pernyataan rezim dengan memilih untuk tetap bertahan dalam sistem republik sekuler atau demokrasi sama artinya dengan merelakan umat terus dalam penjajahan dan keterpurukan. Karena faktanya sistem sekulerlah yang menjadikan umat jauh akan aturan yang berasal dari Allah SWT. Sistem sekulerlah yang menjadikan umat buta akan politik Islam. Sistem sekulerlah yang menjadikan umat berada dalam kemaksiatan dan kesengsaraan. 

Berbagai penderitaan, kedzaliman dan ketidakadilan yang dihadapi umat dibawah sistem kufur ini, tentu membuat umat sadar akan rusak dan bobroknya sistem yang diterapkan atas mereka sekarang. Sehingga wajar, umat mulai memikirkan perubahan yang hakiki. Bukan hanya merubah pemimpin atau rezim, tapi juga merubah sistem. Perubahan kearah sistem Islam pun kini terdengar dimana-mana, yaitu perubahan kepada pendirian khilafah.

Fobia akut yang menimpa rezim sekuler akan tegaknya khilafah memang terlihat jelas. Upaya menghambat dan menghalangi tegaknya khilafah terus saja mereka luncurkan. Mereka menampakkan kebencian dengan mengkriminalisasi khilafah sekaligus pejuangnya. Membuat undang-undang baru dengan maksud memberantas para pejuang khilafah, mengatakan khilafah berbahaya terhadap eksistensi negara, menyebarkan opini bahwa khilafah itu hanyalah utopis, khilafah akan memecah belah persatuan bangsa dan negara serta opini negatif lainnya. 

Wajar sebenarnya kalau dilihat, bagaimana ketakutan rezim sekuler yang luar biasa akan tegaknya khilafah. Karena mereka sadar, jika khilafah tegak maka mereka tidak akan bisa lagi berkuasa layaknya mereka berkuasa di sistem sekuler. Mengambil hak rakyat, menipunya, memalaknya, mendzaliminya tentu tak akan bisa. Memerintah sesuka hatinya pun tidak akan bisa lagi. Karena khilafah pasti tak akan membiarkan hal itu terjadi. Khilafah tidak membolehkan aturan selain aturan Islam yang diterapkan dalam kehidupan. 

Sungguh, khilafah merupakan janji Allah dan bisyarah Rosulullah. Sekeras dan sekuat apapun rezim dan musuh Islam menghalangi perjuangan tegaknya khilafah, maka hal itu tak akan berhasil. Khilafah pasti akan tegak kembali.

Rosulullah Saw bersabda yang artinya:
“Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian, atas izin Allah ia tetap ada. Lalu, Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti minhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah ia akan tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan yang zalim, ia tetap ada. Lalu Dia akan mengangkatnya jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kekuasaan yang menyengsarakan, ia juga ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti minhaj kenabian.” (HR Ahmad dalam Musnad-nya no.18430, Abu Dawud al-Thayalisi dalam Musnad-nya no.439, Al-Bazzar dalam Sunan-nya no. 2796).

Maka tunggu apalagi. Ambillah jalan perjuangan dalam penegakkan khilafah. Karena sejatinya berjuang menegakkan khilafah merupakan kewajiban. Karena dengan khilafah aturan Allah SWT bisa diterapkan secara kaffah. Karena Dengan khilafah umat akan berada dalam posisi mulia dan sejahtera.
Previous Post Next Post