Unilever Pro LGBTQ, Tidak Cukup dengan Boikot

Oleh : Ummu Amira Aulia,Sp.

Dukungan Unilever terhadap gerakan lesbian, gay, biseksual, transgender, dan queer (LGBTQ+) telah menuai kecaman di dunia maya. Tak sedikit seruan untuk memboikot produk Unilever (republika.co.id).  Begitu pula dengan Instagram, yang makin menunjukkan dukungan kuatnya untuk kaum LGBT, tepat setelah Unilever menyatakan dukungan pada komunitas itu dalam instagram resminya (Pikiran Rakyat).

Unilever global akan bertindak open for business. Bisnis Unilever termasuk koalisi global inklusif. Inklusif membuat mereka lebih baik, keragaman sebagai manusia membuat lebih kuat, menurut Unilever. Unilever Global ikut menandatangani Deklarasi Amsterdam untuk memastikan semua orang di Unilever memiliki akses ke tempat kerja yang benar-benar inklusif (Hops.id).

Meski di dunia Barat keputusan itu merupakan hal yang positif karena menjunjung hak asasi manusia, namun rupanya hal itu di Indonesia masih menjadi sebuah kontroversi.

*Menuai Kecaman Boikot Produk*

Aksi Unilever mendukung LGBTQ+ menuai kecaman di dunia maya. Bermunculan seruan memboikot produk Unilever. Beberapa komentar netizen di media sosial antara lain "auto coret list" produk Unilever dari daftar belanjaan. Ada juga yang menyerukan hashtag "hijrah produk" dan tinggalkan Unilever.

Komentar netizen pun sampai pada, "apakah produknya jadi haram?" Lalu dijawab, "membeli produk Unilever berarti kita telah membuat keberpihakan, karena keuntungan mereka berasal dari uang kita, untuk program-program mereka, begitulah ungkapan-ungkapan netizen." 
Beberapa pihak menyayangkan Unilever yang telah banyak launching produk produk khusus umat muslim. Situasi seperti ini akan membuat brand-brand lainnya akan bersaing. Produk yang mengusung tema Syariah akan terpengaruh penjualannya.

Membuat aksi boikot memang akan merugikan produsen tapi permasalahannya adalah bahwa tidak ada jaminan bahwa kebobrokan LGBTQ+ akan bisa dihentikan. MNC sebagai perusahaan multinasional misalnya mereka mendukung LGBTQ+, namun perusahaannya semakin hari semakin subur. 
Begitulah kapitalisme. Perlawanan terhadap LGBTQ+ tidak bisa dilakukan secara parsial. Harus ada upaya sistematis yang dilakukan oleh negara.

LGBT dipandang dari segi Islam merupakan tindakan yang dilaknat Allah SWT dan pernah terjadi jaman Nabi Luth as. Bahkan dalam al-Qur'an difirmankan sebagai perbuatan yang melampaui batas dan akan diazab dengan azab yang sangat pedih baik di dunia maupun di akhirat.

Menurut pengamat politik Yahya Abdurrahman, pemberantasan LGBT harus sistemis. Peran negara menjadi sangat penting. Solusi bagi masalah LGBT tidak lain kecuali dengan mengganti sistem ideologinya. Sebab, kasus LGBT lahir dari kebebasan yang dibawa ideologi kapitalisme. (mediaumat.news, 23/1/2018).

Di dalam sistem Islam masyarakat akan dijaga ketakwaannya. Ketakwaan ini tidak hanya membicarakan ibadah mahdhoh saja. Namun lengkap dengan tata cara pelaksanaannya.  Sekaligus sistem sanksi bagi yang meninggalkannya.
Syariat Islam juga mengatur masalah sosial kemasyarakatan. Hal-hal yang berkaitan dengan penyakit masyarakat, yang mudah " menular", seperti LGBTQ, akan secara cepat dituntaskan. Individu yang mengalami gangguan segera ditangani. Disadarkan dengan keimanannya, sekaligus diberikan sanksi apabila dia mempengaruhi yang lainnya.  

Sanksi tegas bagi pelaku LGBTQ adalah kunci keberhasilan memberangus LGBTQ. Demikian syariat Islam mengatur tuntas hingga ke akar-akarnya. Masihkah kita ragu untuk melaksanakannya?Melaksanakan syariat Islam yang agung dalam bingkai daulah khilafah Rasyidah. Wallahualam bis showab. (Tulungagung, 4 Juli 2020)
Previous Post Next Post