The World of The Married: Pelajaran Penting Menjaga Pernikahan

By : Rizki Sahana
(Aktivis Muslimah)

Salah satu drama Korea Selatan yang menjadi perbincangan warganet Tanah Air belakangan ini adalah The World of The Married. Penulis Joo Hyun berhasil mengemas drama berlatar belakang perselingkuhan ini dengan sangat memukau. Setiap episodenya disebut-sebut mampu menguras energi dan emosi sehingga selalu mengundang komentar warganet di dunia maya.

Di negeri asalnya, drama ini juga memiliki rating yang tinggi. The World Of The Married mengalahkan drama Sky Castle yang sebelumnya juga memiliki rating tinggi.

Drama ini bercerita tentang pasangan menikah yang kehidupan rumah tangganya mulai berantakan karena pengkhianatan, yang pada akhirnya menghadirkan kebencian di antara mereka.

Ji Sun Woo (Kim Hee Ae) adalah sosok yang terlahir dari keluarga seorang dokter. Jin Sun Woo menikah dengan Lee Tae Oh (Park Hae Joon) dan mereka memiliki seorang anak laki-laki bernama Joon Young. Ji Sun Woo menjalani kehidupan yang tampaknya sempurna dengan keluarga yang damai, cinta suaminya yang tak berubah, dan putra yang baik. Namun, ketika celah mulai terbentuk dalam kebahagiaannya, hidupnya mulai berubah.

Sementara itu, Lee Tae Oh bermimpi menjadi seorang sutradara film terkenal. Lee Tae Oh menjalankan sebuah bisnis hiburan dengan bantuan istrinya. Meski Lee Tae Oh mencintai istrinya, tetapi dia jatuh ke sebuah hubungan yang melahirkan prahara rumah tangga.

Bercermin dari The World of The Married, kita bisa menyaksikan betapa rapuhnya kehidupan rumah tangga dalam peradaban sekular yang serba liberal. Pernikahan yang dibangun tanpa landasan iman, namun sebab ketertarikan secara fisik atau materi semata atas nama cinta, ternyata tidak menjamin kehidupan pernikahan yang bahagia.

Mirisnya, kisah perselingkuhan dalam The World of The Married bukan hanya cerita fiktif belaka, tapi banyak terjadi di dunia nyata. Dalam sebuah laporan yang dirilis Linea Research Korea (unit Korea dari raksasa asuransi AS CIGNA) dan sebuah klinik seksolog lokal yang telah mensurvei kurang lebih 1.100 warga Korea berusia 20 tahun atau lebih berdasarkan usia, pekerjaan, dan tingkat pendapatan, perselingkuhan nyaris menjadi hal lumrah dalam keseharian.

Survey ini menemukan bahwa 50,8 persen pria yang disurvei, dan 9,3 persen wanita yang disurvei, berselingkuh dari pasangan resmi mereka minimal satu kali. Lalu 40 persen pria lainnya berpikir "menyewa layanan seks bukan perselingkuhan", meski ini adalah bentuk penyelewengan terhadap institusi pernikahan. Hasil survey juga menemukan pria berusia 50-an sebanyak 53,7 persen mengatakan bahwa mereka telah menipu istri mereka. Sedangkan untuk wanita usia 50-an, sebanyak 9,6 persen mengatakan mereka pernah berselingkuh saat menikah. Subhanallah!

Kehidupan di Barat, termasuk di Korsel yang juga mengadopsi peradaban sekular yang serba materialistis dan liberal, sesungguhnya adalah akar masalah maraknya perselingkuhan. Perempuan yang bahkan memiliki status lebih mapan secara finansial, sebab isu keadilan dan kesetaraan gender yang mendorong keluarnya perempuan ke ranah publik untuk berkarir demikian massif, telah merenggut kepemimpinan laki-laki (para suami) di dalam rumah. Akibatnya, laki-laki dan perempuan merumuskan hak dan kewajiban berdasar kepentingan dan kemaslahatan bersama, bukan berdasarkan syariat yang mulia. Inilah pemicu kuat retaknya keharmonisan dalam rumah tangga.

Atas nama kesetaraan gender, perempuan bahkan boleh menolak memberi pengasuhan kepada anak, atau menolak melayani suami. Kehidupan pernikahan pun berjalan sesuai standar kemaslahatan dan kesepakatan suami-istri, tanpa aturan agama.

Sementara itu, kehidupan laki-laki dan perempuan di luar rumah tak luput dari gempuran sekularisasi dan liberalisasi. Interaksi yang serba bebas: ikhtilat menjadi pemandangan lumrah di berbagai tempat, khalwat pun tak dipandang sebagai masalah. Ditambah, aurat dan konten pornografi dipertontonkan di media juga di jalan-jalan. Maka wajar, perselingkuhan tumbuh subur tanpa penghalang.

Mengambil ibrah dari kehidupan yang serba sekular tersebut, yakni kehidupan yang menyingkirkan agama sebagai pengatur manusia, kita harus lebih bersemangat lagi untuk mengkaji Islam sebagai pedoman dalam kehidupan pernikahan juga petunjuk dalam setiap aspek kehidupan lainnya, serta memperjuangkan kehidupan yang Islami agar tegak menjaga denyut kehidupan senantiasa harmoni. Sebab, sistem kehidupan hari ini telah nyata kegagalannya, tak layak menjadi harapan bagi lahirnya kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah. Hanya Islam satu-satunya pilihan unt mewujudkan pernikahan bahagia dunia dan akhirat. Wallahu a'lam.[]
Previous Post Next Post