Sulitnya Pembelajaran Jarak Jauh di Daerah Pinggiran

Oleh: Ummi Nissa 
(Komunitas Muslimah Rindu Syariah)

"Saya ini mengajar di sekolah yang ada di pinggiran gunung, masyarakatnya kebanyakan cuma buruh tani dengan penghasilan pas pasan. Jangankan untuk beli android dan kuota, ponsel jadul saja banyak dari mereka yang enggak punya. Dan setiap hari itu ada saja keluhan dari orang tua siswa," kata Amar Irmawan, guru Kelas IV SDN Cisalak Desa Jatisari Kecamatan Cangkuang Kabupaten Bandung, Senin (20/7/2020). Di kutip dari laman inilahkoranku.com, 21 Juli 2020. Ini adalah ungkapan dari salah seorang guru yang  menggambarkan beberapa kesulitan dalam menjalankan proses pembelajaran jarak jauh di daerah pinggiran kota.

Sistem pembelajaran jarak jauh mejadi alternatif metode pembelajaran yang telah diberlakukan selama pandemi covid 19. Metode  ini ternyata mengalami berbagai kesulitan. Banyak orang tua siswa di daerah pinggiran atau perkampungan terpencil yang mengeluh tak memiliki perangkat ponsel android, tak ada biaya sekaligus tak menguasai teknologi internet.

Untuk mengatasi hal ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung menyiapkan skema guru kunjung menjangkau siswa yang berada di wilayah-wilayah terpencil dan tidak terjangkau akses internet. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung, Juhana, dalam skema guru kunjung ini, guru bisa mendatangi langsung siswa yang berada di wilayah terpencil agar tetap bisa mendapatkan akses pendidikan. (https://prfmnews.pikiran-rakyat.com, 22 Juli 2020)

Akan tetapi dengan skema inipun muncul kendala lainnya, diantaranya,  rata-rata rumah siswa yang dikunjunginya berukuran kecil sehingga ada yang meminjam madrasah untuk melakukan kegiatan belajar mengajar. Ada juga yang manfaatkan villa sebagai tempat berkumpulnya para siswa. Skema ini membuat para guru  kerepotan. Betapa tidak, bagi  guru, apalagi  yang honorer dengan upah pas pasan itu, harus menyisihkan uang untuk membeli kuota internet. Selain biaya kuota internet, dia juga harus merogoh kocek lebih dalam untuk ongkos kunjungan ke rumah rumah siswa.

Sehingga pada praktiknya, terdapat berbagai kesulitan yang menyebabkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tidak maksimal. Patut diakui bahwa kesulitan tersebut  berasal dari berbagai aspek, diantaranya sarana dan prasarana yang kurang mendukung, misalnya tidak punya hp android, paket data yang terbatas dikarenakan faktor keuangan, kendala tidak mendapat sinyal,  keterbatasan pemahaman orangtua terhadap materi yang dipelajari siswa saat berada di rumah, masih banyak orangtua yang masih gagap teknologi, tak terkecuali kesulitan pun dirasakan oleh para guru. Padahal hubungan yang sinergis antara pelaku pendidikan baik siswa, orangtua, guru serta sarana dan prasarana pendukung merupakan faktor yang mempengaruhi terselengaranya proses pembelajaran. Semestinya pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan telah memikirkan secara matang kendala-kendala ini baik dari segi pembiayaan maupun antisipasi dari segala kemungkinan yang harus disiapkan ataupun diupayakan. Jangan sampai pandemi Covid 19 menjadi alasan tidak berjalannya proses KBM.

Kesulitan belajar jarak jauh ini sebenarnya hanya sebagian permasalahan pendidikan, dari setumpuk permasalahan pendidikan lainnya dan tidak hanya terjadi di masa wabah ini saja. Jauh sebelumnya, pendidikan di negeri ini memang sudah nampak begitu bermasalah. Ketidak jelasan visi pendidikan dan karakteristik out put yang ingin dihasilkan, hanya membuat kurikulum pendidikan sebagai sarana trial and error dan menjadikan peserta didik bagai kelinci percobaan. Kesenjangan antara pusat dan daerah pun masih menjadi persoalan.  Buruknya politik anggaran untuk pendidikan membuat gap antara pusat dan daerah selalu dalam kondisi memprihatinkan. Baik soal aksesibilitas, ketersediaan sarana prasarana pendidikan, maupun ketersediaan tenaga pendidik yang berkualitas.

Inilah buah dari penerapan sistem pendidikan kapitalis sekuler yang meminggirkan  nilai ruhiyah atau agama dalam dasar kurikulum pendidikan saat ini. Sehingga orientasi pendidikan hanya mengejar nilai-nilai ekonomi yang bersifat materi, terbukti hanya agar mampu bersaing di masa depan, dengan dalih modernisasi pemerintah memaksa untuk menjajakan teknologi di dunia pendidikan dengan bersembunyi di balik topeng Revolusi Industri 4.0 tanpa mempertimbangkan kemampuan para pelaku, pelaksana, dan konsep sistem pendidikan itu sendiri. Ini sungguh mencederai ruh pendidikan yang menjadi salah satu cikal bakal pembangun peradaban, sehingga ketika ada segolongan masyarakat yang tak mampu menjangkau modernisasi pendidikan ala RI 4.0 itu, mereka jadi tak memperoleh akses pendidikan. 

Produk generasi yang di lahirkan dari sistem pendidikan kapitalis sekuler adalah generasi pembebek, bukan generasi pemimpin karena didesain  sebagai pekerja bukan pencipta lapangan kerja.

Dengan paradigma berfikir ala pendidikan kapitalis sekuler tidak sedikit orangtua merasa cukup dalam memberikan pendidikan, ketika telah menyekolahkan anak-anaknya di lembaga pendidikan formal, pembiayaan yang dikeluarkan dianggap sebagai investasi yang diharapkan bisa kembali ketika anaknya sudah lulus sekolah dan bekerja untuk menghasilkan nilai nilai materi. Wajar ketika ada metode PJJ banyak yang mengeluh kesulitan ketika harus membimbing anaknya pembelajaran di rumah yang sejatinya merupakan bagian dari tugas serta fungsi keluarga yang seharusnya dilakukan dalam proses pendidikan anak. Sistem pendidikan seperti ini bertolak belakang dengan sistem pendidikan Islam.

Sistem pendidikan Islam ini tegak di atas asas akidah Islam yang sahih lagi kokoh. Yakni berupa keyakinan bahwa manusia, kehidupan dan alam semesta adalah ciptaan Allah Ta’ala. Dan bahwa apa yang ada sebelum kehidupan dunia, serta apa yang ada setelahnya, berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia di dunia. Yakni dalam bentuk hubungan penciptaan dan pertanggungjawaban (hisab) di hadapan Allah Swt. Akidah inilah yang menjadikan kehidupan ini tak hanya bersifat duniawi. Tapi punya dua dimensi yang satu sama lain saling menguatkan. Yakni dimensi keduniawian dan keakhiratan.

Maka dalam konteks sistem pendidikan pun, akidah ini mengarahkan visi pendidikan Islam sebagai washilah untuk melahirkan profil generasi terbaik yang paham tujuan penciptaan. Yakni sebagai hamba Allah yang berkepribadian Islam dan sebagai khalifah yang punya skill dan kecerdasan untuk pembangun dan pemimpin peradaban cemerlang.

Visi inilah yang kemudian diturunkan dalam kurikulum pendidikan Islam di setiap tingkatannya, berikut metoda pembelajarannya. Yang dalam penerapannya disupport penuh oleh negara sebagai prnyelenggara pendidikan dengan berbagai sarana dan prasarana penunjang. Termasuk para pendidik yang punya kapasitas dan kapabilitas mumpuni.
Bahkan support negara sedemikian maksimal. Hingga para guru, para ilmuwan dan peneliti diapresiasi dengan gaji dan insentif yang tinggi. Begitupun dengan para siswanya. Merekapun diberi fasilitas serba gratis, yang membuat mereka benar-benar fokus dalam tugasnya masing-masing. Baik sebagai pendidik dan arsitek generasi, maupun sebagai pembelajar yang siap berkhidmat untuk umat saatnya nanti.

Kondisi ideal ini sangat niscaya. Karena sistem pendidikan Islam didukung oleh sistem-sistem lain yang menjamin tercapainya visi pendidikan. Yang utama adalah penerapan sistem politik Islam, yang menetapkan bahwa negara adalah penguasa, pengurus, dan penjaga umat. Negara berkewajiban mengatur segala aspek yang berkaitan dengan sistem pendidikan yang diterapkan, bukan hanya permasalahan kurikulum, metode pengajaran, sarana dan prasarana pendukung, tapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Sebagaimana sabda Rosulullah Saw :
" Seorang imam (Khalifah/kepala negara) adaah pemelihara dan pengatur urusanrakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya"(HR. Bukhari dan Musim).

Negara Islam seperti inilah yang akan menerapkan seluruh aturan Islam secara kaffah (menyeluruh), yang dipastikan akan mensupport penuh sistem pendidikan Islam. Support sistem pun datang dari penerapan sistem lainnya, seperti sistem ekonomi islam, sistem sosial islam, sistem informasi dan kemedia-masaan islam, serta sistem sanksi islam yang menjamin tujuan pendidikan terealisasi dengan maksimal. Sehingga institusi pendidikan, negara, keluarga, dan masyarakat berjalan beriringan dalam mewujudkan dan menjaga generasi cemerlang. Sistem pendidikan sepeti ini hanya lahir dari sistem yang mumpuni yakni sistem Khilafah Islamiyah.
Wallahu 'alam bis shawab
Previous Post Next Post