PERNIKAHAN DIGELAR DI MASA PANDEMI, SUDAH SESUAIKAH?

OLEH : ELIN NURLINA

Masa pandemi yang diakibatkan virus covid-19 memang belumlah berakhir. Namun keputusan pemerintah khususnya di kabupaten Bandung telah memasuki masa adaptasi kebiasaan baru (AKB) atau new normal. Berbagai kegiatan masyarakat pun mulai banyak digelar, termasuk resepsi pernikahan sudah mulai diberi izin meski harus mengikuti protokol kesehatan ketat.

Sebagaimana kabar yang dilansir dari PR tertanggal 23 juli 2020, Untuk memperkenalkan prosedurnya, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Bandung menggelar simulasi resepsi dengan protokol Covid-19 di Grand Ballroom La Gardena Kopo Square pada Kamis 23 Juli 2020. Menurut Kepala Disparbud Kabupaten Bandung Yosep Nugraha, kegiatan itu diinisiasi asosiasi penyelenggara pernikahan atau WO untuk menampung banyaknya permintaan warga selepas Hari Raya Idul Adha 1441 Hijriyah.

Menyikapi hal itu, Kadisparbud memberikan izin bagi masyarakat yang berniat melaksanakan resepsi pernikahan di masa new norma,l namun  harus mengikuti beberapa syarat protocol kesehatan yang ketat, seperti memakai masker, menyiapkan handsanitizer, serta tamu undangan tidak diperbolehkan mengambil makanan sendiri tetapi harus disajikan tim WO di meja tamu. Dan Ketika tamu datang mesti cuci tangan terlebih dahulu, cek suhu, langsung ditanya nama, tidak boleh salaman, duduk ditempat yang sudah siap makananya, kemudian sebelum pulang clean up dulu. Selanjutnya, resepsi pernikahan di rumah hanya dibatasi untuk 200 orang tamu. Sedangkan jika resepsi digelar di gedung, maka hanya diperbolehkan dihadiri melebihi 200 orang, namun tetap dibatasi sampai 50 persen dari kapasitas gedung tersebut. Kemudian, jam kedatangan tamu undangan ke resepsi pernikahan pun mesti diatur guna menghindari penumpukan orang dalam satu waktu. Pemkab Bandung juga membolehkan dalam acara resepsi pernikahan adanya hiburan dengan catatan tidak berjogetan dan Tidak standing party.

Menikah merupakan salah satu ibadah, di dalamnya begitu banyak keutamaan yang akan didapat oleh kita, dimana akan berbeda keutamannya yang didapat sebelum menikah. Menikah  juga salah satu bentuk penyempurnaaan separuh agama. 

Sebagaimana telah dijelaskan oleh  Syaikh al-Albani dalam Kitab Ash – Shahiihah (no. 625) :
“ Jika seorang hamba menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya; oleh karena itu hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk separuh yang tersisa.”

Seperti yang sudah dijelaskan hadist di atas dengan menikah maka seorang hamba telah menyempurnakan separuh agamanya.

Menikah merupakan sarana penyatuan. Bukan di agama islam saja, setiap agama pun menjadikan pernikahan sebagai sarana menyatukan antara dua orang perempuan dan laki-laki.  Dalam islam sendiri, pernikahan sejatinya adalah salah satu Sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang patut kita ikuti. Bahkan Rasulullah mengancam siapa saja yang tidak mengikutnyai tidak akan diakui bagian dari umatnya.

Bila kita melihat adat kebiasan yang pada umumnya di era saat ini, dari pra nikah sampai hari H-nya acap kali kita temukan aktivitas yang melanggar syariat yang telah digariskan oleh islam. Padahal sejatinya, pernikahan bagi seorang muslim adalah sebagai bentuk ketakwaan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam menjalankan perintah-Nya. Sebagaimana firman Allah :
“ Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur : 32)

Maka sudah sepatutnyalah konsep pernikahan bagi seorang muslim wajib mengikuti aturan yang telah di perintahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan yang telah pula di contohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Konsep menuju pernikahan dan pada saat hari pernikahan ada aturannya yang telah di gariskan oleh islam, baik mau pada saat pandemic maupun tidak maka aturan tetaplah berlaku. Hal ini dilakukan agar tidak merusak tujuan dari pernikahan itu sendiri sebab menikah itu ibadah. 

Namun konsep pernikahan Yang di gelar secara syar’I saat ini acap kali dianggap hal yang aneh dan asing dikalangan masyarakat terutama dikalangan umat islam itu sendiri. Tidak modern lah, tidak “galib” lah, kaku dan sebagainya. Seperti  halnya pengantin laki-laki dan perempuan dipisah, tida ikhtilat atau tidak campur baur antara tamu undangan laki-laki dan perempuan, masih jarang dilakukan di tengah-tengah masyarakat. Begitu juga tidak boleh tabarruj, kalau pun mau ada hiburan, hiburannya yang islami seperti nasyid, makan juga harus sambil duduk, dll. Maka tak aneh bila dari persepsi psikologis,sesuatu yang belum di kenal secara utuh biasanya persepsinya negatif. Saya alami sendiri , ketika mengajukan konsep pernikahan syar’I kepada orang tua, yang jadi pertimbangan orang tua yang paling utama adalah “apa kata orang nanti ?”. Padahal seharusnya ketika konsep pernikahan tak syar’I di jalankan yang jadi pertimbangan adalah “Apa kata Allah nanti ?’’. Secara, acara pernikahan itu akan menjadi dasar selanjutnya untuk bisa menuju keluarga “SaMaRa”, maka sudah seharusnya sejak awal sesuai dengan koridor islam. 

Melihat fakta yang terjadi saat ini, sebagian pemahaman masyarakat sudah banyak yang teracuni pemikiran sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan), juga adat istiadat sering di jadikan sumber hukum. Dalam pertimbangannya bukan halal atau haram lagi tapi lebih ke sikap pernikahan adalah sekali seumur hidup, maka mau itu mengadakan resepsi megah-megahan, mau ada hiburan dangdutan, joget-jogetan, mau ikhtilat, tabaruj, standing party dll, baginya selama tidak merugikan orang lain, selama tidak bertentangan dengan adat kebiasaan masyarakat umum, hal itu sah –sah saja dilakukan karena itu adalah hak asasi manusia.

Oleh karena itu, ajaran islam mesti dibiasakan dalam kehidupan masyarakat khususnya  tentang konsep pernikahan syar’i. Agar tujuan dari pernikahan bernilah ibadah dan di ridhoi Allah. Hal ini tentunya didorong dari individu itu sendiri serta perlu dukungan dari masyarakat dan Negara juga.
Wallohu’alam bishowwab.
Previous Post Next Post