MINIM EMPATI DI TENGAH WABAH

By : Tri Yuliani
Ibu Rumah Tangga

Di tengah kondisi bangsa yang masih belum pulih dari wabah Covid-19, namun sejumlah pejabat sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT PNM (Permodalan Nasional Madani) justru mengadakan kegiatan kumpulan di Green Hill Park Ciwidey, Kabupaten Bandung pada tanggal 11 Juli 2020 yang lalu. Bahkan sejumlah Kepala Cabang di wilayah Jawa Barat, seperti Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, Subang, Cirebon, Bandung dan daerah lainnya ikut serta memeriahkan aksi pelesiran tersebut (pikiranrakyat.com) Hal ini tentunya berisiko tinggi sebab Provinsi Jawa Barat (Jabar) belum lama ini telah mencatatkan kasus Covid-19 terbesar yang berasal dari klaster Secapa AD Bandung. Di sisi lain kondisi keuangan PT PNM juga kurang menguntungkan karena  harus segera mendapatkan suntikan pendanaan dari negara senilai Rp 1,5 triliun setidaknya hingga September 2020. Hal ini terjadi karena permodalan perusahaan mulai seret seiring dengan perusahaan masih harus tetap menyalurkan pembiayaan kepada debiturnya. Masalah yang sama pernah terjadi pada bulan Maret yang lalu dimana ada dua direksi PDAM Cianjur dan tiga stafnya malah pelesiran ke Eropa, walaupun tujuan awalnya mau berangkat umroh tapi lantaran akses ke Arab Saudi ditutup jadi mengalihkan tujuan ke Eropa. 

Tentu sangat miris melihat tingkah pola pejabat di negeri ini karena apa yang mereka lakukan tidak menunjukkan rasa empati di tengah kondisi rakyat yang semakin sulit. Dan kurangnya rasa empati juga ditunjukkan oleh penguasa saat ini dengan terus menerus meneror rakyat melalui pemalakan secara sistematis. Bagi yang berstatus pegawai dipaksa untuk menyerahkan hampir 9% dari gaji rutinnya atas nama iuran BPJS Kesehatan, Ketenagakerjaan, Jaminan Hari Tua dan kini harus bersiap dengan iuran Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat).  Kebijakan ini jelas menunjukkan pemerintah berlepas tangan dalam menjamin layanan kesehatan bahkan merestui kenaikan premi BPJS saat rakyat sedang merana akibat virus Corona.  Di tengah gelombang PHK dan ketidakpastian ekonomi, beban rakyat makin bertambah karena negara gagal memberi solusi pada melambungnya harga bahan pangan, BBM, tarif dasar listrik, air, biaya transportasi dan telekomunikasi.
  
Yang berpenghasilan tetap saja kesulitan apalagi rakyat yang bergantung pada pendapatan harian. Absennya negara dalam menjamin pangan rakyat selama masa pembatasan malah tanpa empati terus mencari celah agar kebijakan memalak rakyat mendapat legitimasi.  Adalah kezaliman nyata jika wabah Covid-19 tidak diatasi dengan kebijakan yang tepat dan sigap untuk memutus rantai sebaran virus.  Dan kezaliman itu semakin berlipat ganda dengan membiarkan kenaikan beragam layanan publik yang mengakibatkan rakyat bertambah sengsara.

Hal yang demikian  lumrah terjadi karena negara saat ini diposisikan sebagai regulator dan menempatkan swasta (termasuk asing) sebagai operator untuk memenuhi hajat hidup publik, yang kemudian dijadikan rumusan terbaik pengelolaan negara lalu dikesankan demi layanan prima untuk kepentingan rakyat.  Klaim pengelolaan oleh swasta lebih professional adalah menyesatkan, dimana negara hanya membuat aturan main (regulasi) dan bisa mendapatkan bagi keuntungan atas pengelolaan kebutuhan rakyat oleh operator.  Hasilnya layanan publik berupa air, listrik, BBM, layanan telekomunikasi dll dijual dengan harga yang mencekik, karena rakyat harus membeli berapapun harga yang ditetapkan operator.  Kesalahan cara pengelolaan negara ini akibat diadopsinya sistem kapitalisme dan pemberlakuan pemerintahan demokrasi yang lahir dari rahim sekularisme juga pengagungan liberalisme sehingga persoalan demi persoalan terus muncul.

Berbeda ketika kita hidup dalam naungan sistem Islam, dimana umat akan mendapatkan kesejahteraan karena negara menjamin rakyat bisa mengakses semua hajat hidupnya secara layak termasuk menyediakan pendidikan dan kesehatan dengan kualitas prima.  Negara juga memastikan pangan termasuk air, perumahan dan energi bisa dinikmati dengan biaya sangat rendah.  Karena itu semua adalah harta umum dimana negara mendapatkan amanah untuk mengelolanya dan manfaatnya dikembalikan kepada rakyat atau negara akan memberikan subsidi agar rakyat bisa menjangkaunya.
  
Kebijakan negara dalam kondisi wabah dengan memberikan sokongan penuh terhadap kebutuhan pangan dan layanan kesehatan rakyat. Khilafah Islamiyah akan dipimpin oleh sosok amanah yang berkepribadian Islam dan memiliki kepemimpinan inovatif dan inilah sosok yang sangat dibutuhkan saat ini.  Seorang khalifah sangat memperhatikan sains sebagai pertimbangan kebijakan serta memiliki kepekaan yang tinggi hingga berempati terhadap kesulitan rakyat.

Sebagaimana sosok Khalifah Umar bin al-Khaththab yang membuat kebijakan khusus melonggarkan kewajiban rakyat di masa wabah. Beliau adalah sosok pemimpin yang dalam landasan pengambilan keputusannya dituntun oleh syariat dan pemimpin dengan tanggung jawab riayah (pelayanan) serta pemimpin yang memberi hidayah (petunjuk, jalan keluar). WalLahu a’lam bi ash-shawab 
Previous Post Next Post