Guru Sejahtera Dalam Islam

Oleh : Norma Rahman, S.Pi 
(Guru SMKN 1 Pomalaa, Kolaka)

Dilansir dalam Media Indonesia.com. Ikatan Guru Indonesia (IGI) memprotes langkah pemerintah yang memotong tunjangan guru hingga Rp3,3 triliun lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020. Dalam lampiran Perpres Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, tunjangan guru setidaknya dipotong pada tiga komponen yakni tunjangan profesi guru PNS daerah dari yang semula Rp53,8 triliun menjadi Rp50,8 triliun, kemudian penghasilan guru PNS daerah dipotong dari semula Rp 698,3 triliun menjadi Rp 454,2 triliun.

Selain pada tunjangan guru, pemotongan anggaran di sektor pendidikan juga dilakukan pemerintah terhadap dana Bantuan operasional Sekolah (BOS), bantuan operasional penyelenggaraan PAUD, bantuan operasional pendidikan kesetaraan, serta bantuan operasional museum dan taman budaya. Dana BOS dipotong dari semula Rp54,3 triliun menjadi Rp53,4 triliun, bantuan operasional penyelenggaraan (BOP) PAUD dipotong dari Rp4,475 triliun menjadi Rp4,014 triliun, lalu bantuan operasional pendidikan kesetaraan dipotong dari Rp1,477 triliun menjadi Rp1,195 triliun. Di sisi lain, anggaran Kemdikbud yang lebih dari Rp70,7 triliun tidak banyak berubah.  Yang menjadi masalah adalah pasal 6 poin b. Tunjangan guru dalam Satuan Pendidikan Kerja sama (SPK) disetop. Melansir detik (21/07/2020), Forum Komunikasi Satuan Pendidikan Kerja Sama Indonesia mengadu ke DPR.

Hasil rapat dengar pendapat menghasilkan beberapa keputusan, di antaranya Komisi X DPR RI mendesak Kemendikbud RI meninjau ulang Persekjen Kemendikbud RI No. 6/2020 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Penyaluran Tunjangan Profesi dan Tunjangan Khusus Bagi Guru Bukan PNS serta Peraturan Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud No. 5745/B.B1.3/HK/2019.

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menilai penghentian tunjangan guru di SPK mengganggu rasa keadilan terhadap profesi guru. Ketua Umum PGRI, Unifah Rosyidi, mengatakan tunjangan guru adalah hak semua guru.Menurutnya, jika guru tak mendapat tunjangan lantaran belum memenuhi syarat pemberian tunjangan, semestinya diberitahu hal apa yang belum dipenuhi, bukan langsung menghentikannya.

Ketua Forum Komunikasi Guru SPK Indonesia, Mochammad Cholid Riza mengatakan guru di SPK bukan hanya berasal dari sekolah internasional, tapi sekolah swasta biasa yang gajinya biasa-biasa saja. Keluhan ini dianggap mewakili para guru SPK. Anggapan bahwa guru SPK sudah sejahtera karena mengajar di sekolah internasional disebut menjadi alasan terbitnya aturan ini. Padahal, faktanya ada guru SPK yang gajinya di bawah UMP.

Sejak virus covid-19 mewabah di indonesia, dampak buruk bukan hanya dialami oleh masyarakat menengah bawah seperti pedagang kaki lima, dan parah buruh, tapi masyarakat menengah atas sekitar aktor ternama hingga Negara sekalipun turut merasakan dampaknya.  Selain sektor ekonomi yang terus menunjukkan penurunan, sektor pendidikan pin turut serta merasakan dampaknya.

Keputusan pemerintah untuk melakukan pembelajaran dari rumah selama pandemi ternyata tidak bisa menjadi solusi, namun justru menimbulkan banyak masalah baru.  Selain pembelajaran yang kaku, dukungan sarana dan prasarana yang juga tidak  memadai membuat penyelenggaraan “pendidikan” ditengah wabah menjadi hal yang terasa begitu memberatkan.

Baik bagi para siswa, orang tua, maupun pihak pendidik dan sekolah. Bahkan dalam penerapan sisten secara keseluruhan, pendidikan telah kehilangan sisi strategis sebagai salah satu pilar pembangun peradaban. Dalam sistem kapitalis sekuler ini, pendidikan hanya ditempatkan sekedar sebagai jalan untuk memperoleh label lulus dan memiliki ijazah untuk masuk kedunia kerja. Alias hanya untuk memenuhi pasar industri milik para kapitalis. Maka wajar jika pemerintah lebih memilih memngkas dana sektor pendidikan untuk penanganan wabah covid -19.  Ini menunjukkan betapa rendahnya keberpihakan pemerintah pada dunia pendidikan

Islam Solusi Sistemik
Dalam Islam, pendidikan adalah modal dasar membangun sebuah peradaban. Tanpanya, bagaimana mau menghasilkan generasi cemerlang?Pendidikan adalah kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Dari pandangan ini, negara Khilafah akan menyokong dan mendukung fasilitas dan sarana prasarana yang dibutuhkan satuan pendidikan. Posisi guru dalam sistem islam adalah sebagai aparatur negara (muwazif daulah). Tidak ada perbedaan status PNS dan honorer semua guru dimuliakan dalam sistem Islam karena perannya yang begitu strategis. Sistem pendidikan Islam sangat memuliakan profesi guru. Kesejahteraan guru sangat di perhatikan. 

Sistem pendidikan formal yang diselenggarakan negara Khilafah memperoleh sumber pembiayaan pendidikan dari negara (baitulmal). Di masa Khalifah Umar bin Khaththab, sumber pembiayaan pendidikan berasal dari jizyah, kharaj, dan usyur.

Merujuk artikel KH. Shiddiq Al Jawi berjudul “Pembiayaan Pendidikan dalam Islam“,  disebutkan ada dua sumber pendapatan baitulmal yang dapat digunakan membiayai pendidikan, yaitu: (1) pos fai` dan kharaj –yang merupakan kepemilikan negara– seperti ghanimah, khumus (seperlima harta rampasan perang), jizyah, dan dharibah (pajak); (2) pos kepemilikan umum, seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan).

Jika dua sumber pendapatan itu ternyata tidak mencukupi dan dikhawatirkan akan timbul efek negatif (dharar) jika terjadi penundaan pembiayaannya, maka negara wajib mencukupinya dengan segera dengan cara berutang (qardh). Utang ini kemudian dilunasi negara dengan dana dari dharibah (pajak) yang dipungut dari kaum muslimin.
Biaya pendidikan dari baitulmal itu secara garis besar dibelanjakan untuk dua kepentingan. Pertama, membayar gaji segala pihak yang terkait pelayanan pendidikan, seperti guru, dosen, karyawan, dan lain-lain. Kedua, membiayai segala macam sarana dan prasana pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya. Sekadar diketahui, gaji guru di masa Khalifah Umar bin Khaththab sangat besar nilainya. Gajinya sebesar 15 dinar / bulan atau sekitar Rp 36.350.250,- (1 dinar = 4,25 gram emas. Dan jika 1 gram =  Rp 570.200,-.) Selain itu, di zaman Shalahuddin al Ayyubi, gaji guru di dua madrasah yaitu Madrasah Suyufiah dan Madarasah Shalahiyyah berkisar antara 11 dinar sampai dengan 40 dinar.  Artinya gaji guru bila dikurs dengan nilai saat ini adalah Rp 26.656.850,- sampai Rp 96.934.000,- 

Pemberian gaji ini tak memandang status pegawai negeri atau bukan, bersertifikasi atau tidak. Semua yang berprofesi guru akan diberi hak yang sama. Tak heran bila di masa Khilafah, lahir generasi cerdas dan mulia sebab didukung sistem politik ekonomi yang memberi jaminan kesejahteraan; sistem sosial yang membentuk manusia bertakwa, yakni guru saleh dan salihah; serta sistem pendidikan yang menunjang segala kebutuhan dunia pendidikan.

Menciptakan kesejahteraan bagi guru bukanlah hal mustahil bagi negara Khilafah. Pendidikan gratis di negara Khilafah bukan sesuatu yang utopis. Yang menjadi masalah pendidikan saat ini bukanlah potensi pembiayaannya yang tidak ada, tapi tata kelola negara yang salah. Mahalnya biaya pendidikan bukan karena tidak ada sumber pembiayaan, melainkan karena sistem negara yang korup dan rusak. Oleh karenanya, sudah saatnya sistem negara ini ditata ulang dengan penerapan syariat Islam secara kafah dalam negara Khilafah. Wallahu a’lam. 
Previous Post Next Post