Haruskah New Normal Life di Tengah Pandemi Covid-19?



Oleh : Shafiya
Pemerhati Sosial

Gagasan New Normal Life kembali digaungkan di tengah pandemi Covid-19 yang semakin meluas dan menginfeksi jutaan orang di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Presiden Joko Widodo mengajak masyarakat untuk dapat hidup berdamai dengan Covid-19. Akibat pandemi ini, masyarakat dunia terpaksa harus  tinggal di rumah. Bekerja, sekolah, hingga beribadah juga harus dilakukan di rumah. Terkecuali bagi mereka yang memang harus beraktivitas di luar rumah. 

Perubahan ekstrem ini telah memberi efek yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat di berbagai sektor. Sejak virus corona baru, SARS-CoV-2 yang mewabah dari China terus menyebar, hingga kini obat maupun vaksin untuk Covid-19 masih terus  dikaji dan dikembangkan.

Vaksin yang menjadi satu-satunya senjata ampuh yang digunakan untuk menghentikan penyebaran virus, hingga saat ini belum juga ditemukan, akan tetapi sejumlah ilmuwan dunia masih terus berupaya untuk menyempurnakan pengembangannya dalam penemuan obat dan vaksin Covid-19.

 Berkutat di dalam rumah dengan mengalihkan seluruh aktivitas luar rumah ke dalam rumah, memiliki pengaruh yang besar bagi kehidupan masyarakat. Salah satu aktivitas bekerja yang mempengaruhi dan melumpuhkan sektor penggerak roda perekonomian.

Perekonomian dunia mulai terguncang, sehingga membuat sejumlah negara mulai melonggarkan kebijakan terkait mobilitas warganya. Seperti mencabut kebijakan lockdown, walaupun virus SARS-CoV-2, penyebab Covid-19 masih terus menyebar dan mengancam. 

Keadaan  ini pada akhirnya mengantarkan pada dicetuskannya konsep New Normal Life, yang secara bertahap mulai diterapkan.

Dilansir oleh Kompas.com, Rabu (20/5/2020), Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmita, mengatakan, new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal. Namun, perubahan ini ditambah dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19, (compas.com, 26/05/2020)

Kini pemerintah menerbitkan protokol baru dalam lingkungan pekerjaan ketika sudah masuk bekerja. Perusahaan diminta mengatur jarak antarpekerja minimal satu meter.

Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/MENKES/335/2020 tentang Protokol Pencegahan Penularan Corona Virus Disease (COVID-19) di Tempat Kerja Sektor Jasa dan Perdagangan (Area Publik) dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha.
Perusahaan diwajibkan membatasi jarak pekerjanya minimal satu meter. Penerapan batasan jarak itu dilakukan baik di titik tempat bekerja maupun di bagian lainnya.

Dilansir oleh detiknews.com, 25/05/2020, bahwa "Melakukan pembatasan jarak fisik minimal 1 meter: 1) Memberikan tanda khusus yang ditempatkan di lantai area padat pekerja seperti ruang ganti, lift, dan area lain sebagai pembatas jarak antar pekerja. 2) Pengaturan jumlah pekerja yang masuk agar memudahkan penerapan menjaga jarak. 3) Pengaturan meja kerja, tempat duduk dengan jarak minimal 1 meter," tulis dalam surat edaran tersebut.

Begitu juga bagi perusahaan ritel yang wajib memakai pembatas di kasir untuk memberikan jarak dengan konsumen. Pembeli juga diharapkan menggunakan pembayaran nontunai.

"Melakukan upaya meminimalkan kontak dengan pelanggan: 1) Menggunakan pembatas (partisi)  misalnya flexy glass  di meja atau counter  sebagai perlindungan tambahan untuk pekerja (kasir, customer service , dan lain-lain). 2) Mendorong penggunaan metode pembayaran nontunai (tanpa kontak dan tanpa alat bersama)," lanjut edaran tersebut, (detiknews.com, 25/05/2020)

Pemerintah juga mulai melonggarkan aktivitas sosial serta ekonomi dan bersiap kembali beraktivitas dengan skenario new normal. Pemerintah mulai gencar mewacanakan ini dan mulai menerapkannya pada lingkungan kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Dilansir oleh cnbcindonesia.com, 25/05/2020, sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Dwi Wahyu Atmaji, mengatakan skenario ini merupakan pedoman yang disiapkan agar PNS dapat bekerja optimal selama vaksin Corona belum ditemukan. Ia mengatakan, waktu penerapan skenario kerja 'new normal' ini akan bergantung pada arahan dari Gugus Tugas Covid-19.

"Ya kita harus realistis saja bahwa Corona ini belum ada obat/vaksin, jadi harus tetap waspada," ujar Wahyu seperti dikutip dari detikcom, Minggu (24/5/2020).

Wahyu juga menambahkan ada tiga komponen yang diatur dalam skenario new normal. Pertama, skenario ini akan menerapkan sistem kerja yang lebih fleksibel (flexible working arrangement) yang membuat ASN bisa bekerja dari kantor, rumah, atau tempat lain.
Kedua, skenario ini juga mewajibkan penerapan protokol kesehatan, seperti jaga jarak, pemakaian masker dan cuci tangan untuk mencegah penularan virus selama bekerja. Skema ini, jelas Wahyu, tentunya akan diiringi dengan penyesuaian sarana dan ruang kerja.
Ketiga, percepatan dan perluasan penerapan teknologi informasi dan komunikasi juga harus dilakukan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik, misalnya melalui e-office, digital signature, dan rapat lewat video conference.

Meski demikian PAN-RB masih mengkaji siapa saja dan berapa batasan usia pegawai yang diperbolehkan untuk beraktivitas kembali.

"Persisnya tentu menunggu perkembangan keadaan dan keputusan dari Gugus Tugas," tuturnya, (cnbcindonesia.com, 25/05/2020)

Ide New Normal Life merupakan dambaan dan ditunggu oleh setiap masyarakat setelah beberapa bulan terkungkung dalam selimut pandemi Covid-19 yang mengharuskan semua atau sebagian besar aktivitas dilakukan di rumah. Anggota Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Johan Singandaru, menyebut kondisi new normal ditunggu betul oleh pedagang kecil, UMKM, dan para pengusaha di DKI Jakarta serta wilayah penyangga. Banyak yang mengharapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dipungkasi pada Juni 2020.

"Bulan Juni bulan bekerja kembali dengan memenuhi protokol kesehatan. Saya setuju dengan hal itu. Sebab, kondisi usaha saat ini tengah mengalami penurunan tajam sampai dengan 50 persen lebih. Akibat daya beli masyarakat yang drop sehingga industri menurunkan produksinya," terang Johan, belum lama ini. (www.wartaekonomi.co.id, 24/05/2020)

New Normal Life menuai reaksi beragam di kalangan masyarakat. Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Dr Hermawan Saputra, mengkritik persiapan pemerintah menjalankan kehidupan new normal.  Menurut Hermawan belum saatnya, karena temuan kasus baru terus meningkat dari hari ke hari.

Dilansir oleh merdeka.com, 25/05/2020, Hermawan mengatakan bahwa, "Saya kira baru tepat membicarakan new normal ini sekitar minggu ketiga/empat Juni nanti maupun awal Juli. Nah, sekarang ini terlalu gegabah kalau kita bahas dan memutuskan segera new normal itu," ujar Hermawan saat dihubungi merdeka.com, Senin (25/5).

Terlalu dini menerapkan new normal ini. Wacana new normal ini membuat persepsi masyarakat seolah-olah telah melewati puncak pandemi Covid-19,  tetapi kenyataannya,  belum dan masih  perlu persiapan-persiapan dalam menyongsong new normal tersebut.

Ada empat syarat dalam menghadapi new normal, yaitu: Pertama, harus sudah terjadi perlambatan kasus. Kedua, sudah dilakukan optimalisasi PSBB.
Ketiga, masyarakatnya sudah lebih memawas diri dan meningkatkan daya tahan tubuh masing-masing. Keempat, pemerintah sudah betul-betul memperhatikan infrastruktur pendukung untuk new normal.
Rasanya hal ini belum berlangsung dan belum terjadi, tutur Hermawan. (merdeka.com, 25/05/2020)

“New Normal Life”, Tren Global

Diumumkan Presiden Joko Widodo (7/5/2020), melalui akun resmi media sosial Twitter @jokowi, dinyatakan, “Sampai ditemukannya vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan.”

Maksud itu dipertegas deputi bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, “Ya, artinya jangan kita menyerah, hidup berdamai itu penyesuaian baru dalam kehidupan. Ke sananya yang disebut “the new normal”. Tatanan kehidupan baru.”

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang mengadopsi konsep “new normal”. PBB telah mencanangkan konsep “new normal” sebagai formula dan peta jalan bagi solusi persoalan dunia hari ini.

Dilansir oleh Africa Renewal melalui artikel tertanggal 27 April 2020 bertajuk “A New Normal: UN lays out roadmap to lift economies and save jobs after Covid-19” (New Normal: Peta jalan yang diletakkan PBB bagi peningkatan ekonomi dan penyelamatan lapangan pekerjaan setelah Covid-19).
Dinyatakan, “Kondisi ‘normal yang dulu’ tidak akan pernah kembali, sehingga pemerintah harus bertindak menciptakan ekonomi baru dan lapangan pekerjaan yang lebih banyak.”

Bahkan, “new normal” telah ditetapkan PBB sebagai kerangka kerja dunia, dan dipromosikan untuk suatu kehidupan baru yang lebih baik.

Sebagaimana dinyatakan sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutteres.

“Kerangka kerja PBB menanggapi langsung persoalan sosial-ekonomi akibat Covid-19: Tanggung jawab bersama, solidaritas global, dan tindakan mendesak bagi orang-orang yang membutuhkan, mengimbau agar melindungi pekerjaan, bisnis, dan mata pencaharian untuk menggerakkan pemulihan masyarakat dan ekonomi yang aman sesegera mungkin secara berkelanjutan, setara gender, dan netral karbon –yang lebih baik daripada “normal yang dulu”1.” (muslimahnews.com, 26/05/2020)



Apabila dicermati, solusi atas persoalan hari ini, yaitu “new normal” atau berdamai dengan covid-19 yang telah disuguhkan oleh sistem kapitalisme, yang diadopsi negeri ini sebagai kebijakan, merupakan sebuah ilusi belaka. Telah tampak tujuan dari konsep tersebut adalah untuk menciptakan dan menormalkan kembali ekonomi dan tatanan hidup baru setelah mengalami kelumpuhan akibat dampak Covid-19. 

Sistem kapitalisme sekularisme memiliki sifat yang bernuansa nilai materi dan mengedepankan kepentingan ekonomi dan korporasi. Tentu ini mengkhawatirkan. Sebab bukannya kebangkitan ekonomi, tetapi justru wabah gelombang kedua mengintai di depan mata. Sungguh mengkhawatirkan.

Perlu diperhatikan juga, bahwa New Normal Life, atau berdamai dengan Covid-19, sejatinya sama dengan herd immunity. Herd immunity adalah upaya menghentikan laju penyebaran virus dengan cara membiarkan imunitas alami tubuh. Sehingga, daya tahan atau imunitas diharapkan akan muncul dan virus akan reda dengan sendirinya.

Pada konsep ini berlaku seleksi alam, yang kuat bertahan dan lemah akan mati, rakyat berperang sampai mati. Konsep ini telah ditolak oleh rakyat dengan alasan  bukan solusi pandemi Corona. Jika ini diberlakukan maka sungguh sangat mengkhawatirkan.

Roadmap Sistem Islam Tangani Pandemi

Allah Swt. berfirman:

مَن قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ
 فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

“… Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.” (QS. al-Maidah [5] : 32)

Islam adalah agama sempurna dan satu-satunya aturan yan benar, yang mengatur segala problematika hidup. Tak terkecuali masalah pandemi. Mengacu pada sirah, negara Islam juga pernah menghadapi wabah yang cukup ganas . Negara mengambil solusi dengan aturan yang berasal dari Al-Qur’an, yakni tuntunan Islam dalam menghadapi wabah.
Kebijakan itu antara lain adalah;

Negara menelusuri wilayah sumber kemunculan virus ini. Kemudian menutup segala akses yang bisa membuat penyebaran penyakit meluas (lockdown). Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
«إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ»

“Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, maka janganlah keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri.” (HR. Bukhari)

Negara berkewajiban untuk melayani rakyat, sebagaimana Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibn Umar ra., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: 

“Seorang imam yang berkuasa atas masyarakat bagaikan penggembala dan dia bertanggung jawab atas gembalaannya (rakyatnya).”

“Siapa saja yang dijadikan Allah mengurusi suatu urusan kaum muslimin lalu ia tidak peduli akan kebutuhan, keperluan, dan kemiskinan mereka, maka Allah tidak peduli akan kebutuhan, keperluan, dan kemiskinannya.”

Sejatinya memang negara mesti memprioritaskan urusan pengayoman terhadap kehidupanku rakyat. Sebab itulah cerminan dari posisinya sebagai raa’in dan junnah. Tidak boleh negara mengambil kebijakan yang mengabaikan nasib rakyat.

Dalam keadaan apapun keselamatan rakyat senantiasa akan menjadi pertimbangan utama negara.

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ 
قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan disahihkan al-Albani)

Dengan demikian, dapat dikatakan, bahwa negara bertanggung jawab atas :
1. Menjamin pelayanan kesehatan berupa pengobaan dan obat secara gratis untuk seluruh rakyat. 
2. Mendirikan rumah sakit beserta laboratorium pengecekan dan pengobatan.
3. Menjamin ketersediaan alat pelindung diri (APD) yang memenuhi standar kesehatan untuk para tenaga medis.
4. Menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi warga yang terisolir agar tak terjadi panic buying (pembelian berlebihan akibat panik).
5. Menjaga akidah umat agar keimanan dan ketakwaan masyarakat tetap terwujud.
6. Memberikan edukasi dan informasi yang benar terkait virus ini pada masyarakat agar tak dianggap remeh. (Muslimahtimes.com, 25/5/2020)

Demikianlah konsep utama roadmap penanganan wabah di dalam Islam. Bahwa menjaga satu nyawa itu begitu berharga. Jangan menunda atau bahkan menunggu hingga angka sekian dan sekian.

Khilafah menangani pandemi berdasarkan ajaran Nabi ﷺ. Khilafah menerapkan karantina wilayah (lockdown) bagi kawasan zona merah. Melakukan proses isolasi serta pengobatan dan perawatan terbaik bagi yang sakit, sampai mereka sembuh. Serta menjamin warga yang sehat agar tetap sehat dan jangan sampai terinfeksi wabah.

Aturan Islam melalui sistem khilafah akan berupaya sekuat mungkin agar angka korban tak bertambah. Karena bagi khilafah, satu saja sumber daya manusia yang menjadi warganya, adalah aset yang harus dipertanggungjawabkan pengurusannya oleh penguasa di hadapan Allah Swt. di akhirat kelak.

Wallahu a’lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post