Mudik Dilarang, Tapi Moda Transportasi Beroperasi Kembali

Oleh: Fika Anjelina 
(Member Akademi Menulis Kreatif dan Aktivis Islam)

Hari demi hari, jumlah kasus positif Covid-19 semakin bertambah. Kini ada 13.112 kasus positif Covid-19 di Indonesia. Dalam sehari terjadi peningkatan 336 kasus baru. Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, dalam siaran langsung akun YouTube BNPB Indonesia, Jumat (8/5/2020) sore.  

Pemerintah pusat dan daerah mulai menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) untuk mengurangi penyebaran Covid-19. Kriteria wilayah yang menerapkan PSBB adalah memiliki peningkatan jumlah kasus dan kematian akibat penyakit Covid-19 secara signifikan dan cepat serta memiliki kaitan epidemiologi dengan kejadian serupa di wilayah lain. Diawali di daerah ibukota Jakarta, Jawa Barat dan dilanjutkan di kota-kota besar lainnya yang terdapat kasus Covid-19.

Di sisi lain, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memutuskan untuk membuka akses layanan seluruh moda transportasi umum mulai besok , Kamis (7/5/2020). “Mulai besok 7 Mei, pesawat segala macam boleh mengangkut orang-orang khusus. Tapi tidak boleh mudik.” Jelas dia saat rapat virtual mengenai Antisipasi Mudik Lebaran 2020 dengan Komisi V DPR RI. (tIrto.id, 6/5/2020)

Dilansir oleh Tempo.com, Tim Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 menyusul dibukanya kembali operasional trasportasi umum untuk angkutan penumpang komersial. Beleid ini mengatur kriteria dan syarat penumpang yang diizinkan melakukan perjalanan ke wilayah pembatasan sosial berskala besar PSBB) dan zona merah di tengah pelarangan mudik. Ketua Tim Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid-19 Doni Monardo menjelaskan masyarakat yang boleh bepergian harus mengantongi syarat kesehatan berupa  bukti hasil tes polymerase chain reaction (PCR) atau rapid test yang menunjukkan dirinya benar-benar negatif virus Corona. Syarat itu bisa digantikan dengan bukti surat keterangan sehat yang diperoleh dari Puskesmas atau Rumah Sakit setempat. (tempo.com, 7/5/2020)

Padahal, sebelumnya transportasi penumpang dilarang menyusul larangan mudik yang disampaikan Presiden Joko Widodo. Hal ini, hanya menambah kebingungan masyarakat atas kebijakan pemerintah. Menurut Pengamat Transportasi dari Institut Studi Transportasi, Darmaningtyas, kebijakan pemerintah tidak konsisten dalam menangani penyebaran virus Corona. Padahal, Presiden telah menegaskan larangan mudik. "Kebijakan satu dengan kebijakan yang lainnya itu mestinya harus konsisten, tapi ini kok tidak. Sementara mudik itu kan dilarang. Presiden Jokowi sudah melarang mudik. Nah, sekarang kalau misalkan layanan transportasi jarak jauh diizinkan gimana bisa mengontrol larangan mudik itu. Berarti itu kan sama saja melanggar larangannya Presiden," kata Tyas kepada detikOto, Rabu (6/5/2020). Apalagi, dikhawatirkan makin banyak yang mudik dan memanfaatkan layanan transportasi yang diizinkan Kementrian Perhubungan itu. (detikOto.com, 7/5/2020)

Keputusan pemerintah pusat melalui Kementrian Perhubungan memerintahkan agar mengoperasikan semua moda transportasi mulai 7 Mei 2020, membuat para kepala daerah kebingungan. Pasalnya, pengoperasian semua moda transportasi bertentangan dengan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan surat edaran gugus tugas penanganan Covid-19. 

Dilansir oleh Kaltengpos.co, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Prawansa mengaku bingung dengan keputusan pemerintah pusat yang mengoperasikan semua moda transportasi. Kebijakan itu dipastikan akan membuat penerapan PSBB di sejumlah daerah tidak berjalan efektif. 
“Kami yang sedang menyiapkan proses upaya untuk pencegahan lebih terukur lagi dari penyebaran Covid-19, tiba-tiba kemudian dilonggarkan transportasi tanpa membaca surat edaran dar Gugus Tugas, mungkin kami juga agak confuse,” kata Khofifah dalam program acara “Apa Kabar Indonesia Malam” di TvOne, Rabu (6/5).

Miris, kebijakan yang tumpang tindih dengan kebijakan yang lain membuat kebingungan petugas lapangan. Bahkan, kebijakan ini bisa memperluas penyebaran Covid-19 ke daerah-daerah. Hal ini membuktikan bahwa pemerintah tidak serius menangani wabah ini. Karena kebijakannya hanya berputar pada keselamatan ekonomi, bukan menuntaskan wabah Covid-19. 

Sebelumnya, pemerintah memberikan pernyataan tentang perbedaan mudik dan pulang kampung. Menurut pemerintah, mudik adalah pergerakan orang kampung ke kampung halaman dalam rangka merayakan Idul Fitri. Biasanya kepergiannya dilakukan sebelum lebaran. Sedangkan pulang kampung adalah mereka yang kehilangan pekerjaan di tempat rantau atau ibu kota lalu kembali ke daerah asalnya. Mereka umumnya terdapat wabah Covid-19. (beritasatu.com, 24/4/2020)

Dan akhirnya mudik dilarang berdasarkan Permenhub No.25/2020 tentang pengendalian transportasi mudik di tengah wabah Covid-19. Permenhub ini disahkan ketika posisi Menhub diisi oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Plt. Karena Budi Karya masih menjalani proses pemulihan dari virus Covid-19. 

Masyarakat menjadi bingung dengan kebijakan pemerintah. Karena selama ini mudik dan pulang kampung dianggap memiliki arti yang sama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kemendikbud, mudik dan pulang kampung memiliki arti yang saling berkaitan.  

Berubah-ubahnya aturan pemerintah soal larangan mudik di tengah wabah Covid-19 ini menuai kritik dari Komisi V DPR. Anggota Komisi V Fraksi Demokrat, Lasmi Indrayani, menilai pemerintah tak serius mengatur transportasi untuk mencegah wabah Covid-19.
“Pemerintah memang belum serius atau bisa dibilang mencla-mencle. Siang tempe besok tahu, besok apalagi kita tidak tahu. Tentang larangan mudik ini membingungkan bagi kami, apalagi masyarakat di daerah. “ kata Lasmi dalam rapat kerja dengan Budi Karya. (kumparannews, 6/5/2020)

Alih-alih kebijakan ini mengurangi penyebaran virus Covid-19. Yang terjadi malah membuka peluang masyarakat untuk mudik dan mempermudah penyebaran wabah ini. Pengamat politik Andi Yusran menilai apa yang dilakukan Menhub adalah bentuk inkonsistensi yang dapat mengakibatkan pemerataan penularan Covid-19. Ia menilai pemerintah tidak memiliki grand desidn penanganan pandemi Covid-19. Implikasinya, semua yang dilakukan bersifat relatif, tidak terukur dan nihil dalam target pencapaian. Akibatnya membuka peluang berbagai aktor atau elit pemerintah untuk membuat kebijakan yang tidak integrasi. 

Menurut Andi, apa yang diputuskan Menhub bisa jadi karena adanya aktor di balik layar yang merasakan dirugikan akibat kebijakan pemerintah. Di satu sisi pemerintah besar kemungkinan tidak berdaya untuk memberi subsidi kepada seluruh perusahaan moda transportasi.  Aktor yang dimaksud adalah para pebisnis transportasi. 

Berubah-ubahnya kebijakan pemerintah tak lain dan tak bukan karena pesanan para kapitalis yang terancam usahanya. Demi menyelamatkan pengusaha negara rela mencoreng muka sendiri dengan mengubah-ubah aturan dan rela mengorbankan nyawa rakyat.

Terlihat bahwa pemerintah yang menganut sistem kapitalisme, senantiasa melayani para pemodal dan pebisnis. Semua kebijakan yang ditetapkan hanya memihak para pemodal. Bukan memihak kepada rakyat. Bahkan, kapitalis rela mengorbankan nyawa rakyat demi memuaskan para pemodal. Sehingga pandemi ini semakin banyak memakan korban dari rakyat.

Paradigma sistem kapitalis yang diemban rezim hari ini adalah sumber kesulitan rakyat. Paradigma ini akan membawa para pemimpin selalu melihat untung dan rugi. Meskipun, hal tersebut bersangkutan dengan nyawa rakyat sendiri. Paradigma kapitalislah yang membuat kebijakan yang dikeluarkan pemerintah cenderung untuk para kroninya. Akankah kita masih berharap pada sistem kapitalisme?

Ketika kita ingin menyelesaikan masalah pandemi ini dengan tuntas, seharusnya kita kembali kepada Islam. Karena Islam agama yang lengkap dengan seperangkat aturan kehidupan. Islam tidak hanya sekedar mengatur ibadah ritual. Bahkan, Islam mengatur semua aspek kehidupan manusia. 

Dalam sistem Islam, negara menjalankan fungsinya sebagai rain (pengurus/ penggembala) dan junnah (pelindung) bagi umat. Negara menerapkan aturan berdasarkan Alquran dan Hadis. Sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah saw :
الإِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ…َسْئُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ
 “Seorang imam adalah raa’in (pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya) dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyatnya.” (HR.Bukhari dan Muslim).

Negara bertanggungjawab, menjamin dan melayani semua keperluan rakyat. Bukan hanya sekedar sebagai fasilitator dan  regulator seperti dalam sistem kapitalisme. Negara senantiasa terdepan dalam setiap keadaan. Dan negara tidak menyerahkan urusan rakyatnya pada pihak lain. 
 Imam Bukhari meriwayatkan dari ibn Umar ra, ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda “ Seorang imam yang berkuasa atas masyarakat bagaikan penggembala dan dia bertanggung jawab atas  gembalaannya/ rakyatnya.” 

Negara tidak  memutuskan kebijakan yang menyusahkan rakyatnya. Apalagi berkaitan dengan keselamatan nyawa rakyat. Negara berperan langsung untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya, baik sandang, pangan dan papan. Negara juga memastikan pendistribusian kebutuhan rakyatnya per individu, tanpa ada syarat yang berbelit. Negara senantiasa memprioritaskan keselamatan rakyatnya. Baik dalam kondisi normal maupun ada wabah. Hal ini, dilakukan atas dorongan ketakwaan kepada Allah Swt.
“Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasa’i  3987,  Tirmidzi 1455, dan disahkan al-Albani)

Salah satu fakta sejarah yang masyhur adalah di saat ada wabah, Khalifah Umar bin Khattab ra. membatalkan kunjungan resminya ke Syam dan memutuskan untuk kembali ke Madinah. Agar menghindari paparan wabah yang sedang merajalela di negeri itu menyebar kepada penduduk di wilayah lain. Pilihan itu tentu memiliki resiko sehingga sebagian sahabat Muhajirin sempat mengingatkannya :
“Anda telah keluar untuk suatu urusan penting. Karena itu kami berpendapat tidak selayaknya Anda akan pulang begitu saja.”

Namun, beliau tetap yakin dengan kebijakan yang telah ditetapkannya. Nyawa dan keselamatan rakyat menjadi pertimbangan utama dari pada urusan lainnya.

Fakta ini membuktikan bahwa kesejahteraan dan masa depan rakyat akan terselamatkan dengan penerapan sistem Islam. Sekalipun rakyat didera dengan ujian dan musibah. Mereka percaya bahwa pemimpinnya tidak lepas tangan. Mereka juga percaya pemerintahnya tidak akan mengorbankan nasib mereka atas dasar pertimbangan ekonomi. Apalagi menukarnya demi kepentingan segelintir pengusaha.  Demikianlah Islam melahirkan pemimpin-pemimpin yang tegas dalam membuat kebijakan demi kemaslahatan rakyat. Bukan pemimpin yang plin-plan.

Penerapan syariat Islam secara menyeluruh mengantarkan pada rahmat untuk seluruh alam. Sesuai dengan firman Allah Swt.
“ Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al Anbiya : 107)

Saatnya umat kembali kepada aturan Islam yang kaffah. Dan segera mencampakkan sistem kapitalisme yang rusak dan merusak. Agar Allah Ta'ala membukakan keberkahan dari langit dan bumi. Sehingga umat Islam menjadi umat yang terbaik. 

Wallahu’alam bi showab

Post a Comment

Previous Post Next Post