Minimnya Perlindungan Negara pada ABK, Bukti Negara Kian Rapuh

Oleh: Hamsia 
(Komunitas peduli umat)

Kisah ABK yang jenazahnya dibuang ke laut menjadi perbincangan publik, kisah miris mereka diberitakan ulang oleh Youtuber Jang Hansol. Mereka merasa diperbudak oleh kapal berbendera China tersebut, mereka bahkan hanya tidur tiga jam, bekerja sepanjang hari, makan dan minum dari hasil sulingan air laut dan umpan ikan. Sementara terhadap ABK asal China mereka diperlakukan istimewa. Dugaan kekerasan dan penahanan gaji pun menyeruak ke permukaan.

Data dari Migrant Care menunjukkan mereka menerima 205 aduan kekerasan terhadap ABK Indonesia di kapal asing. Juga gaji yang ditahan, dalam kurun waktu delapan tahun belakangan.

Koordianditor Nasional Destructive Fishing Watch (DWF)-Indonesia,  M. Abdi Suhufan mengatakan “ Konflik di kapal asing sering terjadi karena ABK asal Indonesia tidak dibekali kemampuan bekerja di atas kapal asing. Bayangkan saja, melaut di kapal asing hanya berbekal KTP, KK, ijazah, buku pelaut dan paspor. Tanpa kemampuan dasar bidang laut, tentu saja rentang terjadi eksploitasi terhadap tenaga buruk di laut.

BbcIndonesia.com, 8/5/2020, Kementerian Tenaga Kerja melalui Plt Dirjen Binapenta dan PKK, Aris Wahyudi mengatakan akan melarang ABK yang tidak memenuhi standar kompetensi untuk bekerja di luar negeri. Dugaan kekerasan dan penahanan gaji oleh kapal ikan China tersebut.

Merespon kejadian ini pemerintah justru akan memperketat aturan awak kapal yang bekerja di kapal asing. Sungguh aneh sikap pemerintah ini, sebab perbudakan ABK sudah berulang terjadi. Perlindungan terhadap ABK yang bekerja di kapal ikan, semestinya dilakukan sejak dulu. 

Dilansir IslamToday ID – Kasus perbudakan terhadap anak buah kapal (ABK), yang diungkap oleh MBC News Korea pada akhir April 2020 kemarin ternyata bukan yang pertama kali terjadi. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) perbudakan terhadap ABK asal Indonesia sudah terjadi sejak tahun 2013. 

“Kalau kami melihat persoalan ini tidak hanya kemudian terjadi pada saat ini saja, kalau mau kembali pada data sejarah, bahwa persoalan-persolan perbudakan di atas kapal itu terjadi, kalau data mulai dari tahun 2013 terjadi,” kata ketua SBMI, Hariyanto Suwarno, melalui siarang langsung dari kanal YouTube Grenpeace, kamis (7/5/2020).

Sungguh miris, bekerja di luar negeri selalu menjadi korban kekerasan negara lain, tanpa jaminan dan perlindungan dari negara asal sendiri. Hal ini membuktikan betapa murahnya harga tenaga kerja Indonesia bagi negara asing. Sekaligus menandakan peran negara dalam membuka lapangan kerja untuk penduduk pribumi terbilang sangat minim. 

Inilah sistem kapitalisme, fakta perbudakan modern masih berpeluang terjadi. Sebab, persoalan ekonomi seperti kemiskinan, tuntutan nafkah keluarga, menjadi alasan para buruh bekerja tanpa henti. Meski payung hukum terhadap tenaga kerja itu ada, nyaris pelaksanaannya masih jauh dari harapan. Ini semakin membuktikan sistem kapitalisme belum mampu menjawab solusi atas persoalan ekonomi, ketenagakerjaan dan mengatasi kemiskinan, yaitu jaminan dan kesejahteraan.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi pers virtual pada Kamis (7/5) mengatakan “Pemerintah Indonesia sudah menyampaikan nota diplomatik kepada Kemenlu China untuk mengklarifikasi pelarungan terhadap ABK tersebut.  Menurutnya pelarungan terhadap ABK asal Indonesia dilakukan sesuai ketentuan kelautan Internasional untuk menjaga awak kapal sesuai ketentuan ILO,” ucap Retno.

Bahkan, ketika ancaman Internasional datang karena sikap tak manusiawi terhadap pekerja, pemerintah Indonesia justru menunjukkan pembelaan terhadap negara asing. Sampai saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah yang mengecam tindakan tersebut dan upaya investigasi atas perlakuan kejam terhadap warga Indonesia yang menjadi ABK di kapal.

Kasus tersebut bukan kali ini terjadi, akan tetapi mungkin sudah terjadi berulang kali. Hanya saja, baru terungkap sekarang, ketika polemik ketenagakerjaan juga sedang memanas di Indonesia. Yakni saat TKA dari negeri yang sama China justru diberi karpet merah di tanah air, sedang nasib rakyat pribumi sedang kalut akibat  gelombang PHK. 

Meski sering disebut sebagai pahlawan devisa, namun perlindungan terhadap TKI masih dianggap kurang. Tidak hanya satu dua kasus TKI mendapat perlakuan yang buruk, baik sistem kerja yang tidak manusiawi, gaji yang kecil atau ditahan majikan, sampai kekerasan fisik maupun kekerasan seksual.

Di sisi lain, Indonesia sudah terlalu tergantung kepada China. Bersamaan dengan kondisi dalam negeri yang rapuh akibat corona, tentu membuat Indonesia kian lemah secara politik. Itulah mengapa posisi Indonesia ini sangat layak membuatnya disebut sebagai negara terjajah.

Seyonginya, negara mempunyai peran memberikan fasilitas jalur nafkah bagi rakyatnya. Mampunya seorang laki-laki dalam menafkahi keluarganya ini dipengaruhi ketersediaan lapangan kerja yang mencukupi bagi mereka, serta jaminan negara terhadap keluarga mereka yang mempunyai halangan dalam bekerja. Artinya, seorang warga negara tak harus bekerja di luar negeri demi mendapat nominal gaji yang layak. 

Namun lihat saja realitas saat ini. Di satu sisi, tenaga kerja di dalam negeri ramai-ramai tertimpa tsunami PHK, sementara TKA dan aseng diberi fasilitas bekerja yang lebih memadai. Jauh berbeda dengan TKI di luar negeri pun tak ubahnya korban mafia perbudakan yang diperlakukan jauh dari manusiawi.

Kasus yang menimpa ABK di kapal China hanya menambah rentetan minimnya perlidungan negara terhadap warga yang mencari nafkah di negeri orang, karena kesulitan mendapatkan pekerjaan di negeri sendiri. 

Berbeda dengan sistem Islam di bawah negara khilafah, negara adalah pengurus urusan umat, negara adalah pelindung dan perisai bagi umat yang ada dibelakangnya. “Sesungguhnya imam/kepala negara itu adalah perisai, orang yang berperang dibaliknya dan berlindung menggunakannya.” (HR Muslim).

Sementara dalam kapitalisme negara tak ubahnya regulator bagi pemangku kepentingan, hanya mengatur dengan kebijakan dan aturan, tapi tak mampu melindungi, serta menjamin kehidupan rakyatnya. 

Dalam masalah ketenagakerjaan, Islam memiliki seperangkat solusi, tenaga kerja tak akan diperbudak sedemikian rupa, apa yang menjadi kewajiban negara akan ditunaikan dan apa yang menjadi hak warga negara akan direalisasikan. Sebab, Islam melarang perbudakan dalam bekerja. Islam juga melarang menahan gaji pekerja. Nabi SAW bersabda, “berikanlah pekerja upahnya sebelum keringatnya kering” (HR Ibnu Majah).

Betapa indah manakala Islam diterapkan dalam bernegara, nasib-nasib tragis para buruh dan pekerja, tak akan terjadi jika Islam yang menaungi. Wallahu a’lam bish shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post