Bunga Cendana, Buah Kenari : Khilafah Tegak, Corona dan Demokrasi Mati


Goresan Pena Abu Mush'ab Al Fatih Bala (Penulis Nasional dan Pemerhati Politik Asal NTT)

Pada zaman milineal ini, masalah demi masalah datang silih berganti. Dan menyerang semua sendi kehidupan.

Sebelum Corona datang banyak sekali kasus terjadi. Korupsi yang menggurita dari zaman orba hingga reformasi menunjukkan masih susahnya korupsi diberantas dan terus bertahan bagai virus yang terus berevolusi, kebal terhadap macam-macam "antivirus" korupsi.

Pada zaman Orba, korupsi ditunggangi oleh kroni rezim sehingga di luar pusat kekuasaan diam tak berkutik. Kemudian diruntuhkan pada era reformasi. Pemilu secara langsung diharapkan mampu menghapus kekuasaan keluarga penguasa.

Namun memberikan persoalan baru. Semakin banyaknya jenis pemilu dari pilkades hingga pilpres. Semakin makin bertambah partai, caleg, capres dengan banyak daerah pemilihan memerlukan biaya politik yang sangat mahal.

Akibatnya, ada dua pilihan bagi kebanyakan calon pemimpin dalam sistem demokrasi jika kalah pemilu bisa gila dan menang tak jarang yang korupsi. Kemudian tren ini diikuti dengan tidak meratanya pembangunan dan kemakmuran di seluruh negeri.

Lapangan pekerjaan susah, pendidikan dan kesehatan semakin mahal. Pergaulan bebas, narkoba dan tawuran semakin menjadi-jadi. Sistem ini memang dirancang untuk memberi untung para kapitalis dalam dan luar negeri.

Ketika Corona datang, malah semakin memperburuk keadaan. Corona harusnya menjadi ibrah dan dihadapi dengan penuh keseriusan. Sayangnya, proses perlawanan ini masih berbasis bisnis.

Sejak semula lock down dihindari dengan dalih menjaga ketahanan ekonomi. Alternatif selain lock down dicoba, namun semua gagal total alias ambyar.

Ribuan orang di PHK dan jutaan orang terancam kehilangan pekerjaan. Masyarakat sering melihat Tenaga Kerja Asing begitu mudahnya mendapatkan pekerjaan dan upah. Tanpa rasa takut terpapar. Seolah-olah TKA tak akan pernah bertemu, tertular dan menularkan virus padahal angka positif Corona di Indonesia terus naik sempat tembus di atas 20 ribu kasus.

Ekonomi lesu, corona tak dapat dibasmi karena akses pergerakan tak ditutup dan kepadatan massa tak dilonggarkan. Kemudian berharap Corona akan selesai dengan herd immunity.

Padahal belum ada contoh nyata herd immunity. Yang ada hanyalah teori evolusi yang berujung pada proses seleksi alam (baca: pembantaian massal bagi yang lemah). Sedangkan korporasi kian leluasa melenggang.

Menjarah SDA Indonesia tanpa dijerat hukum, tanpa kepedulian terhadap masyarakat yang tertimpah musibah wabah. Perusahaan kapitalis ini tak dihukum seperti dihukumnya warga biasa yang melanggar PSBB.

Selain itu BBM tetap mahal dan Iuran BPJS malah dinaikkan. Padahal masyarakat sudah tak mampu lagi membayar karena penghasilan yang semakin berkurang.

Semua fakta kelam ini bisa terjadi karena dalam sistem demokrasi ada jaminan atas empat kebebasan. Kebebasan berperilaku, berpendapat bertindak, dan kepemilikan.

Hanya orang-orang yang yang punya modal yang mampu memiliki akses untuk menjarah SDA, merancang UU pro asing, mencitraburukan ajaran Islam.

Semuanya hanya bisa diatasi dengan sistem Islam. Sistem Islam akan melakukan lock down sehingga corona akan segera berakhir.

Sistem Islam atau Khilafah akan mengembalikan SDA ke kepemilikan umat. Sistem ini juga akan memerangi korupsi tanpa memerlukan biaya politik yang mahal. Dalam sistem Ini, pemilu Khalifah/pemimpin negara dilakukan sekali saja. Khalifah diganti ketika wafat atau melakukan kemaksiatan yang menyebabkan jabatannya copot.

Sedangkan aparatur negara dibawahnya dipilih langsung oleh khalifah. Sehingga tidak ada biaya biaya kampanye. Kekayaan pejabat diawasi. BBM dibuat murah bahkan gratis.

Lapangan pekerjaan wajib dibuka. Layanan kesehatan dan pendidikan wajib gratis. Sebagaimana dulu sudah banyak dicontohkan oleh para Khalifah. Masyarakat tinggal meniru dan mengaplikasikannya saja. []

Bumi Allah SWT, 27 Mei 2020

#DenganPenaMembelahDunia
#SeranganPertamaKeRomaAdalahTulisan

Post a Comment

Previous Post Next Post