Surga itu di Sini (2)

Oleh Yuli Mariyam

Marhaban yaa Ramadhan
Berita tentang tidak munculnya hilal atau bulan baru pada penanggalan tahun Hijriyah membuat bulan Sya’ban di genapkan menjadi 30 hari.

“Malam ini kita tarawih, kita siapkan mukenahnya ya Nduk, kita bersih-bersih ruang tamu untuk jamaah dan bikin gelaran saja, karena keadaan PSBB membatasi jamaah yang datang ke masjid” Diyah menyampaikan kabar ke Nadia yang sedang melepas sprei dari kasurnya untuk digantikan yang bersih.

“Inggih buk, alhamdulillah ya buk kita masih dipertemukan dengan Ramadhan” Ucap Nadia.

“Iya Alhamdulillah”

Ucapan syukur atas kedatangan bulan ramadhan mengukir senyum penuh hikmat pada bibir Diyah, matanya terlihat berkaca-kaca, kenangan indah ramadhan bersama keluarganya beberapa tahun yang lalu mulai membayang, Ibunya yang senantiasa tak pernah melewatkan malam prepekan dengan berbagi makanan dengan tetangga dan mengirim beberapa kotak nasi berkatan ke masjid untuk para jamaah yang berdoa bersama selepas sholat maghrib, akan ada banyak kesibukan sebelumnya, pergi ke makam untuk ziarah, menyiapkan mukenah dengan mencucinya kembali meski baru dikeluarkan dari lemari, memberinya pewangi sebagai pakaian terbaik untuk dipakai ke rumah Allah, bahkan tak jarang mukenah baru sudah disiapkan jauh-jauh hari sebelum Ramadhan datang.

Ramadhan ini, ibunya telah tiada, namun Allah mengganti kehadirannya dengan Nadia yang kini telah tumbuh menjadi gadis yang ceria.
“Maafkan ibuk ya nduk, tahun ini ibuk belum bisa belikan sampeyan mukenah baru, bekerja dari rumah saja disaat wabah melanda begini membuat ibuk tak bisa nambah-nambah uang belanja”

Diyah memang biasa membuat olahan jajanan yang di jual di sekolah Nadia, jika semua harus dilakukan dirumah tidak ada lagi tambahan pemasukan, jika di jual dari rumah, rumah mereka ada di wilayah dengan penduduknya berpenghasilan menengah kebawah. Sudah barang tentu jajanan bukanlah preoritas.

“Ndak papa ibuk, mukenah kemarin masih bagus kok, lagian kita kan jamaahnya di rumah, jadi tidak perlu menjawab pertanyaan mukenamu baru atau tidak” Senyum Nadia makin mengiris hati Diyah, alangkah beruntungnya dia memiliki putri yang selalu qonaah atau menerima dalam keadaan apapun.  

Malam itu keluarga kecil itu bersiap menyambut Ramadhan dengan mengerjakan sholat tarawih di ruang tamu mereka, tetiba pintu terketuk dari luar.

“Jeng...!, Jeng Diyah...Assalamualaikum” Suara yang familiar ditelinga itu terdengar seperti tergesa-gesa.

“Waalaikumussalam... eh Mbak Ifah, ada apa?”

“Aku mau ikut tarawih disini ya.. di musollah AlKautsar sudah penuh, jaraknya dibuat setengah meteran, Mas Tohir gak mau ngimami aku dirumah sama anak-anak, katanya nanti tak protes terus kalau bacaannya gak tartil, yo kan aku tahu mas Tohir gak kayak Cak kholil yang bisa baca Qur’an bagus, hafal doa-doa setelah sholat tarawih dan witir, sekarang orangnya jamaah di musollah” Ujar Ifah panjang kali lebar kali tinggi membuat Diyah mengerutkan dahi sambil tersenyum melirik suaminya yang dari tadi memandang sama terkekeh.

“Mbak..mbak, sampeyan itu...sini masuk, insyaAllah masih muat kok”

“Ayo anak-anak” Ifah mengajak dua kembar yang masih SD kelas 4 itu masuk kedalam rumah.

Ifah adalah tetangga terdekat mereka, sudah seperti saudara bagi Diyah. Malam pertama di Ramadhan ini sangat berbeda dari tahun biasanya, namun tak mengurangi sedikitpun rasa bahagia diantara mereka dalam menyambutnya.
Selesai shalat tarawih dan witir, Khalil memberi sedikit wejangan pada jamaah yang hadir. 

“Meski keadaan kita sedang begini, kita jangan putus asa terhadap rahmat Allah, berita ditemukannya orang yang meninggal tiba-tiba di jalan dan meningkatnya orang-orang yang terinfeksi dari hari ke hari harus menjadikan diri semakin mendekatkan pada Allah, Alhamdulillah kita mengalaminya di saat bulan puasa, dimana setengah dari puasa adalah kesabaran, tidak apa-apa kalau tidak bisa mudik nyekar, karena pembatasan sosial, tapi tetaplah berdoa, tidak apa-apa tidak bisa megengan, tetaplah tersenyum karena senyum adalah sedekah yang paling mudah dan murah, kita tidak tahu kapan wabah ini akan berhenti, kita juga tidak tahu apakah kita masih bertemu dengan Idu fitri atau tidak, yang penting adalah menggunakan waktu yang ada , perbanyak dzikir dan baca quran, kalau belum bisa bagus bacaannya ya belajar, sekarang belajar juga gak perlu keluar jauh-jauh asal mau lewat hape juga bisa, semua tergantung niatnya pasti ada jalan bagi orang yang mau mencari ilmu, Imam Syafii berkata jika engkau tak tahan lelahnya belajar maka kau harus menahan perihnya kebodohan, karena itu janganlah lelah dalam mencari ilmu, selesai ini kita akan tadarus bersama, kalian ikut ya..” ajak Khalil kepada kembar Thoriq dan Faiq. 

“Nggeh pak De” Jawab keduanya semangat.

“Alhamdulillah...” Jawab semua jamaah hampir bersamaan.

Marhaban yaa Ramadhan, Marhaban syahro Shiyam.

Post a Comment

Previous Post Next Post