Balada Sekolah Marginal di Tengah Wabah Covid-19


Oleh : Elfia Prihastuti
Praktisi Pendidikan dan Member AMK

Badai Covid-19 yang tengah mendera jagat raya melumpuhkan berbagai sendi kehidupan. Menebarkan aroma kepanikan di hampir seluruh lini. Tak terkecuali dunia pendidikan. 

Belajar di rumah (home learning) sebagai ikhtiar keberlangsungan pendidikan dan menghalau penyebaran virus, tak urung mengundang stres di kalangan insan-insan yang terlibat. Bagi siswa yang semula menganggap hal ini menyenangkan berubah menjadi membosankan karena harus bergelut dengan sesuatu di luar kebiasaannya. Bagi keluarga, térutama ibu, kesibukannya menjadi berlipat ganda karena setiap hari harus mendampingi putra-putri mereka mengerjakan tugas-tugas sekolah. Bagi guru harus memutar otak agar pembelajaran tetap berjalan efektif sebagaimana belajar di sekolah. Bagi sekolah, harus memastikan keberlangsungan pembelajaran di rumah.

Kekeruhan dan kejenuhan terasa semakin panjang saat beberapa pemerintah daerah mengambil kebijakan memperpanjang belajar di rumah karena semakin meluasnya penyebaran virus Covid-19 ini. Seperti kota Depok yang memperpanjang hingga 11 April 2020 atau kota Tangerang yang memperpanjang sampai tanggal 1 Juni 2020  sekaligus menyesuaikan dengan libur Ramadan (https://www.vivanews.com/). 

Surat edaran dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur pada satuan pendidikan nomor : B-1884/Kw.13.2.1/PP.00/3/2020 perihal Perpanjangan Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan     dalam Masa Darurat Pencegahan Penyebaran Covid-19    pada Madrasah di antaranya menyatakan bahwa : 

"Masa bekerja dari rumah bagi Pengawas Madrasah, Kepala Madrasah, Guru, dan Tenaga Kependidikan jenjang RA, MI, MTs, dan MA di Lingkungan kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur yang semula dilaksanakan  sampai dengan  tanggal 5 April 2020,  diperpanjang sampai dengan tanggal 21 April 2020 dan kembali bekerja di kantor pada tanggal 22 April 2020."

Sebenarnya keruwetan masalah pendidikan tidak hanya dialami saat pandemi Covid-19. Saat aktivitas biasapun carut-marut ini senantiasa menerpa. Kondisi demikian mendorong setiap orang yang berkecimpung di dalamnya berpikir keras dan menggiatkan diri untuk mengikuti irama aturan yang seringkali mengalami perubahan. Perubahan demi perubahan kebijakan ini berlaku bagi seluruh satuan pendidikan termasuk sekolah-sekolah marginal yang ada di negeri ini. 

Pelayanan pemerintah pada dunia pendidikan saat ini, dinilai masih sangat minimal. Maka jika sebuah lembaga pendidikan hanya menadahkan tangan pada pemerintah, niscaya penyelenggaraan pendidikan akan jauh dari pemenuhan kualitas. Wajar jika kita dapati banyak sekolah berusaha mendongkrak mutu lembaga pendidikannya dengan merogoh kantong para wali peserta didik. Sehingga kualitas yang diangankan akan terpenuhi.

Namun hal tersebut amat berbeda dengan berbagai lembaga pendidikan yang tumbuh dengan kondisi termarginalkan. Karena hanya mengandalkan segala penopangnya pada bantuan pemerintah. Maka semuanya serba ala kadarnya. Fasilitas apa adanya, pelayanan sekedarnya dan para pendidikpun tak perlu seleksi ketat.

Pada masa pandemi Covid-19 sekarang ini, kesulitan semakin berat dirasakan oleh mereka yang bergelut di dalam sekolah-sekolah marginal. Setidaknya permasalahan yang dihadapi di antaranya :

Pertama, fasilitas pendukung pembelajaran dari rumah atau home learning. Fasilitas yang dibutuhkan haruslah memadai, misal hand phone android atau lap top beserta kuota atau WiFi. Pasalnya, tidak semua siswa memiliki fasilitas ini dan tidak banyak yang mengusahakan demi berlangsungnya pembelajaran. Hal ini disebabkan sebagian besar siswa di sekolah-sekolah tersebut tergolong kurang mampu secara ekonomi.

Kedua, kurangnya kepedulian orang tua dalam proses pembelajaran anak. Para orang tua menyerahkan sepenuhnya proses pendidikan anak pada sekolah. Sedikit dari mereka yang peduli. Mereka disibukkan mencari sesuap nasi. Sehingga tak pernah terlintas dalam pikiran mereka agar anak mereka memperoleh pendidikan sebagaimana sebelum mewabahnya Covid-19.

Ketiga, ketidakseriusan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran sehari-haripun para siswa tidak bersungguh-sungguh dalam mengikuti pembelajaran di sekolah. Tujuan mereka hanyalah mendapatkan ijazah sebagai bukti bahwa mereka telah melewati sebuah jenjang pendidikan. Apalagi dengan adanya home learning yang merumitkan, tentu mereka lebih tidak peduli lagi. Mereka yakin dengan ketidakseriusan ini mereka masih tetap lulus. Tidak akan mendapatkan sanksi dari pihak sekolah.

Begitulah wajah pendidikan negeri ini di tengah wabah Corona. Sekolah-sekolah marginal yang seperti itu, jumlahnya tidak sedikit. Ketika ada sekolah-sekolah jenis ini yang memiliki segudang prestasi menyamai sekolah-sekolah dengan fasilitas yang memadai, tentu bukan hasil kepedulian negara terhadap pendidikan. Semua itu disebabkan para pendidik yang berada di dalamnya adalah pendidik yang luar biasa keikhlasan dan pengorbanannya. Padahal dalam kondisi saat ini pendidiklah yang acap kali menjadi limpahan kesalahan.

Kondisi ini sungguh amat mengenaskan. Seandainya kita semua mengetahui dunia pendidikan saat dikendalikan oleh pemerintahan Islam, tentu tidak akan kita temui kenyataan yang memprihatinkan ini. Negara akan sepenuhnya menjadi pilar pengokoh keberhasilan pendidikan dengan menyediakan berbagai fasilitas, seperti infrastruktur, penyediaan tenaga pendidik, sarana penunjang berbagai keilmuan, seperti perpustakaan, laboratorium, dan yang lainnya. Berbagai fasilitas ini, karena Islam menganggap pendidikan adalah salah satu kebutuhan pokok disamping kesehatan dan keamanan yang harus langsung dipenuhi oleh negara. Sumber dana diambilkan dari baitul mal, dari pos kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Pada masa wabah seperti sekarang ini, tentulah lebih mendapatkan perhatiannya.

Negara seharusnya mengoptimalkan perannya sebagai pelayan rakyat sebagaimana Sabda Rasulullah Saw, “Imam adalah bagaikan penggembala dan dialah yang bertanggung jawab atas gembalaannya itu.” (HR. Muslim). 

Dengan demikian tidak akan ada ketimpangan antar lembaga pendidikan dalam pemenuhan kualitas. Dan pola penyelenggaraannya pun akan seragam. Sehingga tak ada yang mengelus dada  melihat kondisi pendidikan saat ini.

Allahu a'lam bhishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post