Perempuan dan Kesetaraan Gender

Oleh: Widya Astuti 
(Aktivis Dakwah Kampus)

Berbicara soal perempuan tak akan pernah habisnya. Banyak persoalan yang terjadi yang kemudian di kaitkan dengan perempuan. Mulai dari kemiskinan, kekerasan, kesehatan, pelecehan dan sebagainya.

Dilansir dari TEMPO.CO, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan terjadi kenaikan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2019. Sepanjang tahun kemarin, terjadi 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan, meningkat enam persen dari tahun sebelumnya sebanyak 406.178 kasus. Komisioner Komnas Perempuan, Marians Amiruddin, mengatakan, data kekerasan terhadap perempuan di Indonesia juga tercatat terus meningkat selama lebih dari satu dekade terakhir. Selama 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792 persen atau delapan kali lipat. "Dapat diartikan bahwa dalam situasi yang sebenarnya, kondisi perempuan di Indonesia jauh mengalami kehidupan yang tidak aman," kata Mariana dalam rilis Catatan Tahunan 2020 Komnas Perempuan di Hotel Mercure, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat, 6 Maret 2020.

Belum lagi jika dilihat angka kemiskinan di dunia dari waktu ke waktu senantiasa mengalami peningkatan. Indonesia, sekalipun statusnya di World Trade Organization (WTO) sudah keluar dari posisi sebagai negara berkembang, namun angka kemiskinan masih meluas. Masyarakat masih sangat jauh dari kondisi sejahtera. Dalam data Hunger Map 2019 yang dirilis World Food Programme, tercatat 821 juta manusia didera kemiskinan. Artinya lebih dari 1 dalam 9 orang dari populasi dunia, tidak mendapatkan makanan yang cukup untuk dikonsumsi. Beberapa kalangan terutama pemimpin dunia abad 21 mengaitkan kemiskinan ini dengan aktivasi perempuan. Antara lain Hillary Clinton yang mengatakan bahwa membiarkan perempuan tidak bekerja sama halnya seperti membiarkan uang tergeletak begitu saja di atas meja.

Penyebab tingginya kemiskinan dan kekerasan yang menimpa perempuan, di yakini oleh kaum feminis (pengusung kesetaraan gender) karena adanya diskriminasi terhadap perempuan atau ketidaksetaraan gender. Perempuan dianggap rendah di bandingkan laki-laki. Perempuan juga di anggap hanya merepotkan dan menjadi sumber masalah. Sehingga perempuan tidak boleh berperan di ranah publik, tidak boleh bekerja layaknya laki-laki. Hal ini terjadi pada dunia barat. Yang memandang remeh sosok seorang perempuan, dan di pandang hina dan tak berguna.

Nah, melihat hal demikian, berbagai upaya dan program di rancang untuk mengatasi persoalan kemiskinan ataupun kekerasan yang melibatkan perempuan yaitu dengan program pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender. Pemberdayaan perempuan artinya perempuan diberdayakan dengan terlibat aktif dalam dunia kerja atau di ranah publik. Peluang kerja dibuka sebesar-besarnya untuk perempuan, bukan hanya untuk laki-laki. Jadi, perempuan tidak hanya berfokus pada peran domestik (rumah tangga) nya saja, melainkan juga punya hak untuk bekerja seperti halnya laki-laki.

Kesetaraan gender dianggap sebagai bagian utama dari strategi pembangunan dalam rangka untuk memberdayakan masyarakat (semua orang) perempuan dan laki-laki untuk mengentaskan diri dari kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup mereka, serta mengatasi persoalan diskriminasi, eksploitasi perempuan, dan kekerasan. Logikanya, jika perempuan ikut terlibat dalam dunia kerja tentu masalah perekonomian dalam keluarga menjadi terbantu sekaligus membantu negara dalam pembangunan ekonomi. Sehingga Masalah kemiskinan bisa teratasi. Masalah kekerasan terhadap perempuan pun jadi berkurang dikarenakan perempuan tidak lagi di pandang sebagai makhluk yang lemah dan rendah. Posisi nya bisa menyamai laki-laki bahkan bisa melebihi posisi laki-laki. Karena perempuan juga diberi kesempatan untuk bekerja untuk mencari uang.

Pemberdayaan perempuan ataupun kesetaraan gender yang diusung oleh kaum feminis seolah terlihat bagus dan menjadi solusi terbaik. Namun faktanya berbagai program dan upaya yang dibuat dengan mengatasnamakan kesetaraan gender tetap tidak membuahkan hasil. Dari tahun ke tahun angka kemiskinan dan kekerasan terhadap perempuan malah mengalami kenaikan. Lantas, apa yang menjadi penyebab sebenarnya? Apakah benar diskriminasi terhadap perempuan, dalam hal ini perempuan tidak bekerja menjadi penyebab tingginya angka kemiskinan dan kekerasan? Dan apakah kesetaraan gender solusi tuntas untuk mengatasi permasalahan ini?

Jika dianalisa lebih dalam lagi, akan di dapati bahwa yang menjadi penyebab tingginya angka kemiskinan bukan lah karena tidak ikut sertanya perempuan dalam dunia kerja, namun penjajahan barat melalui penerapan sistem kapitalis sekuler lah yang menjadi penyebab utamanya. Kenapa? Ya lihat saja, berapa banyak kekayaan negeri ini yang telah dikuasai oleh barat? Sudah banyak bukan? Jika kekayaan negri ini sudah mereka kuasai ya wajar saja rakyat di negeri ini menderita lantaran miskin. Sungguh miris sekali, negeri yang kaya akan sumber daya alam, namun rakyat di dalamnya miskin. Ibarat mati di lumbung padi.

Begitu juga Masalah kekerasan terhadap perempuan, penyebab utamanya bukanlah ketimpangan gender, melainkan penerapan sistem sekuler liberalis lah yang nyatanya menjadi biang merebaknya kekerasan, bahkan telah banyak memunculkan kerusakan lain di tengah masyarakat. Kebebasan dalam  berperilaku atau berekspresi yang membuat kaum perempuan menjadi objek kekerasan. Baik verbal maupun seksual.

Ketahuilah, tak ada kekerasan tanpa pemicu. Pemicu kekerasan pada perempuan adalah ideologi sekuler yang mereka gagas sendiri. Sebab, Islam sudah begitu detail menggambarkan hak dan kewajiban perempuan secara adil dan harmoni. Kekerasan pada perempuan sejatinya muncul dari ideologi Barat dan kehidupan mereka yang serba bebas.

Sesungguhnya Islam sudah memiliki solusi tuntas dalam mengatasi diskriminasi dan kekerasan. Perempuan dalam Islam dihormati dan dilindungi hak-haknya. Dijaga kehormatannya, dihargai karyanya. Seimbang antara peran domestik dan publik.

Islam sudah memiliki aturan yang lengkap bagaimana memperlakukan kaum perempuan. Islam memandang kedudukan perempuan sama dengan laki-laki dalam hak dan tanggung jawabnya. Laki-Laki maupun perempuan adalah jenis manusia yang Allah ciptakan dengan potensi akal. Karenanya, manusia menjadi objek yang dikenakan beban hukum. Seruan Sang Pembuat Hukum berlaku untuk seluruh manusia yang sempurna akalnya, tanpa memandang gender. Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan wajib terikat pada aturan yang telah ditetapkan oleh Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur. Dan kelak seluruhnya akan diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya di dunia.

Dari segi sosial, Islam menempatkan perempuan dalam posisi terhormat. Laki-laki dan perempuan berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat secara alami namun berjalan sesuai koridor syara'. Setiap perempuan dibolehkan menuntut ilmu setinggi-tingginya, juga mendapat jaminan kesehatan serta layanan kemasyarakatan lainnya seperti halnya laki-laki. Islam memandang peran perempuan yang paling esensial adalah sebagai seorang istri dan seorang ibu.

Dari segi ekonomi, tak ada larangan bagi kaum perempuan untuk mengambil keuntungan dari keahlian atau profesi mereka selama tidak menjatuhkannya pada kemaksiatan, dan melalaikannya dari tanggung jawab utama yaitu sebagai Ummu warobatul bait dan pendidik generasi. Dari sisi politik, kaum perempuan berhak dipilih dan memilih untuk berperan serta dalam masalah-masalah umum kemasyarakatan, termasuk dalam berpendapat.

Maka dari itu, penyelesaian persoalan perempuan, kemiskinan dan kekerasan bukanlah dengan kesetaraan gender. Karena kesetaraan gender adalah produk nya barat atau musuh-musuh Islam. Solusi tuntasnya adalah penerapan aturan Islam secara kaffah, baik oleh individu maupun negara dibawah institusi khilafah Rasyidah. Wallahu 'alam bissawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post