RUU Ketahanan Keluarga yang Kontroversial pada Sistem Liberal

Oleh: Eny Alfiyah, S.Pd.
Pendidik dan Member Akademi Menulis Kreatif

Kerisauan beberapa wakil rakyat terhadap persoalan sosial yang mengancam ketahanan keluarga membuat mereka mengusulkan RUU ketahanan keluarga ini. Namun justru yang terjadi penolakan dari berbagai pihak. Rancangan Undang Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang merupakan usulan dari lima anggota fraksi DPR ditolak dari berbagai pihak.(liputan 6.com, 21/02/20).

Ada beberapa pasal yang dianggap kontroversial oleh pihak penolak RUU itu. RUU Ketahanan Keluarga terlalu mencampuri ranah privat seseorang dalam sebuah keluarga.

Di antaranya isi dari pasal 25 bahwa para suami sebagai pemimpin keluarga dan istri sebagai pengatur rumah tangga. Hal ini untuk mengembalikan peran domestik ibu yang terkoyak.  Para ibu meninggalkan peran domestiknya untuk mencari tambahan ekonomi keluarga. Dengan dikembalikannya peran ibu, diharapkan akan mengeliminir kerusakan generasi. Kelompok feminis beranggapan RUU ini merupakan sikap diskriminatif terhadap perempuan.  Dalam perspektif kesetaraan gender, gagasan domestikasi alias mengandangkan wanita. Apa yang tersirat dalam Pasal 25 itu seolah merupakan pemikiran yang mundur. Selagi perempuan-perempuan sudah banyak yang berkiprah di ranah publik, DPR seolah ingin mengembalikan peran perempuan di dalam rumah saja.

Pasal 86 menyebutkan: "Keluarga yang mengalami krisis keluarga karena penyimpangan seksual wajib melaporkan anggota keluarganya kepada badan yang menangani ketahanan keluarga atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan." Pasal ini diharapkan sebagai solusi bagi mereka yang melakukan penyimpangan seks untuk bertaubat. Sehingga perlu ada rehabilitasi bagi mereka. Lagi-lagi pasal ini ditolak dengan alasan tidak memberi ruang bagi pelaku lesbian, gay, biseks dan transgender. Mereka berpendapat LBGT bukan penyimpangan seks dan tidak perlu direhabilitasi.  RUU ini dianggap tidak manusiawi karena tidak menganggap komunitas LGBT itu ada.

Sekarang yang terjadi di negeri ini adalah sistem yang mengagungkan nilai hak asasi manusia. Kebebasan individu sangat dijamin negara. Dalam sistem ini, peran agama dalam mengatur kehidupan sehari-hari ditiadakan. Seperti yang dilansir liputan6.com, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengingatkan bahwa Indonesia merupakan anggota Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dengan begitu, seluruh produk Undang-Undang maupun kebijakan harus berdasarkan pada prinsip dan standar HAM. Jadi seharusnya RUU Ketahanan Keluarga juga harus berdasarkan prinsip dan standar Hak Asasi Manusia.
"Setiap warga negara memiliki hak atas integritas personal. Artinya berdaulat atas dirinya sendiri, bebas berpikir, bertindak, maupun bersosialisasi".(liputan6.com 21/02/20)

Sejatinya, polemik RUU Ketahanan Keluarga ini adalah benturan ideologi. RUU Ketahanan Keluarga yang berasal dari Islam sedang dibenturkan pada sistem yang menguasai negeri ini yaitu demokrasi. Kita ketahui demokrasi adalah sistem pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tolok ukur baik dan buruk berdasar pada kebermanfaatan. Sehingga yang terjadi adalah kesepakatan manusia. Sedangkan pemerintahan Islam adalah berdasar pada halal dan haram dari Alloh Swt


Ketahanan Keluarga dalam Islam

Islam senantiasa menjaga ketahanan keluarga.  Sebuah keluarga adalah benteng pertahanan umat terakhir. Generasi penerus yang baik terbentuk  dari ketahanan keluarga muslim yang kuat. Penguasa berkewajiban memenuhi segala kebutuhan rakyat agar terpenuhi tanpa biaya mahal. Kesejahteraan rakyat itu prioritas dalam pelayanan penguasa.

Pada sistem Islam para istri mampu mengoptimalkan peran domestiknya tanpa harus terkuras tenaga dan pikiran untuk berproduksi secara ekonomi. Sebenarnya tugas wanita dalam syariat Islam adalah sebagai al umm warobatul bait yaitu wanita sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Isi Pasal 25 RUU Ketahanan Keluarga sebenarnya sudah termasuk dalam tatanan syariat Islam yang kafah. Sistem Islam adalah sistem yang integral. Antara sistem satu dengan yang lainnya saling mendukung untuk terwujudnya kesejahteraan rakyat.  Jaminan biaya pendidikan, kesehatan yang gratis dari penguasa.

Terkait dengan penyimpangan seks hal itu sudah menyatu dalam syariat Islam yang kaffah. Penguasa menutup celah-celah penyimpangan itu terjadi dengan ketegasan hukum bagi pelanggarnya.

Ketahanan keluarga dalam sistem Islam itu terbentuk atas tiga pilar. Pilar pertama adalah ketaqwaan individu, Individu yang taqwa senantiasa pola pikir dan pola sikapnya sejalan dengan Islam. Sistem pendidikan Islam juga mendorong generasi mempunyai kepribadian Islam yaitu apa yang dipikirkan dan sikapnya sejalan dengan syariat Islam. Kontrol masyarakat dan kebijakan negara sebagai pelaksana syariat dan pengayom seluruh rakyatnya. Jelaslah niat baik usulan RUU ketahanan keluarga itu menjadi kontroversial selama berada di sistem yang mengagungkan hak asasi manusia. Dan kita sadari sistem yang mengagungkan kebebasan ini menuai kehancuran. Banyaknya kerusakan generasi, perceraian yang menunjukkan sistem yang tidak mampu menjaga ketahanan keluarga. Harusnya kita kembali pada aturan ilahi yaitu dengan menegakkan syariat Islam kaffah sebagai konstitusi.

Wallahu a'lam bisshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post