Minuman Berpemanis Diburu Pajak, Rakyat Dipalak

Oleh: Silpianah, S.Ak
Aktivis Pergerakan Muslimah dan Member Akademi Menulis Kreatif

“Tanda-tanda sebuah pemerintahan (negara) akan hancur, maka akan semakin bertambah besarnya pajak yang dipungut.” Begitulah kutipan quotes dari seorang sejarawan dan ilmuwan muslim asal Tunisia, Ibnu Khaldun. Pajak yang merupakan pemasukan terbesar negeri ini sejatinya menyengsarakan rakyat. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengusulkan ke DPR penerapan cukai minuman berpemanis.

Sri Mulyani mengatakan, tujuannya adalah untuk mencegah penyakit diabetes yang mematikan. “Diabetes penyakit paling tinggi fenomena dan growing seiring meningkatnya pendapatan masyarakat,” jelas Sri Mulyani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta. (CNBC, 19/02/2020).

Menanggapi usulan Kemenkeu tersebut, ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi Lukman, ia menegaskan bila cukai benar-benar berlaku bagi minuman berpemanis, maka yang kena dampak adalah konsumen.

“Dampaknya akan ke harga jual,” kata Adhi. (CNBC, 19/02/2020)

Begitu juga dilansir dari Vivanews, (22/02/2020), harga beberapa komoditas yang digemari masyarakat Indonesia akan naik. Minuman berpemanis seperti teh berkemasan, minuman berkarbonasi, kopi konsetrat akan dikenakan cukai. Kantong plastik alias tas kresek  yang lazim dipakai untuk wadah belanjaan juga akan dikenakan bea serupa. Mobil atau sepeda motor, atau kendaraan bermotor apa saja yang menghasilkan emisi karbondioksida (CO2), juga bakal dikenakan bea. Pembayaran cukai akan dibebankan pada pabrikan atau importir  berdasarkan seberapa besar emisi CO2 yang dihasilkan dari produknya, bukan pada pengguna. Namun, terang saja itu berarti akan membuat harganya akan lebih mahal.

Apa yang diusulkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani adalah bentuk kejar target pendapatan pajak untuk memperbesar pendapatan negara. Dengan alasan kesehatan untuk menarik cukai dari produk yang banyak dikonsumsi dan menjadi sumber pendapatan masyarakat kecil.

Hal tersebut tentu berdampak kepada masyarakat. Di tengah sulitnya hidup beban rakyat bertambah berat. Beban-beban pajak yang ditetapkan oleh rezim kapitalis mencekik rakyat kecil. Pengenaan pajak pada minuman berpemanis bukan membuat sehat namun justru semakin melarat, sebab menarik cukai dari minuman manis artinya menaikkan harga jual serta menurunkan daya beli masyarakat. Mengurangi konsumsi juga akan mengurangi bahkan menghilangkan pendapatan masyarakat kecil seperti pedagang asongan, warung kecil dan lain sebagainya.

Dalam sistem kapitalis sekuler, pajak menjadi sektor penting pendapatan negara. Salah satunya Indonesia, menjadikan pajak sebagai pemasukan utama untuk berbagai pembiayaan negara. Maka tak heran jika apa saja bisa dikenakan pajak.

Lagi dan lagi rakyat menjadi sasaran. Rakyat semakin mederita diburu pajak, belum lagi beban dan kesulitan hidup yang tinggi. Rakyat masih saja terkungkung dalam kemiskinan sementara banyak pejabat negeri ini yang hidup mewah dari korupsi dan terus memeras rakyat.

Bagaimana pajak dalam pandangan Islam? Tentu sangat berbeda dalam sistem kapitalis sekuler yang terus menyengsarakan rakyat. Dalam Islam, pajak hanya bisa ditarik sebagai alternatif terakhir oleh negara ketika kas negara benar-benar kosong. Selain itu pajak hanya dikenakan kepada orang-orang kaya dari kalangan kaum muslimin. 

Dalam sistem Islam, seluruh pengeluaran negara dibiayai oleh kas negara atau Baitul Maal. Sedangkan pendapatan negara diperoleh dari ghanimah (harta rampasan perang), jizyah (pajak dari non-muslim dalam pemerintahan Islam), kharaj, usyur, harta milik umum yang dilindungi negara, harta orang yang tidak memiliki ahli waris, khumuz rikaz dan tambang, harta orang murtad, serta harta haram pejabat negara. Ada pembiayaan ataupun tidak ada pembiayaan, pendapatan tetap diperoleh dari pos-pos tersebut.

Jadi kalaupun ada pajak yang ditarik dalam negara Islam, bukanlah untuk memberatkan rakyat sebab pajak hanya dikenakan apabila kas negara kosong dan hanya dibebankan kepada orang-orang kaya.

Sistem kapitalis sekuler yang saat ini dianut Indonesia menjadikan pajak semakin menekan rakyat. Diburunya pajak dari produk minuman berpemanis menandakan negara benar-benar memalak rakyat.

Maka hanya dengan kembali kepada sistem Islam yaitu khilafah, derita rakyat dapat diatasi dan kesejahteraan akan terwujud. Sebab, khilafah ialah sebuah institusi yang salah satu tujuan keberadaannya adalah demi mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan terpenuhinya berbagai kebutuhan rakyat.

Wallahu a'lam bishowab

Post a Comment

Previous Post Next Post