Hikmah Dibalik Covid-19: Kembalinya Fitrah Wanita

By : Afiyah Rasyad

Sejak Senin, 16 Maret 2020 menjadi hari stay at home bagi dunia anak. Kegiatan belajar mengajar berpindah ke rumah. Belajar bersama orang tua di rumah.

Memang tidak semua instansi pemerintah dan swasta libur. Namun, saat anak belajar di rumah, mau tidak mau seorang wanita sebagai istri dan ibu menjalani perannya di rumah mendampingi anak belajar.

Pembelajaran yang digunakan ini menggunkan Daring (Dalam Jaringan) atau online, karena memang situasi dunia sudah pandemik penyebaran virus Covid-19 yang sudah merenggut ribuan nyawa di dunia. 

Tentu saja hal masa libur ini disambut bahagia awalnya oleh siswa. Namun, seiring berjalannya waktu rasa bosan juga menghinggapi mereka. Namun, sebagian besar wanita, terutama yang berkarir di luar rumah merasa keteteran. Apa pasal, karena mendapat tugas tambahan menjadi seorang guru dadakan bagi anak-anaknya.

Tak sedikit curhatan sesama ibu terlontar di grup sekolah ataupun di media sosial. Bahwa mendidik anak bukanlah perkara gampang atau mudah. Terkadang harus meningkatkan kecepatan gerak bibir, terkadang menambah frekuensi rasa pening, dan ada yang bahkan merasa tak sanggup lagi.

Waktu dua pekan stay at home belum usai, sudah diperpanjang oleh bapak Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim, bahwa libur hingga 6 April 2020. Maka semakin banyak kekhawatiran para wanita untuk menjalankan perannya sebagai guru.

Sikap tidak siap mendidik dan mengasuh anak full 24 jam menandakan betapa wanita jauh dari fitrahnya. Hal ini tentulah wajar, karena selama ini mindset yang terbangun bahwa sekolah saja yang menentukan karakter anak dan instansi yang bisa mendidik anak.

Terlebih di sistem kapitalis saat ini, yang ada wanita dipandang sebagai komuditas. Tak layak berdiam di rumah hanya menjadi istri dan ibu. Maka anemo bekerja bagi wanita sangatlah besar. Belum lagi perkara finansial yang bisa dibilang jauh dari kata sejahtera untuk tiap keluarga Muslim dalam memenuhi kebutuhan pokok sampai tersiernya.

Walhasil, wanita berbondong-bondong keluar rumah untuk bekerja, berkiprah di kehidupan umum untuk memenuhi brankasnya dengan pundi-pundi rupiah. Apalagi jika penghasilan suami tak mencukupi kebutuhannya atau dia seorang single parent.

Maka semakin jauhlah wanita dari fitrahnya sebagai Ibu pengatur rumah tangga dan madrasah pertama bagi anak-anaknya. Peran utama wanita bergeser.

Dalam sistem Islam, wanita boleh saja berkiprah di ranah publik. Selama tidak meninggalkan kewajibannya sebagai ummun warobbatul bayt serta madrasatul ula. 

Prioritas aktivitas dalam Islam harus diperhatikan, antara yang wajib dan mubah. Banyak wanita yang belum bisa melaksanakan aktivitas publik tanpa meninggalkan perannya di dalam rumah. Sedikit saja wanita yang bisa melaksanakan keduanya dengan proporsional sesuai status hukum syar'i.

Sungguh, dengan isu Pandemi Covid-19 memberikan hikmah tersendiri bagi wanita. Yakni bisa mengembalikan fitrah wanita yang sesungguhnya. Wanita bisa berperan sebagai istri, ibu dan guru dalam satu waktu. Meski dengan omelan awalnya, namun tak sedikit yang menyadari bahwa mendidik dan mengasuh anak adalah kewajibannya.

Hikmah dibalik Covid-19 mendekatkan antar anggota keluarga. Melekatkan emosional dan lebih dekat lagi anatara ibu dan anak. Pengasuhan bisa dilakukan 24 jam non stop tanpa jeda. Meningkatkan kekuatan spiritual secara berjamaah dalam satu keluarga. Sungguh hikmah yang sangat manis bagi yang bisa memetiknya.

Dan suasana keluarga yang ada peran ibu secara penuh bisa saja dirasakan anak setiap hari di luar masa pandemi. Jika sistem Islam dijadikan aturan baku dalam kehidupan yang diemban oleh negara.

Wallahu A'lam Bish Showab

Post a Comment

Previous Post Next Post