Dilematis, Keluarga dalam Menyikapi RUU Ketahanan Keluarga dan RUU P-KS


Oleh : Nur Fitriyah Asri
Aktivis Dakwah, Member AMK

Keluarga adalah institusi terkecil sebuah negara. Baik buruknya keluarga berpengaruh terhadap kondisi negara. Jika keluarga baik, otomatis negara juga baik, atau sebaliknya. Oleh sebab itu banyak pihak yang ingin mempengaruhi ketahanan keluarga. Dilema memang, bagaimana keluarga menyikapi RUU Ketahanan Keluarga dan RUU P-KS (Pemberantasan Kekerasan Seksual)?

Dilansir oleh Republika.com. Ketua Umum Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Pusat Erni Guntarti Tjahjo Kumolo mengatakan, keluarga di Indonesia saat ini mengalami kondisi dilematis. Hal ini disebabkan minimal oleh tiga faktor yaitu  terkait  perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya yang bertransformasi dari tradisional menjadi modern. Berakibat meningkatnya tuntutan gaya hidup hedonisme.

Selain itu, muncul fenomena baru yaitu meningkatnya perceraian, tingginya angka hidup bersama di luar nikah, dan menurunnya keinginan untuk memiliki anak.

Situasi dilematis juga terjadi saat keluarga harus berhadapan dengan cepatnya perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Sehingga, memunculkan masalah kemiskinan yang berdampak terhadap rendahnya tingkat pendidikan.

Belum lagi, harus menghadapi degradasi moral remaja dan anak bangsa karena pengaruh narkoba, pergaulan bebas, ancaman HIV/AIDS. Juga meningkatnya kriminalitas dan kejahatan yang disertai pelecehan seksual kepada anak. Semua itu penyebab menurunnya ketahanan keluarga.

“Kita tentu bersepakat akan pentingnya keluarga sebagai benteng utama ketahanan keluarga,” ujarnya dalam
seminar nasional peringatan Hari Keluarga Nasional ke-22.

Hal senada disampaikan oleh Anggota DPR Komisi VIII Ali Taher. Menurutnya pembahasan RUU Ketahanan Keluarga sangatlah urgen.
Kita ini bangsa  Indonesia, bangsa yang besar, penduduknya banyak, dengan masalah yang banyak pula. Pengangguran, kemiskinan, perceraian dan lainnya. 

Masalah perceraian saja merupakan masalah pelik dan besar. Dimana jumlah perceraian di Indonesia, tahun 2013 ada 200 ribuan, tahun 2018 ada 420 ribu, artinya meningkat dua kali lipatnya. Semua masalah pada akhirnya berdampak pada ketahanan keluarga. Untuk itu, Ia meminta pihak Istana tidak bersikap skeptis.

Sesungguhnya RUU Ketahanan Keluarga berharap dapat memproteksi keutuhan dan kualitas keluarga. Dengan pembakuan relasi suami-istri. Pendidikan dalam rumah, untuk mencegah kekerasan seksual.  Mengobati penyimpangan seksual. Sehingga akan terbentuk keharmonisan dalam keluarga. Anehnya justru dipersoalkan.(detik.com.22/2/2020)

Mereka yang menolak RUU Ketahanan Keluarga, menilai ada pasal bermasalah antara lain:
1. Setiap istri wajib mengurus rumah tangga dan menjaga keutuhan rumah tangga. Dinilai idenya mundur, karena menarik perempuan ke ranah kerja domestik (sumur, dapur, kasur). 
2. Setiap orang dewasa wajib melapor pada negara bila seksualitasnya menyimpang.
3. Pemisahan kamar tidur anak.
4. Pasal 85: Melarang aktivitas seksual menyimpang (homosek, insest, sadisme dan masochisme).
5. Mengatur penggunaan sperma dan ovum.
Pasal-pasal diatas dianggap menggugat kemapanan kesetaraan gender, peran publik perempuan, perlakuan terhadap LGBT, serta terlalu mencampuri ranah privat. Itulah alasan mereka menolak RUU Ketahanan Keluarga.

Mereka yang menolak, mengatas namakan Komisi Perempuan (pejuang feminis yang mengusung ide kesetaraan gender), HAM, bahkan Istana pun juga menolak, dan yang lainnya.

Hal tersebut telah membuktikan bahwa dalam sistem sekuler, mustahil menghasilkan UU/regulasi keluarga berdasarkan Islam, karena dianggap melanggar prinsip-prinsip sekuler liberal yang mereka anut.

Sejatinya yang menyebabkan kerusakan dan keterpurukan  keluarga muslim adalah ide sekularisme yang diadopsi negara,  yaitu paham yang memisahkan agama dengan kehidupan. Agama tidak boleh mengatur urusan negara. Jadi wajar jika keluarga muslim hanya tahu masalah akidah dan ibadah mahdhah saja. Mereka tidak menyadari ada skenario busuk yang selalu mengancam dan menghancurkan keluarga muslim.
Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. al-Baqarah: 120

ÙˆَÙ„َÙ†ْ تَرْضَÙ‰ٰ عَÙ†ْÙƒَ الْÙŠَÙ‡ُودُ ÙˆَÙ„َا النَّصَارَÙ‰ٰ Ø­َتَّÙ‰ٰ تَتَّبِعَ Ù…ِÙ„َّتَÙ‡ُÙ…ْ ۗ Ù‚ُÙ„ْ Ø¥ِÙ†َّ Ù‡ُدَÙ‰ اللَّÙ‡ِ Ù‡ُÙˆَ الْÙ‡ُدَÙ‰ٰ ۗ ÙˆَÙ„َئِÙ†ِ اتَّبَعْتَ Ø£َÙ‡ْÙˆَاءَÙ‡ُÙ…ْ بَعْدَ الَّØ°ِÙŠ جَاءَÙƒَ Ù…ِÙ†َ الْعِÙ„ْÙ…ِ ۙ Ù…َا Ù„َÙƒَ Ù…ِÙ†َ اللَّÙ‡ِ Ù…ِÙ†ْ ÙˆَÙ„ِÙŠٍّ ÙˆَÙ„َا Ù†َصِيرٍ

"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)." Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu."

Musuh-musuh Islam berhasil berkonspirasi menghapus institusi khilafah tahun 1924. Sejak itu, umat tidak lagi memiliki hukum-hukum Islam yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Kecuali, hukum keluarga yang mencakup masalah perkawinan dan perceraian saja. Inilah benteng terakhir umat dan syariat yang masih tersisa bagi keluarga.

Namun,  musuh-musuh Islam tidak pernah rela membiarkan umat ini melaksanakan aturan Islam. Mereka pun terus berusaha untuk merusak hukum-hukum keluarga, sistem keluarga, dan struktur tata kehidupan keluarga. Mereka memaksakan aturan mereka, melalui regulasi/Undang-Undang.

Oleh sebab itu,  Komnas Perempuan  gigih berjuang ke DPR untuk mengesahkan RUU P-KS, minta lebih diprioritaskan dari pada RUU Ketahanan Keluarga. Karena mendorong peran perempuan dalam kerja-kerja publik dan perlindungan hak-hak perempuan.

Sangat berbahaya sekali jika sampai disahkan oleh DPR. Karena mendorong dan menjerumuskan muslimah keluar bekerja di ranah publik. Merasa terhormat dan punya harga diri karena digaji.Tidak memikirkan lagi sang buah hati, ditinggal sendiri tanpa perhatian dan pendidikan dari ibundanya. Belum lagi disadari, telah  melanggar syara' karena berkhalwat, ikhtilat, dan tabarruj. Meskipun bekerja hukumnya mubah (boleh) tapi, tetap tidak boleh meninggalkan kewajibannya sebagai ummun warabbatul bait (sebagai ibu dan pengatur rumah tangga).Justru ini yang lebih mulia di hadapan Allah, sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-Hujurat: 13

  Ø¥ِÙ†َّ Ø£َÙƒْرَÙ…َÙƒُÙ…ْ عِÙ†ْدَ اللَّÙ‡ِ Ø£َتْÙ‚َاكُÙ…ْ ۚ 

"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu."

Masih gigih, padahal RUU P-KS sudah mengalami penolakan dari tokoh-tokoh agama
para ahli, ormas, dan elemen masyarakat lainnya. Jika sampai RUU ini disahkan sangat berbahaya. Karena sejumlah pihak menilai justru, berpotensi memberi ruang bagi perilaku seks bebas dan perilaku seks menyimpang, serta membolehkan aborsi, yang secara otomatis bertentangan dengan norma dan agama. Bisa jadi LGBT akan dilegalkan.

Disamping itu RUU P-KS karena pengusungnya adalah pejuang feminis, yang mengusung ide kesetaraan gender, jelas akan membawa keluarga muslim menjauhi agamanya, tidak mau terikat dengan syariat. Mereka meracuni pemikiran umat Islam dengan ide-ide liberal atau kebebasan dalam berpendapat, berakidah, bertingkah laku, berkepemilikan. Dimana tolok ukurnya bukan haram dan halal, akan tetapi manfaat.

Seperti pernyataan  Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengingatkan, bahwa dalam teori HAM, setiap warga negara memiliki hak atas integritas personal. Artinya berdaulat atas dirinya sendiri, bebas berpikir, bertindak, maupun bersosialisasi. Sehingga negara tidak bisa ikut serta  terkait RUU Ketahanan Keluarga dan LGBT, karena berpotensi melanggar HAM.

Jadi jelas bahwa HAM adalah alat penjajah sebagai payung hukum bagi mereka yang membenci Islam. Keluarga muslim benar-benar dilematis tidak bisa berharap kepada RUU Ketahanan Keluarga apalagi RUU P-KS.

Hanya Islam Kaffah Solusinya

Islam adalah agama  sekaligus Ideologi yaitu sebagai pedoman dan petunjuk hidup. Sempurna, karena mengatur semua sendi kehidupan, sekaligus menyelesaikan problem/ permasalahan hidup. Bersumber dalam Al-Qur'an dan Hadis. Dengan demikian semua pijakannya adalah akidah Islam.

Aturan dalam Islam meliputi tiga dimensi yaitu
1. Aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah/hablum minallah (akidah dan ibadah).
2. Aturan yang mengatur dengan dirinya sendiri/hablum minnan nafs (makanan, minuman, pakaian dan akhlak)
3. Aturan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya/hablum minnan nas (sistem keluarga, ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, politik, peradilan, pemerintahan dan lainnya). Untuk dimensi pertama dan kedua, bisa diterapkan secara individu. Adapun dimensi ketiga hanya negara yang bisa menerapkannya. Itulah syariat yang diwajibkan Allah kepada individu, keluarga, masyarakat dan negara, untuk berislam secara kaffah (total) QS. al-Baqarah: 208

Untuk mewujudkan ketahanan keluarga harus dibangun diatas syariat Islam, semua anggota keluarga tunduk dan patuh terhadap aturan Islam.

Islam telah memberikan aturan yang jelas dalam sistem keluarga. Bahwa hubungan antara suami-istri seperti persahabatan. Masing-masing paham akan hak dan kewajibannya. Laki-laki sebagai pemimpin dalam rumahtangganya, bertanggung jawab menafkahi anggota keluarganya. Adapun perempuan sebagai ummun warabbatul bait (ibu dan pengatur rumah tangga). 

Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan pokok individu rakyatnya (pangan, papan, sandang). Juga kebutuhan pokok masyarakatnya (pendidikan, kesehatan, keamanan).

Islam membolehkan perempuan keluar rumah untuk bekerja, seharusnya sebagai bentuk kontribusi demi terciptanya  peradaban luhur, mulia dalam masyarakat dan negara.

Islam tidak membatasi pendidikan perempuan. Justru dengan pendidikan tinggi bisa melahirkan generasi berkualitas, unggul. Berkontribusi membangun muslimah berkepribadian Islam, dalam rangka amar ma'ruf nahi mungkar, yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim.

Islam mewajibkan negara menjaga stabilitas dengan memberikan sanksi hukum yang tegas bagi semua bentuk pelanggaran sesuai syariat.

Saatnya kita buang sistem yang merusak, tidak ikut-ikutan mengadopsi, apalagi mempropagandakan, bahkan memperjuangkan ide feminisme yang mengusung kesetaraan gender. 

Ketahanan keluarga hanya terwujud dengan kebijakan integral yaitu kembali ke sistem Islam kaffah dalam bingkai khilafah ala minhajjin nubuwwah. Dengan begitu rahmatan lil alamin akan terwujud.

Wallahu a'lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post