Negara Mati Rasa, Subsidi Rakyat Dicabut Insentif Konglomerat Diobral

Oleh: Eno Fadli
(Pemerhati Kebijakan Publik)

Di awal tahun 2020, masyarakat dikejutkan dengan beberapa kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah. Kebijakan-kebijakan itu menyasar kepada masyarakat kecil dan memberatkan mereka.

Adanya rencana pencabutan subsidi elpiji 3 kg pada semester II tahun ini sudah santer terdengar. Ini pastinya berdampak pada kenaikan gas 3 kg, gas yang selama ini banyak digunakan masyarakat akan melonjak dikisaran Rp 35 ribu-Rp 45 ribu, disebabkan karena disesuaikan dengan harga pasar. Pemerintahpun berdalih tetap akan memberi subsidi para pemakai gas melon tersebut dengan cara langsung tepat sasaran, dengan skema barcode yang terhubung dengan perbankan (Republika.co.id, 18/01/2020). Pemerintah juga berencana akan membatasi pembelian gas melon menjadi 3 tabung per bulannya sesuai dengan kebutuhan rakyat miskin, jika lebih dari itu, pemerintah pantas curiga jangan-jangan subsidi salah sasaran, ujar Djoko Siswanto selaku Plt. Direktur Jendral Migas Kementerian ESDM (Tirto.id, 19/01/2020).

Setali tiga uang, begitupun dengan tarif listrik, rencananya akan ada penyesuaian tarif pelanggan listrik golongan 900 Volt Ampere. Kebijakan ini semula akan dilaksanakan 1 Januari 2020, namun diputuskan akan dipertimbangkan dahulu dengan mempertimbangkan stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat. “Belum ada kenaikan. Kita jaga kestabilan dulu”, ujar Arifin Tasrif selaku Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), dilansir dari laman Setkab.go.id, 29/12/2019.

Penyandang disabilitaspun merasakan penderitaan yang sama, terkait berubahnya status Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) yang membatasi peserta pembinaan dan masa pembinaan, sehingga harus ada masa pengakhiran layanan di balai pembinaan.

Dampaknya ada sebanyak 66 siswa dan mahasiswa disabilitas netra orang terancam drop out dan dipaksa keluar dari asrama melalui perlakuan yang kurang baik. Bahkan siswa disabilitas sejak tanggal 21 Juli 2019 sebagian mereka tidak lagi mendapatkan jatah makan minum, tidak diurus, dan bahkan terlantar (PikiranRakyat.com, 20/08/2020).

Ada 41 siswa disabel yang terpaksa tidur di trotoar Jalan Padjajaran Bandung, karena dipaksa keluar untuk mengosongkan tempat tinggalnya di asrama oleh pengelola Wyata Guna Bandung, dengan cara mengeluarkan barang-barang pribadi mereka terlebih dahulu (Era.id, 15/01/2020).

Dilain pihak, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit digelontorkanlah  dana kepada lima perusahaan sawit berskala besar, dengan total mencapai Rp 7,5 triliun sepanjang Januari-September 2017 (CNN.com, 17/01/2018). Hal ini menjelaskan, banyak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah menzalimi rakyat kecil, dengan mencabut subsidi tapi malah memberikan insentif untuk korporasi.

Sistem ekonomi yang dianut negeri menjadikan subsidi sebagai salah satu alat untuk mengendalikan ekonomi. Pengendalian ekonomi terbagi dua yaitu pengendalian langsung dan tidak langsung. Dan subsidi termasuk kepada pengendalian tidak langsung, yang kebijakannya bekerja pada mekanisme pasar, dimana didalam mekanisme pasar negara menggunakan prinsip untung rugi dalam penyelenggaraan pelayanan masyarakat.

Subsidi dalam Islam sebuah keharusan,karena pemimpin itu bertanggung jawab terhadap rakyatnya. 

الإمام رائع وهو مسؤول عن رعايته

Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.
(HR Muslim dan Ahmad).

Dan jika subsidi yang dimaksudkan sebagai bantuan negara dalam bentuk keuangan, maka Islam mengakui adanya subsidi dalam pengertian ini. Karena subsidi merupakan salah satu cara (uslub) yang boleh dilakukan negara, karena termasuk kepada pemberian harta milik negara kepada rakyat.

Seperti Khalifah Umar bin al-Khatab ra, pernah memberikan harta dari Baitul Mal (kas negara) kepada para petani di Irak agar mereka dapat mengolah lahan pertanian mereka.

Subsidi juga boleh diberikan negara dalam sektor pelayanan publik, dan sektor energi seperti BBM dan listrik, namun perlu diperhatikan karena BBM dan listrik dalam Islam termasuk barang milik umum (milkiyah ‘ammah), maka dalam pendistribusiannya harus dikembalikan kepada rakyat. Mekanismenya bisa dengan memberikan secara gratis atau dapat mendistribusikannya sesuai dengan ongkos produksi.

Namun dalam kondisi terjadinya ketimpangan ekonomi, pemberian subsidi yang hukum asalnya boleh menjadi wajib hukumnya, karena mengikuti kewajiban syariah untuk mewujudkan keseimbangan ekonomi. Hal ini dikarenakan Islam telah mewajibkan beredarnya harta diantara seluruh individu dan mencegah beredar harta pada golongan tertentu.
Dalam firman Allah swt:

كي لا يكون دولة بين الاغنياء منكم

“Supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya saja diatara kalian”
(QS. Al-Hasyr [59]: 7).

Hal ini pernah dicontohkan langsung oleh Rosulullah saw. Rosul pernah membagikan fai’ kepada Bani Nadhir dari harta milik negara, hanya kepada kaum Muhajirin tidak kepada kaum Anshar, karena rosul melihat ketimpangan ekonomi antara Muhajirin dan Anshar. (An-Nabhani, 2004: 249), sebagaimana dijelaskan oleh KH.Siddiq al-Jawie dalam artikelnya subsidi dalam pandangan Islam.

Sedangkan khusus sektor pendidikan, keamanan dan kesehatan, Islam mewajibkan negara menyelenggarakan secara cuma-cuma kepada tiga sektor ini, karena wajib hukumnya secara syar’i.

Seperti inilah pemerintahan Islam. Pemerintah akan memberikan pelayanan penuh kepada rakyat yang dipimpinnya, dan menjalankan aktivitas ekonomi berdasarkan hukum syariah dengan dorongan ketakwaan, sehingga menyadari tanggung jawabnya sebagai pengurus urusan rakyat.

Wallahu a’lam bishshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post