Membantah Statemen Jilbab Tidak Wajib

Oleh: N. Vera Khairunnisa

Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ قَالَ فِي كِتَابِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Siapa yang berkata tentang Kitabullah tanpa ilmu, siapkanlah tempat duduknya dari api neraka.
(HR at-Tirmidzi). 

***

Para penolak ajaran Islam, selalu punya dalih untuk membenarkan pendapatnya. Misalnya saja, mereka mengatakan bahwa khilafah bukan ajaran Islam dengan alasan bahwa tidak ada dalil yang jelas, baik dalam al Quran maupun as Sunnah yang menyatakan wajibnya khilafah. Padahal, memahami sebuah nash itu tidak harus selalu tekstual. 

Kewajiban khilafah merupakan kesepakatan para ulama. Salah satu hujjahnya berdasarkan dalil-dalil terkait dengan wajibnya kaum muslim untuk hanya berpegang pada aturan Allah swt dalam segala aspek kehidupan. Dan semua itu tidak mungkin terwujud kecuali dengan tegaknya sebuah isntitusi negara yang berlandaskan akidah Islam, yakni khilafah.

Baru-baru ini, muncul sebuah kontroversi karena ada pihak yang menyatakan bahwa jilbab itu tidak wajib. Padahal, dalil-dalil wajibnya seorang Muslimah untuk mengenakan jilbab itu jelas ada, baik dalam al Quran maupun as Sunnah. Mereka beralasan, kita tidak boleh memahami dalil secara tekstual.

Nah, dari sinilah kita bisa menemukan bahwa sebetulnya, tujuan mereka itu ingin menolak ajaran Islam. Ada inkonsistensi dalam memahami nash. Ketika tidak ada nash yang secara tekstual menerangkan sesuatu itu wajib, mereka katakan artinya sesuatu itu tidak wajib. Namun ketika ada nash yang sangat jelas secara tekstual menerangkan sesuatu itu wajib, mereka katakan jangan memahami nash secara tekstual.

Kewajiban Menutup Aurat

Islam mewajibkan setiap wanita dan pria untuk menutup aurat. Batasan aurat wanita didasarkan pada firman Allah SWT:

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا... 

Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka. Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) tampak pada diri mereka… (TQS an-Nur [24]: 31).

Ibnu Abbas ra. menyatakan yang dimaksud dengan frasa illa mâ zhahara minha dalam ayat di atas adalah muka dan telapak tangan. 

Batasan aurat wanita juga didasarkan pada hadis Nabi saw. dari ‘Aisyah ra. bahwa Asma’ binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah saw. dengan memakai pakaian yang tipis (transparan). Rasulullah saw. pun berpaling dari dia dan bersabda:

يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ

“Asma’, sungguh seorang wanita itu, jika sudah haidh (sudah balig), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini.” Beliau menunjuk wajah dan kedua telapak tangan beliau (HR Abu Dawud).

Berdasarkan hadis ini, Az-Zarqani berkata, “Aurat wanita di depan lelaki Muslim ajnabi (non-mahram) adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176).

Kewajiban Jilbab dan Kerudung

Islam memiliki aturan yang sangat detil terkait dengan bagaimana cara seorang Muslimah menutup aurat mereka ketika hendak keluar rumah. Bahwasannya seorang Muslimah diwajibkan untuk menggunakan kerudung dan jilbab. Kerudung dan jilbab ini memiliki perbedaan.

Kerudung bahasa arabnya yakni khimar. Menurut Imam Ali ash-Shabuni, khimar (kerudung) adalah ghitha' ar-ra'si 'ala shudur (penutup kepala hingga mencapai dada) agar leher dan dadanya tidak tampak. Kewajiban menggunakan khimar ini berdasarkan QS. An Nur ayat 31.

Adapun jilbab, di dalam kamus Ash-Shahhah, al-Jauhari mengatakan, "Jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhafah) yang sering disebut dengan mula'ah (baju kurung/gamis)."

Kewajiban berjilbab bagi Muslimah ditetapkan berdasarkan firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ... 

Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri kaum Mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka…" (TQS al-Ahzab [33]: 59).

Kewajiban berjilbab juga diperkuat oleh riwayat Ummu ‘Athiyyah yang berkata: Pada dua hari raya kami diperintahkan untuk mengeluarkan wanita-wanita haid dan gadis-gadis pingitan untuk menghadiri jamaah kaum Muslim dan doa mereka. Namun, wanita-wanita haid harus menjauhi tempat shalat mereka. Seorang wanita bertanya, “Wahai Rasulullah, seorang wanita di antara kami tidak memiliki jilbab (bolehkan dia keluar)?” Lalu Rasul saw. bersabda, “Hendaklah kawannya meminjamkan jilbabnya untuk dipakai wanita tersebut.” (HR al-Bukhari dan Muslim). 

Kalau memang berjilbab bagi Muslimah tidak wajib, tentu Nabi saw. akan mengizinkan kaum Muslimah keluar dari rumah mereka tanpa perlu berjilbab.

Oleh karena itu, sudah semestinya kita sebagai seorang Muslimah tidak meragukan kewajiban jilbab. Siapa saja yang mengatakan jilbab tidak wajib, artinya mereka menolak ajaran Islam. Tugas kita untuk membantah mereka dengan dalil yang jelas. Kalau tidak, maka kita telah memberi kesempatan pada mereka untuk merusak ajaran Islam yang sebenarnya. Wallahua'lam.
[]

Post a Comment

Previous Post Next Post