Jalan Tol Layang, Benarkah untuk Kepentingan Rakyat?

Oleh : Afra Shafaa Grazielle
Member Akademik Menulis Kreatif

Padi ditanam tumbuh ilalang. Peribahasa tersebut merepresentasikan kondisi Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II yang dibangun oleh Presiden Jokowi. Alih-alih memudahkan transportasi, Jalan tol yang baru diresmikan 20 Desember 2019 lalu itu malah menimbulkan kemacetan bahkan kecelakaan beruntun. 

Dikutip dari Republika.co.id (22/12/2019), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut, Jalan tol Layang Jakarta-Cikampek II tidak efektif dalam mengurai kemacetan saat akhir pekan, terutama masa libur panjang. YLKI mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi manajemen lalu lintas demi mengantisipasi kemacetan yang lebih parah. 

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengatakan kemacetan total selama dua jam di tol Layang Japek II terjadi pada Sabtu (21/12) malam. Berdasarkan pengamatan langsung oleh YLKI, akibat kemacetan tersebut terpaksa arus lalu lintas menuju tol Layang ditutup sementara. 
"Prediksi saya terbukti. Ini artinya Tol Layang Jakarta-Cikampek dibangun tidak mempertimbangkan berbagai kemungkinan, termasuk jika ada kendaraan mogok," kata Tulus dalam keterangannya, Kamis (22/12). Tulus mengatakan, akibat adanya kejadian tersebut, fungsi utama dibangunnya Tol Layang Japek II untuk mengurai kemacetan sia-sia. "Ini bisa jadi petugas tol yang tidak siap mengatasi masalah traffic yang sedang tinggi-tingginya atau ketika ada kendaraan yang mogok," katanya. 

Sementara itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan bahwa hadirnya tol Layang Jakarta-Cikampek (Japek) bukan produk gagal. Ia menjelaskan, dengan adanya tol tersebut bisa mempercepat waktu tempuh kendaraan. Contohnya, Jakarta-Bandung dari empat jam menjadi tiga jam.
Mengapa saya katakan bagus? Karena sekarang ini rata-rata Jakarta-Bandung sekarang sudah 3 jam 3,5 jam sebelumnya empat jam. Lebih banyak yang mengatakan oke, katanya.
Namun, lanjut dia, dalam waktu hingga tiga bulan ke depan ini pihaknya akan mengevaluasi kekurangan-kekurangan dalam pengoperasian tol Japek Layang tersebut.

Selain kemacetan, kecelakaan beruntun juga terjadi di tol Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated pada Minggu (22/12/2019), sebagaimana dilansir oleh CNBC Indonesia (22/12/2019). Pihak Jasa Marga membenarkan adanya kecelakaan tersebut. 
"Ada kecelakaan beruntun pagi tadi sekitar jam 9 pagi, namun hanya kerugian material saja," ungkap Corporate Communication Department Head PT Jasa Marga (Persero) Tbk Faiza Riani ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat, Minggu (22/12/2019).

Dia menambahkan, Jasa Marga masih mencoba memonitor kronologi lengkap dari PJR yang bertugas. Sejauh ini informasi yang diterima Jasa Marga, kecelakaan diakibatkan kurang antisipasi sehingga ada kendaraan yang tertabrak dari belakang.

Ditambah lagi, ada 13 kasus mobil pecah ban di tol Layang Jakarta-Cikampek. Akan tetapi, PT Jasa Marga menampik 13 kasus mobil pecah ban di Tol Layang Jakarta-Cikampek atau Tol Japek akibat konstruksi jalan, terutama sambungan antargirder atau expansion joint tidak rata. Direktur Operasi PT Jasa Marga Tbk, Subakti Syukur mengatakan, ban pecah yang dialami oleh pengguna jalan cenderung disebabkan karena kondisi ban kendaraan tersebut sudah tipis. 

Jasa Marga mencatat gangguan kendaraan akibat pecah ban selama tiga hari dioperasikan (15-17 Desember) mencapai 13 kali. Rinciannya hari pertama delapan kali, kemudian berikutnya dua kali, dan terakhir tiga kali. "Intinya kondisi kendaraan harus prima ketika melintas di atas," ujar dia.

Sementara itu, General Manajer Traffic PT Jasa Marga Jalan Layang Cikampek, Aprimon mengatakan, ada sebanyak 26 sambungan antargirder yang rusak. Sambungan ini yang masih dirasakan oleh pengguna Jalan Tol tersebut. "Ada 21 expansion joint sudah diperbaiki, sisanya lima hari ini selesai," kata Aprimon di lokasi yang sama. (Tempo.co, 19/12/2019)

Jalan Tol Dibangun demi Kepentingan Bisnis, Bukan untuk Rakyat

Selama kapitalisme masih diterapkan di negeri ini, maka manfaat menjadi standar seluruh perbuatan. Segala sesuatu yang dilakukan harus memperhitungkan untung-rugi, dalam hal ini berorientasi bisnis. Tak peduli kebutuhan masyarakat terpenuhi atau tidak. Hubungan yang ada semata hubungan jual-beli antara konsumen (pemakai Jalan tol) dengan operator. Bukan hubungan antara warga negara dengan penyelenggara layanan publik.

Jalan tol seharusnya dikelola oleh negara dan dimanfaatkan oleh seluruh rakyat secara gratis. Akan tetapi, Presiden Joko Widodo memastikan bahwa pengoperasian Jalan Tol Japek Layang gratis hingga tahun baru. Setelah itu, para pengguna jalan tersebut harus membayar dan tentu saja tarifnya tidak murah. Sehingga nantinya tidak semua orang bisa menikmatinya. 

Dana pembangunan Jalan Tol berasal dari pinjaman atau utang dan rakyatlah yang harus membayarnya. Kredit sindikasi diberikan oleh 16 gabungan perbankan dan lembaga sebesar 11,36 triliun. Selain itu, pembangunan Jalan tol tersebut tidak memperhatikan keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya. Konstruksi jalan terutama sambungan antargirder atau expansion joint tidak rata diduga menjadi penyebab 13 mobil pecah ban di tol Japek. Itulah kapitalisme, kepentingan bisnislah yang diutamakan.

Jika ditelaah lebih dalam, pemerintah sebenarnya tidak serius dalam upaya memudahkan transportasi, dalam hal ini mengatasi kemacetan.Hal itu dapat dijelaskan bahwa volume kendaraan yang melebihi kapasitas jalan tentu akan menyebabkan kemacetan. Seharusnya pemerintah membatasi jumlah kendaraan pribadi di jalan disesuaikan dengan daya tampung jalan. Tetapi mengapa pemerintah tidak melakukan demikian? Tentu saja ada kaitannya dengan bisnis.

Banyak orang memilih menggunakan kendaraan pribadi ketimbang kendaraan umum, karena layanan transportasi umum tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Yakni, tarif yang tidak bisa dijangkau oleh semua orang, kendaraan yang tidak layak dan sering kecelakaan hingga maraknya kriminalitas  seperti kasus pencopetan, pelecehan seksual, penodongan dan lain sebagainya. Padahal tugas pemimpin seharusnya yang memastikan seluruh kebutuhan rakyatnya terpenuhi.

Selain itu, padatnya perkotaan karena kurangnya pemerataan sarana dan fasilitas umum baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, ekonomi, lapangan pekerjaan dan berbagai fasilitas publik lainnya.  Akibatnya, kebanyakan orang harus bermukim atau melakukan perjalanan di kota tertentu yang memiliki kelengkapan sarana dan fasilitas umum yang memadai. Sehingga kemacetan di jalan tidak bisa dihindari.


Sungguh Mengagumkan Layanan Transportasi dalam Negara Khilafah

Islam memandang bahwa pembangunan infrastruktur merupakan tanggung jawab negara (khilafah). Sehingga seluruh warga negara dapat menikmatinya secara gratis. Karena jalan raya termasuk dalam kategori kemanfaatan umum yang pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu ataupun kelompok tertentu.

Pendanaan pembangunan infrastruktur negara khilafah berasal dari dana Baitul Mal, tanpa membebani masyarakat sedikitpun. Demikian sangat wajar terjadi karena  kekayaan milik umum dan kekayaan milik negara dikuasai dan dikelola oleh negara, tidak diserahkan kepada swasta maupun asing.

Kalaupun Baitul Mal kekurangan dana, baik karena terkuras karena membiayai peperangan, bencana alam dan lain sebagainya. Tetapi jika infrastuktur tersebut vital dan sangat dibutuhkan, maka negara akan mendorong partisipasi publik untuk berinfak. Jika tidak cukup, maka kaum muslim, laki-laki dan mampu dikenakan pajak khusus untuk membiayai proyek ini hingga terpenuhi. Negara juga bisa mengajukan fasilitas kredit, baik kepada negara maupun perusahaan asing tanpa bunga dan tanpa syarat yang dapat membuat negara terjebak.

Sebagai contoh, khalifah Umar bin Khattab berupaya membangun infrastruktur yang berkualitas dan merata di seluruh wilayah. Tujuannya hanya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Beliau menyisihkan dana dari Baitul Mal, khusus untuk pembangunan infrastruktur. Sehingga dapat dimulai pembangunan jalan untuk memudahkan akses ke berbagai negara Islam. 

Begitu besar perhatiannya terhadap pembangunan sarana transportasi, khalifah Umar bin Khattab ra. sampai pernah berkata, Seandainya ada kambing yang terperosok lubang di Hadramaut (Iran), maka aku bertanggung jawab terhadapnya. Selain itu, Umar juga pernah menyediakan unta dalam jumlah besar. Tujuannya agar transportasi antarwilayah semakin mudah, dan orang-orang yang tidak memiliki kendaraan bisa lebih mudah melakukan perjalanan ke wilayah Syam.

Saat mengetahui ada satu sungai yang pernah mengalir di antara sungai Nil dan Benteng Babilonia serta mengalir ke Laut Merah, Umar bin Khattab memutuskan untuk menggali kembali sungai yang telah tertimbun itu. Umar bin Khattab mengutus Gubernur Mesir, Amru bin Ash, untuk melakukan penggalian kembali. Setelah berhasil digali, tampak nyata jalur perdagangan antara Hijaz dan Mesir menjadi lebih mudah.

Khalifah mengupayakan pemerataan dan penataan pembangunan infrastruktur dengan menggunakan teknologi mutakhir yang dimiliki. Saat Baghdad dijadikan ibu kota negara, kekhilafahan Abassiyah menjadikan setiap bagian kota hanya untuk sejumlah penduduk tertentu. Setiap bagian kota tersebut dilengkapi dengan sarana-prasarana dan fasilitas umum, seperti sekolah, perpustakaan, masjid, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan, hingga pemakaman umum dan tempat pengelolaan sampah.

Dengan kebijakan pembangunan kota seperti itu, maka akan mencegah orang-orang untuk pergi ke kota lain untuk menuntut ilmu, bekerja, ataupun memenuhi kebutuhannya. Karena semua fasilitas dan sarana-prasarana yang dibangun memiliki kualitas yang memadai dan mudah dijangkau bahkan dengan berjalan kaki. Pembangunan yang merata dan ketersediaan lapangan kerja di setiap wilayah akan menghindari konsentrasi warga negara pada satu wilayah tertentu, sehingga dapat mengatasi kepadatan penduduk yang dapat menimbulkan kemacetan.

Lebih hebat lagi, khilafah juga pernah membangun jalur kereta api (railway). Khalifah Abdul Hamid II pada 1900 mencanangkan proyek Hijaz Railway. Jalur kereta ini terbentang dari Istanbul, ibu kota Khilafah hingga Makkah, melewati Damaskus, Jerusalem dan Madinah. Di Damaskus, jalur ini terhubung dengan Baghdad Railway yang rencananya sampai ke Timur menghubungkan seluruh negeri Islam lain. Dengan kebijakan tersebut, durasi perjalanan dari Istanbul ke Makkah yang semula 40 hari dapat ditempuh selama 5 hari.

Begitulah, betapa Islam sangat memperhatikan kesejahteraan umat manusia. Idealnya, pemimpin bertugas untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan rakyatnya. Hanya saja, sosok pemimpin yang baik seperti itu hanya bisa dilahirkan dari  sistem yang baik yakni khilafah. Sistem itulah yang sebenarnya dirindukan oleh seluruh umat manusia.
Wallahu alam bishshawab.


Jalan Tol Layang, Benarkah untuk Kepentingan Rakyat?
Oleh : Afra Shafaa Grazielle
Member Akademik Menulis Kreatif


Padi ditanam tumbuh ilalang. Peribahasa tersebut merepresentasikan kondisi Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek II yang dibangun oleh Presiden Jokowi. Alih-alih memudahkan transportasi, Jalan tol yang baru diresmikan 20 Desember 2019 lalu itu malah menimbulkan kemacetan bahkan kecelakaan beruntun.

Dikutip dari Republika.co.id (22/12/2019), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut, Jalan tol Layang Jakarta-Cikampek II tidak efektif dalam mengurai kemacetan saat akhir pekan, terutama masa libur panjang. YLKI mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi manajemen lalu lintas demi mengantisipasi kemacetan yang lebih parah.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengatakan kemacetan total selama dua jam di tol Layang Japek II terjadi pada Sabtu (21/12) malam. Berdasarkan pengamatan langsung oleh YLKI, akibat kemacetan tersebut terpaksa arus lalu lintas menuju tol Layang ditutup sementara.
"Prediksi saya terbukti. Ini artinya Tol Layang Jakarta-Cikampek dibangun tidak mempertimbangkan berbagai kemungkinan, termasuk jika ada kendaraan mogok," kata Tulus dalam keterangannya, Kamis (22/12). Tulus mengatakan, akibat adanya kejadian tersebut, fungsi utama dibangunnya Tol Layang Japek II untuk mengurai kemacetan sia-sia. "Ini bisa jadi petugas tol yang tidak siap mengatasi masalah traffic yang sedang tinggi-tingginya atau ketika ada kendaraan yang mogok," katanya.

Sementara itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan bahwa hadirnya tol Layang Jakarta-Cikampek (Japek) bukan produk gagal. Ia menjelaskan, dengan adanya tol tersebut bisa mempercepat waktu tempuh kendaraan. Contohnya, Jakarta-Bandung dari empat jam menjadi tiga jam.
Mengapa saya katakan bagus? Karena sekarang ini rata-rata Jakarta-Bandung sekarang sudah 3 jam 3,5 jam sebelumnya empat jam. Lebih banyak yang mengatakan oke, katanya.
Namun, lanjut dia, dalam waktu hingga tiga bulan ke depan ini pihaknya akan mengevaluasi kekurangan-kekurangan dalam pengoperasian tol Japek Layang tersebut.

Selain kemacetan, kecelakaan beruntun juga terjadi di tol Jakarta-Cikampek (Japek) II Elevated pada Minggu (22/12/2019), sebagaimana dilansir oleh CNBC Indonesia (22/12/2019). Pihak Jasa Marga membenarkan adanya kecelakaan tersebut.
"Ada kecelakaan beruntun pagi tadi sekitar jam 9 pagi, namun hanya kerugian material saja," ungkap Corporate Communication Department Head PT Jasa Marga (Persero) Tbk Faiza Riani ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat, Minggu (22/12/2019).

Dia menambahkan, Jasa Marga masih mencoba memonitor kronologi lengkap dari PJR yang bertugas. Sejauh ini informasi yang diterima Jasa Marga, kecelakaan diakibatkan kurang antisipasi sehingga ada kendaraan yang tertabrak dari belakang.

Ditambah lagi, ada 13 kasus mobil pecah ban di tol Layang Jakarta-Cikampek. Akan tetapi, PT Jasa Marga menampik 13 kasus mobil pecah ban di Tol Layang Jakarta-Cikampek atau Tol Japek akibat konstruksi jalan, terutama sambungan antargirder atau expansion joint tidak rata. Direktur Operasi PT Jasa Marga Tbk, Subakti Syukur mengatakan, ban pecah yang dialami oleh pengguna jalan cenderung disebabkan karena kondisi ban kendaraan tersebut sudah tipis.

Jasa Marga mencatat gangguan kendaraan akibat pecah ban selama tiga hari dioperasikan (15-17 Desember) mencapai 13 kali. Rinciannya hari pertama delapan kali, kemudian berikutnya dua kali, dan terakhir tiga kali. "Intinya kondisi kendaraan harus prima ketika melintas di atas," ujar dia.

Sementara itu, General Manajer Traffic PT Jasa Marga Jalan Layang Cikampek, Aprimon mengatakan, ada sebanyak 26 sambungan antargirder yang rusak. Sambungan ini yang masih dirasakan oleh pengguna Jalan Tol tersebut. "Ada 21 expansion joint sudah diperbaiki, sisanya lima hari ini selesai," kata Aprimon di lokasi yang sama. (Tempo.co, 19/12/2019)

Jalan Tol Dibangun demi Kepentingan Bisnis, Bukan untuk Rakyat

Selama kapitalisme masih diterapkan di negeri ini, maka manfaat menjadi standar seluruh perbuatan. Segala sesuatu yang dilakukan harus memperhitungkan untung-rugi, dalam hal ini berorientasi bisnis. Tak peduli kebutuhan masyarakat terpenuhi atau tidak. Hubungan yang ada semata hubungan jual-beli antara konsumen (pemakai Jalan tol) dengan operator. Bukan hubungan antara warga negara dengan penyelenggara layanan publik.

Jalan tol seharusnya dikelola oleh negara dan dimanfaatkan oleh seluruh rakyat secara gratis. Akan tetapi, Presiden Joko Widodo memastikan bahwa pengoperasian Jalan Tol Japek Layang gratis hingga tahun baru. Setelah itu, para pengguna jalan tersebut harus membayar dan tentu saja tarifnya tidak murah. Sehingga nantinya tidak semua orang bisa menikmatinya.

Dana pembangunan Jalan Tol berasal dari pinjaman atau utang dan rakyatlah yang harus membayarnya. Kredit sindikasi diberikan oleh 16 gabungan perbankan dan lembaga sebesar 11,36 triliun. Selain itu, pembangunan Jalan tol tersebut tidak memperhatikan keamanan dan kenyamanan bagi penggunanya. Konstruksi jalan terutama sambungan antargirder atau expansion joint tidak rata diduga menjadi penyebab 13 mobil pecah ban di tol Japek. Itulah kapitalisme, kepentingan bisnislah yang diutamakan.

Jika ditelaah lebih dalam, pemerintah sebenarnya tidak serius dalam upaya memudahkan transportasi, dalam hal ini mengatasi kemacetan.Hal itu dapat dijelaskan bahwa volume kendaraan yang melebihi kapasitas jalan tentu akan menyebabkan kemacetan. Seharusnya pemerintah membatasi jumlah kendaraan pribadi di jalan disesuaikan dengan daya tampung jalan. Tetapi mengapa pemerintah tidak melakukan demikian? Tentu saja ada kaitannya dengan bisnis.

Banyak orang memilih menggunakan kendaraan pribadi ketimbang kendaraan umum, karena layanan transportasi umum tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Yakni, tarif yang tidak bisa dijangkau oleh semua orang, kendaraan yang tidak layak dan sering kecelakaan hingga maraknya kriminalitas  seperti kasus pencopetan, pelecehan seksual, penodongan dan lain sebagainya. Padahal tugas pemimpin seharusnya yang memastikan seluruh kebutuhan rakyatnya terpenuhi.

Selain itu, padatnya perkotaan karena kurangnya pemerataan sarana dan fasilitas umum baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, ekonomi, lapangan pekerjaan dan berbagai fasilitas publik lainnya.  Akibatnya, kebanyakan orang harus bermukim atau melakukan perjalanan di kota tertentu yang memiliki kelengkapan sarana dan fasilitas umum yang memadai. Sehingga kemacetan di jalan tidak bisa dihindari.


Sungguh Mengagumkan Layanan Transportasi dalam Negara Khilafah

Islam memandang bahwa pembangunan infrastruktur merupakan tanggung jawab negara (khilafah). Sehingga seluruh warga negara dapat menikmatinya secara gratis. Karena jalan raya termasuk dalam kategori kemanfaatan umum yang pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu ataupun kelompok tertentu.

Pendanaan pembangunan infrastruktur negara khilafah berasal dari dana Baitul Mal, tanpa membebani masyarakat sedikitpun. Demikian sangat wajar terjadi karena  kekayaan milik umum dan kekayaan milik negara dikuasai dan dikelola oleh negara, tidak diserahkan kepada swasta maupun asing.

Kalaupun Baitul Mal kekurangan dana, baik karena terkuras karena membiayai peperangan, bencana alam dan lain sebagainya. Tetapi jika infrastuktur tersebut vital dan sangat dibutuhkan, maka negara akan mendorong partisipasi publik untuk berinfak. Jika tidak cukup, maka kaum muslim, laki-laki dan mampu dikenakan pajak khusus untuk membiayai proyek ini hingga terpenuhi. Negara juga bisa mengajukan fasilitas kredit, baik kepada negara maupun perusahaan asing tanpa bunga dan tanpa syarat yang dapat membuat negara terjebak.

Sebagai contoh, khalifah Umar bin Khattab berupaya membangun infrastruktur yang berkualitas dan merata di seluruh wilayah. Tujuannya hanya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Beliau menyisihkan dana dari Baitul Mal, khusus untuk pembangunan infrastruktur. Sehingga dapat dimulai pembangunan jalan untuk memudahkan akses ke berbagai negara Islam.

Begitu besar perhatiannya terhadap pembangunan sarana transportasi, khalifah Umar bin Khattab ra. sampai pernah berkata, Seandainya ada kambing yang terperosok lubang di Hadramaut (Iran), maka aku bertanggung jawab terhadapnya. Selain itu, Umar juga pernah menyediakan unta dalam jumlah besar. Tujuannya agar transportasi antarwilayah semakin mudah, dan orang-orang yang tidak memiliki kendaraan bisa lebih mudah melakukan perjalanan ke wilayah Syam.

Saat mengetahui ada satu sungai yang pernah mengalir di antara sungai Nil dan Benteng Babilonia serta mengalir ke Laut Merah, Umar bin Khattab memutuskan untuk menggali kembali sungai yang telah tertimbun itu. Umar bin Khattab mengutus Gubernur Mesir, Amru bin Ash, untuk melakukan penggalian kembali. Setelah berhasil digali, tampak nyata jalur perdagangan antara Hijaz dan Mesir menjadi lebih mudah.

Khalifah mengupayakan pemerataan dan penataan pembangunan infrastruktur dengan menggunakan teknologi mutakhir yang dimiliki. Saat Baghdad dijadikan ibu kota negara, kekhilafahan Abassiyah menjadikan setiap bagian kota hanya untuk sejumlah penduduk tertentu. Setiap bagian kota tersebut dilengkapi dengan sarana-prasarana dan fasilitas umum, seperti sekolah, perpustakaan, masjid, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan, hingga pemakaman umum dan tempat pengelolaan sampah.

Dengan kebijakan pembangunan kota seperti itu, maka akan mencegah orang-orang untuk pergi ke kota lain untuk menuntut ilmu, bekerja, ataupun memenuhi kebutuhannya. Karena semua fasilitas dan sarana-prasarana yang dibangun memiliki kualitas yang memadai dan mudah dijangkau bahkan dengan berjalan kaki. Pembangunan yang merata dan ketersediaan lapangan kerja di setiap wilayah akan menghindari konsentrasi warga negara pada satu wilayah tertentu, sehingga dapat mengatasi kepadatan penduduk yang dapat menimbulkan kemacetan.

Lebih hebat lagi, khilafah juga pernah membangun jalur kereta api (railway). Khalifah Abdul Hamid II pada 1900 mencanangkan proyek Hijaz Railway. Jalur kereta ini terbentang dari Istanbul, ibu kota Khilafah hingga Makkah, melewati Damaskus, Jerusalem dan Madinah. Di Damaskus, jalur ini terhubung dengan Baghdad Railway yang rencananya sampai ke Timur menghubungkan seluruh negeri Islam lain. Dengan kebijakan tersebut, durasi perjalanan dari Istanbul ke Makkah yang semula 40 hari dapat ditempuh selama 5 hari.

Begitulah, betapa Islam sangat memperhatikan kesejahteraan umat manusia. Idealnya, pemimpin bertugas untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan rakyatnya. Hanya saja, sosok pemimpin yang baik seperti itu hanya bisa dilahirkan dari  sistem yang baik yakni khilafah. Sistem itulah yang sebenarnya dirindukan oleh seluruh umat manusia.
Wallahu alam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post