Ibrah, Musibah Akibat Sistim dan Aturannya

By : Nurul Putri K
Ummu wa Rabatul Bayt dan Pegiat Dakwah

Banjir, masalah yang terus berulang yang menjadi langganan di ibukota. Saat musim penghujan tiba, genangan air selama berhari-hari pun tidak hanya menghambat aktivitas warga, tetapi juga melumpuhkan segala aktivitas dan perekonomian di Jakarta. 

Setuju atau tidak bencana banjir pasti merugikan dan menyusahkan banyak pihak. Belum lagi dampak buruk akibat banjir tersebut telah merenggut nyawa. Jalur transportasi terhambat, lalu lintas kacau, rumah terendam air, listrik padam, dan ancaman penyakit menambah daftar panjang derita yang harus ditanggung para korban. 

Banjir di negeri ini seakan menjadi rutinitas tahunan tak terkendali. Terus berulang hingga menimbulkan kerugian secara materil dan non materil yang  membayangi rakyat tanpa solusi pasti. 

Di malam pergantian tahun 2019 menuju 2020 musibah banjir kembali menerpa. Sebagaimana dikutip dari laman nusantara.rmol.id menjelaskan bahwa "Diawal tahun 2020 Jakarta dilanda hujan deras sejak Selasa sore (31/1) hingga Rabu pagi (1/1). Akibatnya, hampir seluruh wilayah ibukota lumpuh karena terendam banjir. Tercatat ada 63 titik banjir yang menyebar di kawasan Jakarta. Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) merilis data terbaru sampai dengan Kamis (2/1) pukul 21.00 WIB. Jumlah korban meninggal akibat banjir di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) sebanyak 30 orang. Rincian korban meninggal terbanyak berada di Kabupaten Bogor 11 orang, kemudian Jakarta Timur 7 orang, Kota Bekasi dan Kota Depok masing-masing 3 orang, dan masing-masing 1 orang untuk Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor dan Kota Tangerang.

Selanjutnya upaya saling tuding dan hujan protes pun menyasar  para petinggi negeri tak terkecuali  Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang terus dihujat karena dianggap tidak mampu menangani banjir Jakarta dan sekitarnya. Sementara itu Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi  ikut berkomentar  bahwa "Banjir yang terjadi di sejumlah wilayah akibat penggundulan hutan, penyempitan dan pendangkalan sungai hingga pembangunan yang jor-joran. Banjir terjadi dimana-mana, tidak usah saling menyalahkan karena ini kesalahan kolektif bersama." kata Dedi melalui sambungan telepon, Kamis (2/1/2020). Selain itu beliau juga mengatakan banjir disebabkan oleh pembangunan properti tanpa mengindahkan tanah rawa, sawah dan cekungan danau. Semuanya dibabat dan diembat. (kompas.com).

Pada saat curah hujan yang terjadi pada 1 Januari 2020 disekitar Jakarta, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), termasuk yang paling ekstrem dan tertinggi sejak 154 tahun lalu. Banjir yang dipicu hujan besar yang menenggelamkan sebagian Ibukota negara dan kota-kota penyangga sekitarnya. Sudah banyak penelitian dan kajian untuk menanggulangi banjir Jabodetabek. Baik pemerintah pusat dan daerah telah memproduksi dokumen perencanaan, tata ruang, master plan dan program. Namun hanya sedikit dari rencana-rencana tersebut yang sudah benar-benar terlaksana. Implementasi rencana penanggulangan banjir masih parsial, jangka pendek, dan belum terintegrasi. (kompas.com).

Banjir berulang setiap tahun jelas bukan karena faktor alam semata. Juga tidak hanya problem teknis seperti tidak berfungsi drainase, resapan air, kurang kanal dan lain-lain. tapi masalah sistemik yang datang dari berlakunya sistem kapitalistik. Ada banyak pandangan terkait penyebab banjir. Namun faktanya bahwa banjir di Jakarta tidak hanya terjadi satu atau dua kali saja. Ini berarti ada yang kurang tepat dalam pengelolaannya. Sehingga, usaha mengatasi banjir secara teknis tidak pernah tuntas, karena permasalahannya lebih kepada ideologi yang diterapkan negara, yakni ideologi   kapitalisme. Ideologi tersebut lah penyumbang terbesar karut marut tata kelola terkait sarana dan prasarana  publik.  Selain itu padatnya jumlah penduduk di Ibukota tentu berimbas pada banyaknya jumlah sampah yang ada. Kondisi ini semakin diperparah dengan kebiasaan masyarakat yang belum sadar pentingnya membuang sampah pada tempatnya. Hingga akhirnya sampah banyak menumpuk di saluran air dan sungai-sungai. Kemudian menghambat aliran air, dan menyebabkan sungai meluap hingga terjadilah banjir.

Tidak hanya itu, ketika banjir melanda kesiapan pemerintah juga terlihat dari evakuasi korban yang lambat dan kondisi pengungsian yang jauh dari layak. Yang menyakitkan lagi, dalam kondisi ratusan orang butuh bantuan segera, rezim penguasa saat ini justru saling tuding dan menyalahkan. Semua ini cukup menjadi bukti, persoalan banjir dan tanah longsor yang melanda negeri ini sudah begitu serius yang membutuhkan solusi segera untuk menyelesaikannya. Karena itu penting mempersiapkan secara benar apa yang menjadi biang keladi dan akar masalahnya. Pembangunan kapitalistik  yang saat ini dilakukan lebih  menonjol dan berdampak pada alih fungsi lahan yang salah. Karena saat ini semakin gencar dilakukan proyek infrastruktur dengan tujuan tertentu yang dilakukan oleh para  penguasa.

Kita harus tahu bahwa penyelesaian tidak cukup hanya perbaikan teknis saja tapi harus menyentuh perubahan ideologis dan sistemis kepada masyarakat. Dengan menyadari sistem kapitalistik mufsiduna fil ardh (yang merusak bumi) sedangkan pemberlakuan Islam akan mewujudkan khilafah fil ardh (pemimpin di muka bumi).  Momentum banjir harus menjadi pengingat agar menjadi kesadaran umum untuk mengubah pola pikir dan pola sikap yang benar dalam diri masyarakat, kemudian membuang pandangan hidup kapitalisme tersebut untuk bersegera kembali kepada Islam.

Dalam pandangan Islam, air, hutan, dan api (barang tambang) adalah ciptaan Allah.  Diciptakan-Nya semua itu untuk memenuhi kebutuhan hidup serta kesejahteraan manusia, bukan milik kalangan tertentu. Allah SWT berfirman : 
 “Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang dibumi untukmu."  (TQS Al Baqarah [2]: 29).

Ayat diatas tentu harus menjadi pengingat agar senantiasa menambah ketaatan kita pada Allah Tuhan Semesta Alam dengan menerapkan syariat-Nya adalah jalan turunnya keberkahan dan pertolongan agar negeri ini bisa terbebas dari bencana langganan akibat ulah tangan manusia. Tentu saja sistem kapitalisme liberal yang mementingkan keuntungan sebesar-besarnya telah menerobos kehidupan dan merusak lingkungan alam. Hal inilah yang menyebabkan bencana banjir datang setiap tahun. Bencana tersebut tak hanya datang tiba-tiba, melainkan diundang oleh tangan manusia itu sendiri. Allah Swt telah berfirman :
“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS Ar-Rum(30): 41).

Oleh karena itu, saatnya negeri ini mengembalikan aturannya pada syariat Islam secara totalitas supaya terhindar dari bencana yang disebabkan oleh kemungkaran dan kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia. Ketaatan ini hanya bisa terwujud jika negeri ini kembali menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyah.
Wallahu a'lam bi ash-shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post