Gaza Memanggil Umat Islam Dunia

Oleh: Mustika Lestari
(Pemerhati Remaja)

“Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.” Demikianlah salah satu peribahasa Indonesia tentang pentingnya persatuan. Dulu, kalimat ini selalu menjadi pengingat kita tentang dua hal. Pertama, sesuatu hal akan akan berhasil apabila dikerjakan bersama-sama. Kedua, suatu kelompok, kaum atau bangsa akan menjadi kuat dan maju apabila tidak berpecah-belah. Akan tetapi hari ini, nampaknya persatuan yang dimaksud tidak lagi menjadi pegangan. Terbukti, kita hari ini umat Islam yang diumpamakan bagaikan satu tubuh enggan  merajut persatuan untuk membebaskan saudara kita yang sedang terjajah, saudara Muslim Gaza-Palestina. 

Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin mengutuk serangan udara yang dilakukan Israel di jalur Gaza. Penyerangan itu diketahui menimbulkan korban  jiwa. Ma’ruf mengatakan bahwa konflik Israel-Palestina tersebut harus selesai secara tuntas. Pasalnya, permasalahan tersebut telah bergulir dan korban jiwa pun tidak dapat terhindarkan.

Untuk penyelesaian, Ma’ruf mengungkapkan sebaiknya sejumlah pihak yang terlibat mencari solusi atau two state solution. Two state solution merupakan cara penyelesaian konflik yang sudah disepakati oleh komunitas internasional melalui resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) No.194.

Selain itu, Ma’ruf  juga menekankan adanya kesepakatan di Palestina sendiri yang terbagi menjadi Hamas dan Fatah, dua kelompok partai di Palestina yang kerap bertikai. Menurutnya, mesti ada perdamaian di antara kedua kelompok tersebut sehingga Palestina memiliki satu gerakan yang kuat untuk menyelesaikan konflik dengan Israel (http://www.suara.com, 15/11/2019).

Gaza Terus Berduka, Hilangnya Ukhuwah Umat Islam?

Konflik Israel-Palestina merupakan salah satu konflik paling lama dan paling tragis di dunia yang berlangsung sejak Israel mulai menduduki tanah Palestina sekitar awal abad ke-20. Sejak saat itu warga Gaza tak pernah mendapat ketenangan. Mereka dipaksa pergi dari rumah mereka sendiri dengan membombardir dan meluluh lantakkan negeri Palestina secara serampangan tanpa pandang bulu, tanpa peduli siapa yang menjadi korban. Mulai dari bayi dan anak-anak yang tak berdosa dan para wanita-wanita lemah.

Kementerian Kesehatan di Gaza mengungkap ada 23 warga Palestina yang tewas hingga akhir pekan. Kelompok jihad Islam mengakui 7 di antara para korban yang tewas merupakan anggota mereka. Sebagian adalah warga sipil, termasuk seorang anak berusia 12 tahun dan 2 perempuan hamil (http://bbc.com, 6/5/2019).

Kabar terbaru, suasana di Gaza  mencekam usai serangan Israel menewaskan salah satu komandan pasukan Jihad Islam Palestina, Baha Abu Al-Ata dan istrinya. Baku tembak pun terjadi antara pejuang Palestina dengan militer Israel. Suara sirene meraung-raung dan penduduk berlarian karena bom yang terus-menerus meledak di dekat tempat perlidungan mereka. Ketegangan semakin menjadi-jadi saat pejuang Palestina mengirim serangan kejutan melalui jalur pantai ke Israel. Tewasnya Al-Ata memicu gelombang tembakan roket ke Israel yang membuat penduduk bergegas mencari perlindungan di selatan dan pusat negara itu (http://m.detik.com, 12/11/2019).

Branch Manajer Aksi Cepat Tanggap (ACT) Jawa Barat, Renno I. Mahmoeddin juga mengatakan bahwa serangan udara dari Israel yang melintasi perbatasan Gaza saat ini semakin digencarkan.  Selain memakan korban jiwa, juga meluluhlantakkan sekitar ratusan bangunan di sepanjang  jalur Gaza. Data per Kamis (14/11/2019), Al-Jazeera menyebutkan serangan menimbulkan sekitar 32 orang meninggal dunia, sementara sekitar 82 orang menderita luka berat dan ringan. Renno menyampaikan, kondisi terakhir dari korban jiwa sudah lebih dari 40 dan kemungkinan masih bisa bertambah. Korban luka lebih dari 85 orang yang cacat. Tentunya, luka-luka berat, seperti disaksikan dalam video,dan lain sebagainya karena peluru dan bom (http://m.ayobandung.com, 15/11/2019).

Serangan Israel terhadap Palestina lagi-lagi terjadi. Berbagai proses gencatan senjata dilalui, berulang kali dilakukan upaya diplomasi dan perjanjian, tetapi kondisi Palestina termasuk Gaza tidak pernah berubah. Usai gencatan senjata, Israel akan tetap melakukan penyerangan membabi buta, demikian seterusnya. Kiranya seperti itulah siklus kekejaman Israel setiap saat. Berulang dan terus berulang. 

Saat ini, negara-negara besar di dunia termasuk negara Muslim sekalipun tidak ada yang bisa melakukan aksi pembelaan dalam membantu Gaza atas kedzaliman yang sangat keji tanpa belas kasih dilakukan di depan mata dunia. Sejatinya, umat Muslim dunia mengutuk langkah Zionis dalam melakukan tindak kekerasan terhadap warga Gaza di Palestina. Sayangnya, kecaman umat Muslim hanya dibibir saja, tanpa tindakan nyata. Mereka hanya bisa terdiam membisu melihat kedzaliman yang dilakukan Israel. 

Memang, tak dapat dipungkiri banyak bantuan dikirimkan ke sana, berupa makanan, minuman, pakaian, hingga bantuan medis. Akan tetapi,  mereka tidak pernah menyadari bahwa saat ini bantuan tentara merupakan kebutuhan mendesak untuk membantu Palestina, sebab masalah Palestina hanya bisa diselesaikan dengan senjata karena musuh juga menggunakan senjata. Dunia internasional seolah enggan menyelesaikan penderitaan, tangisan dan duka mereka yang tiada akhir.

Banyak negeri Muslim tersebar di beberapa penjuru dunia. Namun, kembali lagi tidak ada yang menolong kaum Muslim di jalur Gaza. Salah satunya sebut saja Arab Saudi, mereka merupakan pembeli senjata perang terbanyak buatan Amerika Serikat. Namun, apalah daya mereka diam dan tidak melakukan apapun untuk mengurangi penderitaan saudara seaqidah. Hal ini bukan tanpa sebab, melainkan diakibatkan beberapa penguasa Muslim hari ini menjadi boneka yang digerakkan oleh AS.

Saat ini, Arab Saudi  sedang menjalin kerjasama dengan Amerika Serikat tentang minyak mentah dan senjata. Berdasarkan data dari Stockholm Internasional Peach Research, Arab saudi memberikan pasokan minyak mentah ke Amerika Serikat sebesar 9% karena AS fokus kepada produk domestik. Tetapi, penjualan senjata ke Arab Saudi tetap mengalir kencang. Pada tahun 2017 pembelian Arab Saudi 15% dari seluruh perdagangan senjata Amerika Serikat yang mencapai 9 miliar dolar (http://www.kompasiana.com, 19/6/2019).

Selain itu, Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz al-Saud dilaporkan telah menyetujui penempatan pasukan Amerika Serikat di negaranya. Tujuannya untuk meningkatkan kerjasama bersama dalam pertahanan keamanan dan stabilitas regional serta untuk menjaga perdamaian. 

Arab Saudi merupakan negara terkaya di timur tengah yang diharapkan oleh dunia Islam mampu menolong kaum Muslim Gaza-Palestina agar terlepas dari penderitaannya. Sebaliknya, justru menyakiti hati umat Islam, sebab negara yang dikenal sebagai negara Muslim yang syu’ur keislamannya sangat kuat malah menjalin hubungan mesra dengan musuh nyata Islam untuk kepentingannya sendiri, bahkan mengabaikan nasib saudara seaqidahnya. 

Perlu disadari bahwa hal ini merupakan strategi Barat dalam melemahkan Kaum Muslimin agar umat tidak mampu bangkit mewujudkan kemuliaan mereka sebagai umat terbaik. Sehingga penting bagi umat saat ini menyadari upaya Barat tersebut adalah dalam rangka untuk menghancurkan Islam.

Seolah indah, paham  nasionalisme yang mereka kenalkan pada dunia, mampu menimbulkan dan memperkuat kecintaan seseorang kepada negaranya bahkan menjadikan seseorang tersebut rela mati demi negaranya. Dapat dilihat umat saat ini disibukkan dengan urusan-urusan yang ada di dalam negaranya tanpa mempedulikan urusan umat di negara lain. 

Nasionalisme dan kepentingan nasional menjadi biang sehingga membutakan mata hati para pemimpin Muslim untuk menolong saudara seaqidahnya termasuk Arab Saudi, tidak terkecuali Indonesia. Mereka abai dengan pemboman, pembataian saudaranya jika tidak terjadi dalam negaranya. Ikatan nasionalisme memperparah kondisi persatuan umat saat ini, menyebabkan kaum Muslim tidak dapat bersatu kembali. Kapitalisme dengan asas manfaat dan nasionalisme yang mengotak-kotakkan negeri Muslim telah berhasil merenggut persaudaraan umat Islam. Di bawah cengkeraman kapitalisme pulalah, penguasa Muslim sibuk dengan kepentingannya, terlena dengan kemewahan dan nyaman dengan kekuasannya. Ikatan yang dijunjung oleh berbagai negara ini justru melemahkan ikatan ukhuwah kaum Muslim, yang membuat rakyat Palestina tak juga merdeka dari Israel.

Padahal Hak Asasi Manusia (HAM) yang digadang-gadang oleh dunia internasional sebagai jalan penghormatan, dimana manusia memiliki hak untuk dibela dan diberikan kenyamanan dalam dirinya, kenyataannya tidak didapatkan warga Gaza, Palestina dan   negeri-negeri Muslim lainnya. Definisi HAM ini terlihat dilahirkan dunia untuk membela hak manusia dari kedzaliman. Kenyataannya, hak tersebut hanya didapatkan oleh negara-negara tertentu saja, sedangkan hak negeri Muslim dunia dirampas. Hak perlindungan yang dimaksud berubah menjadi penindasan yang tak berkesudahan dalam berbagai bentuk. Dapat dilihat prakteknya bahwa HAM yang dimaksud  hanyalah alat negara-negara kufur termasuk Zionis untuk mendapatkan legitimasi atas kedzaliman terhadap Muslim Gaza hingga detik ini. 

Menurut pandangan beberapa orang di dunia, masalah Israel-Palestina tak kunjung usai diakibatkan oleh perpecahan di dalam negeri Palestina sendiri, pertikaian antara dua kelompok politik besar, Hamas dan Fatah yang sampai saat ini terjadi. Kedua belah pihak masih berseteru, meski proses musyawarah sudah digelar berkali-kali sejak 2007 silam. Konon, perpecahan inilah yang membuat kondisi Palestina kian runyam, tidak ada persatuan di dalamnya sehingga konflik dengan Israel pun tak kunjung terselesaikan. 

Maka, dunia pun menyampaikan solusi ala kadarnya. Bahwa jalan keluar untuk konflik Israel-Palestina ataupun konflik lainnya yang paling banyak memperoleh dukungan adalah two state solution (solusi dua negara), termasuk oleh PBB. Two state solution berarti Israel dan Palestina bisa berdiri sebagai negara berdaulat dan saling berdampingan. Mereka yang mendukung two state solution  ini melihat kemenangan untuk dua pihak yang berkonflik tanpa saling menghancurkan. Israel tetap menjadi negara Yahudi dan Palestina memiliki wilayahnya sendiri yang berdaulat. Sayangnya, PBB yang diklaim sebagai badan perdamaian dunia tidak dapat berbuat apa-apa karena pada faktanya tangan-tangan Barat berada di belakangnya. Isyarat agar Israel menghentikan serangannya tak diindahkan. Rudal dan bom terus dimuntahkan pasukan Israel. 

Pada dasarnya, tujuan utama Israel menduduki tanah Palestina adalah untuk menguasai negeri tersebut. Sehingga, sebelum mereka mendapatkan tujuannya yaitu membuat rakyat palestina angkat kaki dari negeri mereka, korban jiwa akan terus berjatuhan dengan menggecarkan mengangkat senjata yang tak berkesudahan. Maka, solusi dua negara seperti yang dimaksud, bukanlah solusi tepat untuk Gaza-Palestina hari ini.

Hal seperti ini akan terus terjadi, kaum Muslim akan terus diinjak dan tidak mendapat kemerdekaan dan perlindungan yang utuh selama tidak diterapkannya daulah Khilafah sebagai  junnah  yang akan menjaga darah-darah kaum Muslim.Tentunya, sebagai saudara tidak cukup dengan mendoakan saja apalagi sebatas memberi solusi yang tidak solutif. Kepedulian kita bisa kita lakukan dengan terus berupaya mewujudkan Khilafah.

Khilafah, Solusi Duka Gaza-Palestina

Tentara Israel tidak pernah menyerah untuk merebut tanah umat Muslim. Serangan rudal terus diluncurkan untuk menghancurkan kaum Muslimin. Namun, MuslimPalestinaadalah saudara kita. Umat Muslim diibaratkan bagaikan satu tubuh.
Rasulullah SAW menjelaskan dalam haditsnya: ”Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit, maka seluruh tubuh turus merasakan sakit dengan berjaga dan merasakan demam” (HR Bukhari dan Muslim).

Demikianlah seharusnya kaum Muslimin dunia dimana pun berada. Ibarat satu tubuh yang saling terkoneksi karena adanya ikatan sejati, ikatan aqidah yang bersandar pada akidah Islam.

Sayangnya saat ini, kaum Muslimin tidak punya sebuah kapal yang kuat. Kita terombang-ambing di dalam sampan-sampan kecil yang minim kekuatan. Kebanyakan sampan pun berlubang. Kaum Muslimin memerlukan satu bahtera untuk berlayar bersama di bawah satu nakhoda. Kita memerlukan kekhilafahan yang mampu mengayomi Muslim dunia.

Rasulullah SAW bersabda: “Seorang imam (Khalifah) adalah tameng atau perisai dimana dibelakangnya umat berperang dan kepadanya umat berlindung” (HR Bukhari      No. 2957).

Kehadiran seorang Khalifah dalam naungan Khilafah sangatlah penting sebab itulah satu-satunya solusi umat hari ini. Umat Islam saat ini tidak punya kekuatan, tidak punya pelindung, tidak ada yang mampu menggerakan kekuatan militer selain seorang Khalifah. Khilafah akan memberikan kekuatan dan ketaatan yang tidak dimiliki oleh kekuatan ikatan yang digembor-gemborkan itu, ikatan nasionalisme.

Hal ini dapat dilihat ketika ada satu wilayah  Islam yang diserang oleh Kaum Kafir maka ibarat satu tubuh wilayah yang lain pun dengan cepat membatunya. Saat perang salib di Palestina Salahuddin al-Ayyubi datang dari Mesir untuk membebaskan wilayah tersebut (1187 M). Yusuf  bin Tasifin melakukan hal serupa ketika kaum Salibis menduduki Andalusia, Spanyol (1109 M). 

Keberadaan Khilafah sejatinya bagaikan payung melindungi dari sengat matahari dan derasnya air hujan. Berpotensi menyatukan miliaran Umat Islam di seluruh dunia dan menggalang kekuatan militer dalam jumlah amat besar. Oleh karena itu, kita harus sadar bahwa Khilafah adalah kunci persatuan Umat Islam dunia. Khilafah akan menegakkan agama Islam secara Kaffah dalam seluruh aspek kehidupan sehingga penting bagi setiap Muslim terus menyuarakan persatuan umat Islam yang hanya akan bebar-benar terwujud dalam satu kepemimpinan Khilafah Islamiyah. Wallahu a’lam bi shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post