SELAMATKAN GENERASI DENGAN ISLAM

Oleh : Ernawati, A.Md 
(Anggota Forum Sillaturahmi Muslimah kota Banjarbaru)

Meningkatnya jumlah anak-anak yang kecanduan gawai akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan. Beberapa waktu lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan International Classification of Disease (ICD) edisi ke-11 yang menyebutkan kecanduan main game sebagai gangguan kesehatan jiwa yang masuk sebagai gangguan permainan atau gaming disorder.

Gaming disorder adalah pola perilaku bermain game yang terus menerus atau berulang dimana seseorang kehilangan kendali atas perilaku bermain mereka. Orang yang sudah kecanduan akan lebih memprioritaskan game daripada aktivitas atau kewajibannya, meski ada konsekuensi negatif seperti gangguan pada tubuh, hubungan keluarga, kehidupan sosial dan pekerjaan. (detikhealth, 16/10/19)

Kasus semacam ini terus meningkat. Kecenderungan meningkatnya kasus anak kecanduan gawai tersebut terkait dengan tingginya penetrasi internet di Indonesia. Berdasarkan Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017, sebanyak 143,26 juta orang atau 54,68 persen dari populasi Indonesia menggunakan internet. Penetrasi pengguna intetnet tetbesar di usia 13-18 tahun (75,50 persen). Gawai adalah perangkat yang paling banyak dipakai untuk mengakses internet (44, 16 persen) (Kominfo).

Adanya kekhawatiran dengan kasus-kasus ini, terkait dengan masa depan generasi bangsa, banyak pihak merespon dan memberikan solusi. Untuk mengatasi persoalan kecanduan ini, ada kepala daerah yang akan memprogramkan pembagian binatang peliharaan untuk mengalihkan perhatian anak dari gawai. Ada pula lembaga-lembaga yang memfasilitasi anak-anak untuk lebih banyak melakukan permainan tradisional. Dari Pemerintah Pusat sendiri, yaitu Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara ketika ditemui disela-sela peresmian turnamen E-Sport se-Asia Tenggara di Mall Taman Anggrek, Jakarta, Rabu (17/10/2018), menyatakan bahwa pemerintah sedang menggodok regulasi terkait aturan untuk membatasi pengguna gawai seperti smartphone atau tablet  oleh anak. Dikatakan Rudiantara, ada empat kementerian yang ikut terlibat dalam penggodokan regulasi terkait hal ini. Keempat kementerian tersebut adalah Kominfo, PPPA, Kemenag dan Kemendikbud (Kompas.co.id).

Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait memandang literasi digital dan pengendalian memang bisa menjadi cara tepat menangkal dampak buruk gawai. Namun, tambah dia, jangan sampai hak anak untuk mendapatkan akses informasi digital terenggut. "Kita hidup di era teknologi. Kita tidak bisa suka atau tidak suka pada perkembangan ini, jadi anak tidak bisa dilarang main gawai. Yang ada dikendalikan, "kata Arist, Jum'at (2/3/2018) (Republika.co.id). 

Dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana S Yembise, justru mengingatkan orangtua untuk lebih serius memperhatikan berbagai dampak dari kecanduan gawai.

Gaya Hidup Milenial
Sebenarnya, gawai yang merupakan hasil dari kemajuan teknologi adalah perkara yang tidak bisa dihindari. Dia menjadi kebutuhan manusia. Tidak hanya sebatas alat untuk berkomunikasi, dengan berbagai aplikasinya, juga digunakan untuk mengakses berita, melakukan berbagai transaksi, termasuk mengakses game online, dan lain-lain.

Kecanduan gawai ini sebenarnya tidak hanya bisa terjadi pada anak, juga pada orang dewasa. Tentu ini tergantung bijaksananya para pengguna gawai tersebut. Gaya hidup sekuler yang liberal dan permissive, telah menjadikan kaum milenial banyak mengisi waktunya dengan bermain gawai, baik untuk hal-hal yang bermanfaat, misalnya mengakses pelajaran, ilmu pengetahuan atau ilmu agama, ataupun untuk sekedar bersenang-senang dengan bermain game online atau aplikasi lainnya. Sehingga gawai telah menjadi gaya hidup milenial. Disetiap waktu dan tempat akan kita dapati orang-orang dengan gawainya.

Harus kita waspadai, gawai menjadi alat yang efektif untuk menguatkan sistem hidup sekuler, budaya konsumtif, liberal dan permissive. 

Para kapitalis dengan mudah menawarkan produk-produk dan mendiktekan gaya hidup mereka (barat dan timur) yang notabene bertentangan dengan gaya hidup Islam. Ukuran kebahagiaan dinilai dari banyaknya materi yang diraih baik harta ataupun kesenangan duniawi yang sesaat. 

Sementara Islam memandang kebahagiaan adalah teraihnya Ridho Allah SWT. Maka seorang muslim akan merasakan kerugian ketika banyak menghabiskan waktu dengan kesenangan duniawi semisal bermain game online. Sebagaimana Allah SWT telah mengingatkan kita dalam Al Qur'an :
"Demi masa, sungguh manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran." (QS Al Ashr : 1-3).


Peradaban Islam Melahirkan Generasi Emas
Mengapa Islam mampu melahirkan generasi emas? Salah satu kuncinya adalah karena Islam telah meletakkan dasar yang benar dan kokoh dalam mendidik generasi. Benar, dalam arti mengarahkan generasi untuk menjadi hamba Allah yang bertauhid, tunduk dan patuh kepada syariat Allah. Kokoh, dalam makna tanggung jawab pendidikan dilakukan secara komprehensif baik oleh orang tua, keluarga, masyarakat maupun negara.

Untuk mencapai keberhasilan, maka implementasi pendidikan baik di keluarga, lembaga pendidikan maupun kebijakan pemerintah harus mengacu pada aqidah Islam.

Pendidikan berbasis aqidah Islam dan berorientasi pada implementasi syariah dalam seluruh aspek kehidupan inilah yang akan melahirkan generasi emas. Tak seperti sekarang, dimana sistem pendidikan dilandaskan pada asas sekulerisme, ilmu-ilmu umum mendominasi semua jenjang pendidikan, sementara aqidah dan syariah dipinggirkan.

Generasi emas, paling tidak memiliki empat indikator. 

Pertama, kecintaan mereka kepada Allah SWT di atas segalanya. Rasa cinta kepada Allah membuat mereka yakin, optimis, dan memiliki keberanian yang tinggi. Generasi ini mempersembahkan hidupnya untuk membela agama Allah. Hanya satu hal yang ditakutkan oleh generasi semacam ini, yaitu kemurkaan Allah!

Kedua, kecintaan mereka kepada Rasulullah Muhammad saw. melebihi semua orang. Dan kecintaan kepada Al Qur'an yang diwahyukan kepada beliau melebihi segala bentuk hukum yang ada di dunia ini. Generasi emas menjadikan Rasulullah saw teladan utama. Sementara, gaya hidup mereka khas diwarnai oleh cahaya Al Qur'an.

Ketiga, prilaku berbakti kepada orang tua sangat istimewa. Generasi emas bukanlah generasi cuek dan egois. Mereka juga bukan generasi yang membanggakan kepintaran, kesuksesan, kekayaan, jabatan maupun kekuasaan yang mampu diraihnya.  Tapi, generasi emas adalah mereka yang begitu menyayangi orang tuanya sebagai rasa syukurnya kepada Allah SWT.

Keempat, memiliki kepribadian Islam yang tinggi. Identitas ini tampak pada dua aspek yang fundamental, yaitu pola berfikirnya (aqliyah) dan pola sikapnya (nafsiyah) yang berpijak pada aqidah Islam. Mereka senantiasa terikat dengan syariat Islam dalam semua aspek kehidupan, baik keluarga, masyarakat maupun negara. Kemampuan intelektualnya dipersembahkan untuk kemajuan peradaban Islam. Generasi emas yang semacam inilah yang sanggup menegakkan peradaban Islam dan menjadi pembela Islam.

Semoga para orang tua termotivasi untuk menjadikan anandanya sebagai generasi emas. Paling tidak dengan harapan menyelamatkan mereka dari api neraka. Allah SWT memerintahkan : 
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahrim : 6)

Dengan demikian, untuk menyelamatkan generasi ini dari berbagai kerusakan akibat siatem yang bobrok ini, harus diupayakan perubahan mendasar dan sistemik, baik pada tataran paradigma, sistem hukum dan implementasi yang berdasarkan pada aqidah dan syari'ah Islam. (CWS Edisi 9/2016)

Firman Allah SWT memperingatkan kita :
"Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta" (QS. Thaha : 124)

Katakanlah, "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat. Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (diantara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik dari dunia ini. Sesungguhnya orang yang zalim itu tidak akan mendapat keberuntungan." (QS. al-An'am : 135). 
Wallahu a'lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post