Polemik BPJS dan Layanan Kesehatan dalam Sistem Islam

Oleh : Umu Naura

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan telah resmi diteken oleh Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpers No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pada 24 Oktober lalu. Pada Pasal 34 Perpres tersebut disebutkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan hingga 100%. Kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000, Kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, Kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. (www.kompas.com/tren/read/2019/10/31)

Adalah wajar bila kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Masyarakat rata-rata keberatan dengan kenaikan premi yang bakal dimulai pada 1 Januari 2020 ini. Publik menyandingkan kualitas pelayanan yang dinilai masih banyak masalah dengan rencana kenaikan iuran hingga 100 persen.

Dalam sistem yang ada saat ini, jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan  agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Para wirausahawan, petani, nelayan, pembantu rumah tangga, pedagang keliling dan sebagainya bisa mendapatkan kelas layanan kesehatan I, II, dan III, sesuai dengan premi dan kelas perawatan yang dipilih.

Menurut UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), kepesertaan seluruh warga dalam Jaminan Kesehatan Nasional  adalah  wajib. Tidak terkecuali masyarakat tidak mampu, karena metode pembiayaan kesehatan individu yang ditanggung pemerintah.

 *Jaminan Kesehatan dalam Sistem Islam* 

Islam sebagai agama yang sempurna sekaligus solusi berbagai macam persoalan hidup mampu mengatasi segala permasalahan, termasuk urusan kesehatan. Islam menempatkan seorang pemimpin untuk menegakkan hukum syara' dalam menyelesaikan permasalahan umat.
Rasulullah swt telah menegaskan dalam sebuah hadits yang artinya, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari). 

Dalam sistem Islam, seorang pemimpin negara bertanggung jawab atas urusan rakyatnya. Pelayanan kesehatan termasuk kebutuhan mendasar bagi seluruh rakyat. Layanan kesehatan  wajib diberikan oleh negara secara gratis dan tanpa deskriminasi. Artinya, haram bagi negara bila membatasi peranannya hanya sebagai regulator dan fasilitator.

Imam bertanggung jawab untuk mengelola urusan-urusan rakyat. Salah satu kebutuhan dasar adalah bahwa kesehatan.  Khilafah harus menyediakan layanan kesehatan secara gratis.  Rasulullah telah memberikan contoh pelayanan kesehatan bagi rakyat. Suatu ketika diberikan padanya seorang dokter sebagai hadiah. Saat itu posisi sebagai Rasulullah sebagai kepala negara di Madinah. Rasul lantas menugaskan dokter tersebut untuk mengobati warga madinah yang membutuhkan. Kenyataan bahwa Rasulullah SAW menerima hadiah dan dia tidak menggunakannya, bahkan dia menugaskan dokter itu kepada kaum muslimin. Sebagai bukti bahwa kesehatan adalah salah satu layanan negara atas umat.

Karena negara berkewajiban untuk membelanjakan anggaran negara pada penyediaan sistem kesehatan gratis untuk semua orang, maka Baitul-Mal harus menyusun anggaran untuk kesehatan. Jika dana yang tersedia tidak mencukupi maka pajak kekayaan akan dikenakan pada warga muslim yang kaya untuk memenuhi defisit anggaran.

Khilafah membuat kontribusi yang luar biasa untuk bidang medis. Khilafah pada masa itu menyediakan banyak rumah sakit kelas satu dan dokter di beberapa kota: Baghdad, Damaskus, Kairo, Yerusalem, Alexandria, Cordova, Samarkand dan banyak lagi. Kota Baghdad sendiri memiliki enam puluh rumah sakit dengan pasien rawat inap dan pasien rawat jalan. Rumah sakit di pusat ibu kota memiliki lebih dari 1.000 dokter.

Rumah sakit umum seperti Bimaristan al-Mansuri, didirikan di Kairo pada tahun 1283, mampu mengakomodasi 8.000 pasien. Ada dua petugas bagi setiap pasien. Petugas inilah yang melakukan layanan untuk  pasien agar mendapatkan kenyamanan dan kemudahan. Setiap pasien mendapat ruang tidur dan tempat makan sendiri. Para pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan di beri makanan dan obat-obatan secara gratis. 

Terdapat juga apotik dan klinik berjalan serta perawatan medis bagi orang-orang cacat dan mereka yang tinggal di desa-desa. Khalifah, Al-Muqtadir Billah,  memerintahkan agar setiap unit apotik dan klinik berjalan harus mengunjungi setiap desa. Mereka  tetap di sana selama beberapa hari,  sebelum pindah ke desa berikutnya.

Dari pemaparan diatas, Jaminan kesehatan dalam Islam setidaknya memiliki tiga ciri khas. _Pertama_ , berlaku umum tanpa diskriminasi, dalam arti tidak ada pengkelasan dan pembedaan dalam pemberian layana n kesehatan kepada rakyat. _Kedua_ , bebas biaya, rakyat tidak boleh dikenai pungutan biaya apapun untuk mendapat pelayanan kesehatan oleh Negara.  _Ketiga_ , seluruh rakyat harus diberi kemudahan untuk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan oleh negara. 

Demikianlah pengaturan Islam dalam bidang kesehatan. Konsep layanan ini bisa menjadi solusi atas permasalahan pelayanan kesehatan yang terjadi saat ini. Indonesia sebagai negara kaya akan sumber daya alamnya pasti mampu memberikan pelayanan kesehatan dengan optimal dan bahkan gratis. Hal ini akam menjadi mudah bila kekayaan alam yang dimiliki Indonesia  betul-betul dikelola oleh negara dan tidak diserahkan kepada pihak swasta.

Tentunya permasalahan layanan kesehatan tersebut akan teratasi dengan kembali menjadikan Islam sebagai sebuah sistem kehidupan. Terwujud dalam penerapan syari'atnya secara sempurna.

Post a Comment

Previous Post Next Post