Impor Menggila, Apa Solusinya?

Oleh : Kunthi Mandasari
(Member Akademi menulis Kreatif)

Hobi impor kian terasa. Bukan hanya beras, daging, gula, bawang maupun ayam, tetapi merambah hingga bahan bangunan. Apalagi dipermudah dengan Permendag Nomor 7 Tahun 2018 soal izin impor klingker dan semen.

Dilansir dari katadata.co.id, Anggota DPR RI terpilih 2019-2024, Andre Rosiade, menyebut pabrik semen Tiongkok di Indonesia terindikasi melakukan aksi banting harga (predatory pricing). Akibatnya, banyak pabrik semen di tanah air berpotensi mengalami kebangkrutan. Praktek curang yang dilakukan pabrik semen China telah membuat Holcim tumbang dan memutuskan keluar dari Indonesia. Holcim akhirnya diambil alih oleh PT Semen Indonesia Tbk.

"Seluruh pabrik nasional itu bisa bangkrut kalau praktek predatory pricing dibiarkan tumbuh subur di negara kita. Bayangkan semen Tiongkok itu jual rugi. Akibatnya, pabrik semen kita enggak laku dan kesulitan, lalu mereka (Tiongkok) beli," ujar Andre, Jumat (30/8).

Kondisi ini harus segera mendapatkan perhatian. Jika dibiarkan, bisa dipastikan akan ada banyak pabrik semen yang gulung tikar. Sedangkan PT Semen Indonesia Tbk tidak mampu melakukan pengambilalihan seperti Holcim. Karena BUMN semen sendiri memiliki keterbatasan finansial. Jika kondisi ini terus berlangsung, pabrik-pabrik tersebut akan jatuh ke tangan asing. Bisa dipastikan perputaran ekonomi hasil penjualannya tidak akan memberi dampak positif kepada ekonomi negara. 

Banyaknya pabrik semen yang gulung tikar juga akan mengakibatkan gelombang PHK sehingga menambah jumlah pengangguran. Padahal hingga kini pengangguran kian tahun kian bertambah, tetapi belum mendapatkan penanganan secara nyata.

Kemudahan demi kemudahan dalam bidang impor tak bisa lepas dari efek pelaksanaan pasar bebas. Dampaknya, bagi masyarakat yang ekonominya lemah akan mengalami eksploitasi oleh mereka yang ekonominya kuat. Terjadi monopoli dalam pasar yang mengakibatkan kesenjangan ekonomi. Pada akhirnya para pemilik modal yang bisa menguasai pasar.

Beginilah hasil dari penerapan sistem kapitalis. Iming-iming kesejahteraan merata tak jua bisa terlaksana. Karena pada kenyataannya penerapan sistem kapitalis bertumpu pada manfaat. Bahkan dalam pemberian bantuan pun tak akan lepas dari motif ini. Dalam pandangan kapitalis tak ada yang namanya bantuan tulus murni. Semuanya harus bernilai dengan materi.

Penerapan Permendag Nomor 7 Tahun 2018 soal izin impor klingker dan semen telah membuat Holcim tumbang. Sudah seharusnya ada langkah kongkrit untuk mencabut Permendag tersebut. Apalagi jumlah
produksi semen di dalam negeri terdapat surplus produksi semen mencapai 35 juta ton. Sehingga Indonesia sebenarnya tak perlu mengimpor ataupun membuka pabrik lagi.

Sebenarnya, penyelesaian persoalan impor sangat mudah, yaitu menutup seluruh akses untuk impor. Hanya saja untuk pelaksanaannya diperlukan pemimpin yang mandiri dan amanah. Yaitu pemimpin yang leluasa mengambil keputusan tanpa ada intervensi dari siapapun. Serta pemimpin yang bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya karena sadar akan adanya pertanggungjawaban.

Pemimpin semacam ini tidak akan mungkin lahir dari rahim demokrasi sekuler. Sebuah paham yang meniadakan peranan Tuhan. Pemimpin yang mandiri dan amanah hanya akan lahir dari sistem Islam. Sistem yang terdiri dari akidah dan syariah. Hanya dengan menerapkannya dalam bingkai negara maka permasalahan manusia akan terselesaikan. Yaitu melalui sistem khilafah 'alla minhajin nubuwwah. Wallahu'alam bishowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post