Hanya Regulasi Allah yang Terbaik

Oleh : Bunda Atiqoh

Hukum Allah adalah hukum terbaik yang Allah tetapkan namun sebagian manusia ingkar. Tatkala hukum yang dipakai adalah hukum manusia yang banyak kelemahannya maka yang terjadi adalah kekacauan. 

Undang-undang perkawinan yang baru, yaitu undang-undang no 16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU no.1 Tahun 1974 tentang perkawinan, menetapkan usia perkawinan bagi calon pengantin adalah 19 tahun baik bagi pria maupun wanita. Berbeda dengan undang-undang sebelumnya yang menetapkan usia 16 tahun bagi wanita dan 19 tahun bagi pria. 

Penetapan undang-undang baru, dengan menaikkan batas minimal usia pernikahan dengan berbagai pertimbangan. Diantaranya adalah kematangan jiwa dan raga agar tujuan perkawinan dapat terwujud dengan baik tanpa berakhir dengan perceraian. Diharapkan juga menghasilkan keturunan yang sehat dan berkualitas. Tujuan yang lain adalah menekan laju kelahiran dan menurunkan resiko kematian ibu dan anak. 

Semua pertimbangan yang diambil bertujuan mulia, untuk meningkatkan kualitas hidup. Namun manusia lupa, bahwa akal manusia terbatas. Tak akan mampu menjangkau hal-hal yang diluar jangkauan akal. Menafikan aturan Allah sama halnya dengan meniscayakan kekacauan. Contoh kecil, Seperti yang terjadi pada masalah kenaikan batas usia minimal pernikahan. Di masing-masing daerah berbeda penerapannya.  Pasangan calon pengantin yang berusia dibawah 19 tahun dan sudah berstatus janda/duda di suatu tempat tidak dapat melangsungkan pernikahan karena faktor usia yg masih dibawah 19 tahun, namun kebijakannya berbeda di tempat lain, boleh menikah karena statusnya sudah duda/janda, usia tidak menjadi pertimbangan. Dari sini terlihat kekacauan penerapan aturan. Sesuai dengan interpretasi masing-masing pengambil kebijakan. 

Meningkatkan kualitas hidup dengan menaikkan batas minimal usia pernikahan ibarat menyelesaikan masalah dengan masalah. Ketika batas minimal usia nikah dinaikkan sementara remaja dipaksa matang sebelum waktunya oleh sistem kehidupan yang diterapkan, maka yang muncul adalah hubungan ilegal antara pria dan wanita secara hukum agama maupun negara. Timbul masalah lagi,  pasangan muda-mudi terpaksa dinikahkan  karena sudah terlibat hubungan terlarang. Lahirlah generasi yang tidak siap mengarungi biduk rumah tangga. Keluarga berjalan apa adanya dengan pendidikan yang minimal, emosi yang belum matang dan finansial yang terbatas. Tidak mustahil keluarga seperti ini berakhir pada perceraian.  

Penyelesaian suatu masalah tanpa menyelesaikan masalah pokok tidak akan menemukan solusi tuntas. Menangkal pernikahan usia dini akan efektif  jika diikuti dengan diregulasikannya aturan Allah dalam semua aspek kehidupan. Diantaranya, hubungan muamalah antar sesama manusia, termasuk didalamnya aturan interaksi antara pria dan wanita,  kewajiban menutup aurat bagi wanita dewasa, diblokirnya situs-situs porno oleh pemerintah, disensornya tontonan yang tak mendidik dan pekanya masyarakat terhadap hal-hal yang dilarang oleh syara’. 

Ada tiga pilar yang harus ditegakkan, pembentukan individu-individu yang shalih/shalihah yang notabene paham tata aturan pergaulan antara pria dan wanita, kontrol masyarakat yang ketat terhadap individu yang melanggar syariat Allah dan peran negara sebagai penentu kebijakan. Ketiga komponen ini akan bersinergi menciptakan masyarakat Islam berkualitas yang kita harapkan. Dengan demikian masalah demi masalah akan tuntas, terwujudlah baldatun thayyibatun wa robbun ghafur.

Wallahu a’lam bissahwab
Bondowoso, 20 November 2019

Post a Comment

Previous Post Next Post