Benarkah Isu Radikalis, Tuk Serang Islam Ideologis ?

Oleh: Nurhayati
(Aktivis Muslimah)

Radikalisme masih menjadi isu “seksi” dalam agenda pemerintahan. Rezim menyeru ke seluruh pelosok negeri, mengajak segenap bangsa Indonesia memerangi paham radikalisme dengan menjadikannya musuh bersama. Seolah radikalisme merupakan isu genting yang harus segera di tangani.

Keseriusan rezim dalam menghadapi radikalisme ditunjukkan lewat berbagai kebijakan. Baru-baru ini untuk pertama kalinya rektor terpilih ITB adalah seorang perempuan. Gebrakan baru bagi kampus ITB karena di pimpin oleh perempuan. Yang menarik adalah Prof. Reini Wirahadikusumah terpilih sebagai rektor ITB karena menyatakan akan berada di pihak pemerintah dalam menangani masalah radikalisme di kampus.

Aparatur Sipil Negara (ASN) juga tak luput dari pengawasan. Dalam acara silaturahmi bersama ASN Kemenag Aceh dan Ulama Aceh, Menteri Agama Fachrul Razi mengingatkan kepada ASN untuk tidak terpengaruh paham-paham radikal. Fachrul Razi menginginkan seluruh ASN khususnya di jajaran Kementerian Agama menjadi agen perubahan dalam mendukung kemajuan bangsa.http://m.rri.co.id/post/berita/748030/nasional/menag_ingatkan_asn_jangan_terpengaruh_paham_radikal.html

Mirisnya, ciri-ciri ASN  yang terpapar radikalisme adalah mereka yang menutup aurat secara syar’i, taat menjalankan ajaran agama Islam hingga yang memiliki pemahaman Islam kaffah atau islam ideologis. Jika ada ASN yang terindikasi ciri-ciri tersebut, maka instansi terkait wajib mendisiplinkan pegawainya.

Lagi-lagi isu radikalis dikaitkan dengan Islam. Isu ini menjadi “warning” bagi para penyandang ASN. Berkali-kali pemerintah mengingatkan kepada setiap ASN yang diketahui terpapar paham radikalis akan segera ditindaklanjuti. Sanksinya pun tak main-main, mulai dari teguran hingga pencabutan pangkat.

Upaya pencegahan penyebaran paham radikalisme juga dilakukan padakurikulum pendidikan sekolah. Ada sekitar 155buku Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diwacanakan akan di rombak oleh Kementerian Agama. Buku-buku yang di rombak memiliki konten terkait Khilafah.

Perombakan buku PAI dilakukan mulai dari tingkat SD hingga SMA. Perombakan dilakukan bertujuan untuk menghapus konten-konten yang berbau Khilafah. Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Ami mengatakan, dalam buku yang dirombak harus dijelaskan khilafah ada dalam sejarah tapi tidak serta merta bisa diterapkan di Indonesia saat ini. https://nasional.tempo.co/read/1272656/setara-sayangkan-perombakan-buku-agama-hanya-soal-khilafah/full&view=ok

Sekali lagi. Upaya mencegah penyebaran paham radikal dikaitkan dengan ajaran Islam. Melalui wacana deradikalisasi, rezim mengkerdilkan Islam sekerdil-kerdilnya. Lihatlah bagaimana perlakuan rezim terhadap ASN yang berusaha mendalami ajaran Islam. Lihat bagaimana rezim membuang ajaran Islam yang menurutnya akan membahayakan kepetingan.

Padahal beragama dan menjalankan keyakinan menurut agama Islam merupakan jaminan utama warga negara Indonesia. Jaminan tersebut tercantum dalam sila pertama Pancasila. Dasar negara Republik Indonesia. Namun hari ini, ketika umat Islam ingin menjalankan keyakinannya secara totalitas dan menyeluruh, mengapa negara justru menjadi penghalang ketaatan hamba kepada sang penciptanya?

Semestinya negara hadir untuk mendukung upaya ketaatan tersebut. Namun realitasnya justru negara pasang badan. Berusaha keras menjauhkan umat dari paham universal, paham yang akan membawa menuju pada kebangkitan yang gemilang. Ajaran khilafah justru dibuang, dihapuskan dalam sistem kurikulum pendidikan.

Upaya menghapus materi bermuatan “khilafah” dalam berbagai buku PAI menunjukkan bahwa pemerintah sedang menjauhkan umat Islam dari ajarannya. Bagaimana tidak, alasan menghapus materi khilafahialah karena ajaran Islam tersebut berpotensi mengajarkan intoleransi dan kekerasan.

Khilafah hanya akan disampaikan sebagai informasi sejarah saja. Bahwa dulu benar Islam pernah berjaya melalui penerapan khilafah namun itu sudah masa lalu. Tidak lagi relevan jika ingin diterapkan dengan kondisi negara saat ini. Ini adalah pengebirian ajaran Islam. Pemerintah justru mengajarkan bahwa ajaran Islam tidak musti menjadi tuntutan, cukup sebagai pengetahuan.

Inilah dampak dari penerapan sistem demokrasi yang berasaskan ideologi kapitalisme-sekuler. Dalam sistem ini, Islam sangat dihinakan. Berusaha dijauhkan dari tubuh umat dan memaksa umat takut bahkan benci pada ajarannya sendiri. Melalui upaya tersistemik oleh negara, perlahan namun pasti Islam dibuang hingga tak mendapat tempat di negeri ini.

Padahal Allah dan RasulNya memerintahkan agar menerapkan Islam dengan totalitas dan maksimal (Al-Baqoroh: 208). Islam bisa diterapkan dengan totalitas hanya jika umat memperjuangkan khilafah, sebuah institusi yang akan mewujudkan seluruh penerapan syariat Islam. Karenanya khilafah merupakan mahkota kewajiban. Ia menjadi kunci bagi umat untuk menjalankan syariat dengan leluasa. Dan ini yang sedang dihalang-halangi oleh pemerintah.

Wahai kaum muslimin, pengikut setia Rasulullah. Tidak ada yang dapat menghalangi kita dari menerapkan Islam kaffah. Baik oleh pemerintah, baik oleh siapapun. Orang-orang yang Allah beri kekuasaan atasnya di muka bumi, kemudian dengan kekuasaan itu ia gunakan untuk menentang Allah dengan sombong maka tunggulah sebaik-baiknya pembalasan dari Allah.

Allah berfirman, “Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Mahasuci Allah, Rabb Semesta Alam” (Al-A’raf: 54)

Maka sudah semestinya kita kembali pada aturan sang pencipta. Membuang sistem demokrasi, memperjuangkan kembalinya peradaban Islam, menjemput janji kemenangan yang telah Rasul sabdakan. Dan mengembalikan hukum Allah diposisi tertingginya. Semua ini hanya akan terwujud jika umat memperjuangkan khilafah dan menegakkan kalimatullah keseluruh penjuru bumi. Wallahu a’lam.

Post a Comment

Previous Post Next Post