By : Eva Liana
Diyang, lalu lalang tongkang batu bara, menjajah sungaimu
Pongah tak bermalu
Menguras urat nadi kehidupanmu
Diyang, hutanmu dikuasai angkara
Hingga kabut asap merajalela
Sawah ladang diterkam hama
Musim katam jadi khayal di pucuk-pucuk rumbia
Diyang, hutang abah mama telah tiba tenggat waktunya
Tiada daya upaya melunasinya
Maka tiba waktu kau balas budi mereka
Kau pun diperdagangkan ke negeri bambu, berkedok pernikahan
Rela tergadai laksana barang tak berjiwa
Diyang, aku tahu, kau mengaduh di penghujung barat Borneo sana
Adakah danau yang sanggup menampung airmatamu
Adakah jembatan baja penopang laramu
Adakah biduk terjauh yang sudi melayarkan pedihmu
Adakah tangan kokoh yang kuat menjemba lengan lemahmu
Adakah telinga peka yang tergerak mendengar pekik jerit hatimu
Duh, Diyang, bukannya aku tak peduli
Andai kumampu, tak akan kubiarkan kau menunggu
Mereka yang mampu
Ternyata tak turun menolongmu
Karena jiwa mereka yang mendadak lemah dan kerdil ketika berhadapan dengan lembar-lembar semu
Kulakukan apa yang kubisa, Diyang
Menegur jiwa-jiwa serakah itu
Sebagai wujud peduli, sekaligus memenuhi seruan Rabb kita
Berdakwah tanpa peduli apa
Agar mata buta mereka terbuka
Telinga tuli mereka peka
Hati gelap pun bercahaya
Islam pun digenggam demi rahmat semesta
Semoga masa itu segera tiba
Bersabarlah, Dyang
Teguh iman, banyak berdoa dan terus berjuang
Jangan biarkan ada Diyang lain yang menjadi korban
***
#sepenggalrenungan
#pengantinpesanan
Eva Liana, Penulis
Tinggal di Kandangan, HSS, Kalsel
Post a Comment