Penolakan Ayat Perang, Penolakan Terhadap Alqur'an 


Oleh: Ninik Suhardani 
Pegiat Kajian Muslimah Sindoro dan member AMK

Isu radikalisme terus-menerus digulirkan di tengah kaum muslimin, dengan menjadikan sebagian ajaran Islam sebagai indikator sumber radikalisme. Ajaran jihad dan peperangan dianggap sebagai pendorong seseorang berbuat radikal. 

Hal ini senada dengan pidato KH. Said Aqil Siradj di Bandarlampung pada acara halalbihalal  PBNU dan PWNU se-Indonesia, Senin (2/7/2018) bahwa: "kurikulum pendidikan agama Islam di sekolah dan madrasah perlu dikaji ulang dan direvisi, terutama terkait dengan materi-materi yang mengajarkan tentang ayat-ayat Alqur'an bertemakan perang".

Said melanjutkan, bahwa: "selain menyebabkan kesesatan, penafsiran secara tekstual terhadap ayat Al-Qur'an juga dapat mengakibatkan seseorang bertindak radikal." (www.nu.or.id, 03/07/2018).

Bak gayung bersambut, wacana KH. Said Aqil Siradj disambut dengan baik oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. 

Dilansir dari Republika.co.id, 13/09/2019, Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag) menyatakan, tidak ada lagi materi tentang perang dalam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di Madrasah. Hal itu diimplementasikan pada tahun ajaran baru 2020. 

"Kita akan hapuskan materi tentang perang-perang di pelajaran SKI tahun depan. Berlaku untuk semua jenjang, mulai dari MI (madrasah ibtidaiyah) sampai MA (madrasah aliyah) kata Direktur Kurikulum Sarana Prasarana Kesiswaan dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama, Ahmad Umar, di Jakarta.

Dengan dihapusnya materi perang dan sebagai gantinya  adalah materi kejayaan Islam di Indonesia maupun dunia. Agar Islam tidak dianggap sebagai agama radikal atau bar-bar, karena selalu dikaitkan perang oleh masyarakat Indonesia. 

Di Indonesia, radikalisme hampir bisa di pastikan selalu dikaitkan dengan Islam, meskipun tidak secara terang-terangan. Menyatakan sejarah perang Rasulullah Saw. dapat menyebabkan tindakan radikal, sama halnya menuduh sirah radikal. Radikal dalam konteks saat ini dimaknai sebagai sebuah ajaran kekerasan. Padahal Islam bukanlah ajaran kekerasan, Islam tidak pernah memaksa dalam beragama sekalipun hal ini termasuk dalam ranah aqidah. Sementara aqidah merupakan hal yang paling mendasar. Sebagaimana firman Allah dalam surat al Baqarah ayat 256.

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.”

Bahkan terhadap ahlu dzimmah sekalipun, Rasulullah dan khalifah umat Islam selalu memberikan perlindungan dan kedamaian. Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa mengganggu seorang kafir dzimmi, maka sungguh ia mengganggu saya, dan barangsiapa mengganggu saya, maka sungguh ia mengganggu Allah.” (Riwayat Thabarani)

Islam juga selalu mengajarkan kasih sayang, lemah lembut kepada sesama. Jelas bahwa Islam bukan ajaran kekerasan. Adapun ajaran perang adalah bagian fiqh jihad yang memiliki aturan dan syarat tertentu. Jihad adalah bentuk pertahanan kaum muslimin dan juga merupakan bagian dari metode penyebaran dakwah Islam. 

Melabeli sirah perang dengan 'radikal', kemudian mengambil langkah preventif dengan melakukan pengurangan porsi pelajaran materi perang merupakan tindakan yang justru menjauhkan umat dari syariat jihad. Hal ini semakin mengokohkan sekularisme serta memunculkan sikap islamophobia rasa takut terhadap ajaran Islam. Selain itu umat menjadi buta terhadap syariat dan salah kaprah dalam memaknai ajaran Islam. 

Di sisi lain  pelabelan radikal pada materi perang semakin membahayakan umat Islam, sebab umat seakan di perbolehkan untuk memilah serta memilih ajaran yang di sukai. Umat Islam seolah dipaksa untuk menyesuaikan dengan ajaran Islam dalam konteks kekinian (Islam modern) yang menerima dan kompromi dengan nilai-nilai barat. 

Sementara, materi “perang” adalah bagian dari isi Alquran yang tidak bisa dihilangkan. Bahkan, sahabat Nabi SAW, Saad bin Abi Waqqash ra berkata, “Kami dahulu mengajarkan kepada anak-anak kami sejarah peperangan Nabi seperti kami mengajarkan mereka bacaan Alqur'an.”

Di dalam Alqur'an, Allah Swt dengan tegas dan gamblang menggambarkan syariat tentang perang. Sebagaimana firman Allah Swr dalam surat al Baqarah: 216

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” 

Perilaku mengambil sebagian ajaran Islam serta meninggalkan sebagian yang lain adalah perbuatan yang sangat di cela Allah Swt. Allah Swt telah berfirman dalam surat al Baqarah: 85 

“Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab dan ingkar terhadap sebagian yang lain? tiadalah Mebalasan bagi orang yang berbuat demikian di antaramu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.”

Islam harus dipelajari secara kaffah. Ayat-ayat tentang perang tidak  boleh dinafikan dan diingkari, menafikkan ayat tentang perang sama halnya menafikkan seluruh isi Alqur'an. Sirah perang Rasulullah dan para sahabat harus dipelajari secara utuh agar umat memiliki persepsi yang benar terkait syariat perang dan jihad. Bukan dengan jalan mengurangi ajaran Islam, melainkan menjelaskan dengan benar, memberikan pemahaman Islam yang kaffah. Wallahu a'lam bishowab

Post a Comment

Previous Post Next Post