Abu-abu

Oleh : Yuli Mariyam
Ibu Rumah Tangga

Wes tak lali-lali.
Rasane tansah kelingan .
Nganti tekan besok kapan nggonku.
Mendem ora biso turu.

Group pengamen itu masih mengelilingi kampung ini dengan seabrek alat musiknya, lantunan lagu milik penyanyi jawa Didi Kempot itu masih terdengar sayup-sayup di telinga menambah rasa sendu. 

Kamar dengan nuansa hijau itu, nampak segar dengan beberapa tanaman hias yang ada di rak-rak dinding yang tersusun rapi, Wanita bermata belok itu menelungkupkan  tubuhnya diatas dipan yang dibalut kain berwarna senada dengan cat temboknya,  matanya sesekali terpejam dalam helaan nafas yang panjang mencoba mengusir bayangan yang muncul beberapa hari ini. Hadirkan sebait kenangan masa lalu, yang selama ini rapi ia simpan. 

Ya... beberapa hari yang lalu memang Sarah bertemu dengan seseorang, lelaki yang pernah singgah di masa lalunya, dia yang sama-sama pernah terjebak dalam dunia gelapnya, ketersesatan remaja  dengan segudang kejahiliahan, pacaran dan pergaulan bebas. Beruntung Sarah tak terjerat  narkoba dan sepaketnya. Lelaki itu juga yang membuat hatinya patah dan hancur, pergi tanpa kabar setelah segala yang mereka perbuat, sedih dan kecewa, dan penyesalan  sempat mempengaruhi kejiwaan dan fisiknya hingga harus bolak-balik ke rumah sakit, bahkan sempat harus dirawat inap di ICU.

"Sarah.." 

Tegur seorang lelaki  di sebuah halaman minimart tempat Sarah belanja beberapa hari lalu.

Sarah untuk sesaat terpana, seorang lelaki dengan penampilan khas Metroseksual berdiri di depannya, lengkap dengan seukir senyum yang dulu meluluhlantakkan kehormatan nya.   

"Aku mencarimu beberapa tahun ini, aku tanyakan ke semua teman-teman kita dan ada kabar engkau tinggal di wilayah ini, dua hari ini aku menginap di losmen ujung desa sana untuk selesaikan proyekku .. aku harap bisa bertemu dengan mu" cerocos laki-laki itu tanpa memberi kesempatan Sarah berbicara, sepertinya laki-laki itu sudah mengenal tabiat Sarah, diam adalah jawaban saat tak ada lagi yang ingin ia dengar.

Sarahpun berlalu pergi, ia tak menyangka akan ada adegan itu dalam hidupnya.

     
"Yaa Allah, Tuhanku yang Maha Agung....apa yang hendak Engkau tunjukkan padaku ini, sekian lama aku menepis bayangan ini dari hidupku hingga ia hanya ada disudut hatiku tanpa ingin aku mengusiknya, aku masih mencari jati diriku sebagai muslimah, setiap diri punya kelemahan dan Engkau lebih memahami kelemahanku, apa layak jika ini kusebut ujian dari-Mu ataukah ini sebuah hukuman atas masa laluku" desahan hatinya mendorong buliran air matanya, sesaat kemudian sudah terdengar isaknya meski lirih namun jelas ini menyakitkan.


Kini Sarah telah menjadi seorang istri dan ibu bagi ke 3 putra-putrinya. Seorang laki-laki sholih nan sederhana membersamainya dalam biduk rumah tangga yang dengan penuh kesabaran mencintai wanita yang awalnya tak pernah mencintainya itu, mendidiknya menetapi jalan kebenaran sebagai muslim sejati, memberinya nafkah halal dari buah keringatnya yang keluar tanpa rasa angkuh dan keluh kesah.

Sarah yang tadinya pasang-lepas hijabnya seiring waktu mulai menutup sempurna aurotnya, mendidik putra putrinya dengan islam kaffah,  Suaminya mengajarkan banyak ilmu-ilmu agama, yah... suaminya memang bukan ustad namun dia lahir dari keluarga yang mendarah dagingkan islam dalam jiwa anak -anaknya, dan kini lingkungan itupun mampu merubah habbit buruk Sarah untuk lebih baik dan lebih baik lagi. 

Sarah mulai merubah posisinya, ia duduk di atas dipan kemudian menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Fabiayyi Alaa i Robbikumaa tukaddzibaan" 

Beberapa kali ia ucapkan sebagai dzikirnya kepada Allah, tuhan yang menguasai hatinya.

tok...tok...tok.
terdengar pintu kamarnya diketuk dari luar.

"Masuk" Sahutnya.

pintu berderit terbuka dan sesosok laki-laki memakai jaket kulit dan celana jeans berdiri masih lengkap dengan sepatu savetynya ada dihadapannya.

"Yaa Rohmaan... Abi kenapa kok nggak bilang kalau pulang hari ini?"
Sarah berhamburan memeluk suaminya yang menatap dengan senyum, dibenamkannya wajahnya di dada bidang itu dan tak lagi berkata-kata. 

Sarah merasa tenang dan nyaman, dalam dekapan suaminya. 

Sebuah azam tersemat di hatinya. 

" Selamat tinggal masa lalu, biarlah jadi penyemangat taubat. Selamat datang masa depan dalam ketaatan, bersama orang yang tersayang." 

Tamat.

Post a Comment

Previous Post Next Post