Kebutuhan Publik Melangit, Rakyat Semakin Terhimpit


Oleh: Indriani Mulyanti, Am.Keb
Bidan dan Member Akademi Menulis Kreatif

Pemerintah berencana untuk menaikkan premi BPJS dan  memangkas subsidi energi. Keputusan yang memberatkan beban rakyat ini, harus diterima bertubi-tubi. Kenaikan iuran BPJS mulai diterapkan pada 1 Januari 2020 mendatang. Tidak tanggung-tanggung kenaikan iuran mencapai seratus persen atau dua kali lipat dari iuran sebelumnya. 

Menurut Wakil Menteri Keuangan Prof. DR. Mardiasmo, MBA, kenaikan  ini berlaku hanya untuk kelas I dan kelas II. "Yang kelas I dan kelas II mulai 1 Januari 2020 jadi Rp. 160.000,- dan Rp. 110.000,- sehingga kami bisa sosialisasi untuk masyarakat," ujarnya seusai rapat kerja dengan DPR, Jakarta, Senin (3/9/2019). Sedangkan iuran kelas mandiri III meningkat menjadi Rp. 42.000,- dari Rp.25.500,- per bulan (https://m.cnnindonesia.com). Kenaikan iuran BPJS ini merupakan salah satu alasan pemerintah untuk mengurangi defisit anggaran. 

Rencananya, kenaikan iuran BPJS akan disusul juga dengan naiknya tarif BBM, LPG, dan Listrik. Pemerintah memutuskan untuk memangkas subsidi energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020 menjadi Rp. 137,5 triliun. Angka ini turun sekitar 3,58 persen dari alokasi subsidi energi pada tahun 2019 yang mencapai Rp. 142,6 triliun. Dalam asumsi dasar sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) APBN 2020, subsidi yang dipatok pemerintah untuk bahan bakar minyak (BBM) jenis tertentu, LPG 3kg dan listrik masing-masing sebesar Rp. 18,8 triliun, Rp. 52 triliun, serta Rp.62,2 triliun (https://tirto.id/egFn).

Semua kebijakan tersebut sungguh menyesakkan dada. Himpitan ekonomi dan berbagai kebutuhan pokok yang melangit membuat rakyat semakin menjerit. Setiap kebijakan pemerintah harusnya tidak mengutamakan kepentingan para investor (asing dan aseng) dan jangan sampai merugikan rakyat.  Menurut Harold J Laski,  tugas negara secara umum  adalah menciptakan keadaan agar rakyat bisa memenuhi kebutuhannnya secara maksimal. Sebab  kesejahteraan rakyat tetap merupakan prioritas utama pemerintah. Seharusnya pemerintah tidak lalai untuk melakukan tugas utamanya yaitu  mengayomi rakyat dan menjamin semua kebutuhan pokoknya bisa terpenuhi dengan baik.

 Rasulullah SAW bersabda:

Ù…َا Ù…ِÙ†ْ عَبْدٍ اِسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِÙŠَّØ©ً ÙŠَÙ…ُÙˆْتُ Ùˆَ Ù‡ُÙˆَ Ù„َÙ‡َا غَاشٌ Ø¥ِلاَّ Ø­َرَّÙ…َ اللهُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ اْلجَÙ†َّØ©َ

"Tidaklah seorang hamba diserahi oleh Allah urusan rakyat, kemudian dia mati, sedangkan dia menelantarkan urusan tersebut, kecuali  Allah mengharamkan surga untuk dirinya"(HR Muslim).

Negara diberi amanah oleh rakyat untuk mengelola kekayaan sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk kesejahteraan rakyat. Jadi, negara bukanlah pemilik aset bangsa yang bebas memperjualbelikannya. Negara juga  bukanlah pedagang produk dan layanan jasa untuk publik, sehingga tidak etis kalau memperhitungkan untung dan rugi saat menjalankan tugasnya.

Lalu bagaimana tugas negara sebagai pelayan publik dalam  prespektif Islam?

Sistem kepemimpinan negara dalam Islam sungguh unik. Berbeda dari sistem lain yang ada di dunia, baik itu kerajaan, republik, persemakmuran maupun parlementer. Sistem yang disebut Imamah atau Khilafah, lahir dari hukum syara’, bukan lahir dari para pemikir di kalangan manusia. 

Negara Islam (Khilafah) dipimpin oleh seorang Khalifah. Khalifah sebagai pemimpin tunggal kaum Muslim di seluruh dunia yang sekaligus sebagai pelayan umat. Dalam Islam terdapat tiga kaidah fikih yang berkaitan langsung dengan pelayanan publik, yaitu: (1) ad-dhararu yuzalu (kemudaratan harus dihilangkan); (2) jalbul mashalih wa daf’ul mafasid (meraih kemaslahatan dan menolak kemudaratan); (3) al-mashlahul ‘ammah muqaddamah ‘alal mashlahatil khasshah (kemaslahatan publik didahulukan daripada kemaslahatan individu) (Dzazuli, 2010:9-11). Ketiga kaidah fikih ini dengan tegas menyatakan bahwa kesusahan bagi masyarakat harus dicegah dan dihilangkan. Pemerintah memiliki tanggung jawab besar agar rakyat  yang dipimpin  terlayani dengan baik.

Rasulullah SAW bersabda:
الإِÙ…َامُ رَاعٍ Ùˆَ  Ù‡ُÙˆَ Ù…َسْؤُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ

"Setiap pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya "(HR al-Bukhari dan Muslim).

سَÙŠِّدُ الْÙ‚َÙˆْÙ…ِ Ø®َادِÙ…ُÙ‡ُÙ…ْ

"Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka"  (HR Abu Nu‘aim).

Wallahu A'lam Bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post