Usulan Penghapusan Mata Pelajaran PAI, ?

Oleh : Rukmini Lathifah, S.Pd 
(Praktisi Pendidikan di Banjarbaru Kalimantan Selatan)


Belum selesai pro kontra kebijakan sekolah lima hari dalam sepekan, kebijakan sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru (PPDB), muncul kembali wacana  tentang penghapusan mata pelajaran pendidikan agama Islam. 

Usulan untuk menghapus mata pelajaran agama sebenarnya sudah  ada  sejak tahun 2017, dua tahun yang lalu. Dari tribunnews.com, Kemendikbud berencana meniadakan pelajaran agama formal didalam kelas dan akan menggantinya dengan pendidikan (agama) di madrasah Diniyah, Masjid, Pura, atau Gereja. 

Kemendikbud beralibi, rencana itu terkait pemberlakuan waktu kegiatan belajar lima hari sekolah. “Sekolah lima hari tidak sepenuhnya berada di Kelas (sekolah). Siswa hanya beberapa jam di dalam kelas dan sisanya di luar kelas,” menurut Mendikbud Muhajir Effendy dalam rapat kerja dengan komisi X DPR di Jakarta, selasa (13/6/2017).

Di tahun 2019, usulan penghapusan mata pelajaran agama pun mengemuka kembali. Gagasan tersebut disampaikan oleh Setyono Djuandin Darmono,  Chairman Jababeka Group yang juga pendiri President University. Beliau menyarankan kepada Presiden Joko Widodo untuk meniadakan pendidikan agama di sekolah. Tanpa disadari, pelajaran agama sudah menciptakan perpecahan dikalangan siswa. “Mengapa agama sering menjadi alat politik? Karena agama dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Di sekolah, siswa dibedakan ketika menerima mata pelajaran agama. Akhirnya mereka merasa bahwa mereka berbeda,” kata Darmono pada acara bedah bukunya Bringing Civilization Together di Jakarta. Darmono juga mengatakan bahwa “pendidikan agama tidak perlu diajarkan di sekolah. Agama cukup diajarkan orang tua masing-masing atau lewat guru agama di luar sekolah”. Bahkan menurutnya, kalau agama dijadikan identitas, justru akan memicu radikalisme. 

Ketika bangsa Indonesia hancur karena radikalisme, belum tentu Negara tetangga yang seagama bisa menerima. Meski kemudian pernyataan itu diluruskan dengan mengatakan bahwa itu adalah “sebuah koreksi dan renungan. Apa yang salah dengan pendidikan agama kita di sekolah.


Pemikiran Kapitalisme, Akar Masalah

Gagasan penghapusan mata pelajaran agama tersebut ditanggapi beragam.   MUI  mengatakan bahwa gagasan tersebut patut diwaspadai. Wakil Ketua Komisi Hukum MUI Anton Tabah menilai orang yang memandang pendidikan agama dipandang sebagai akar dari radikalisme dan perusak peradaban perlu diwaspasdai sebagai pendukung komunisme. 

Kalau menelisik kebelakang, sebenarnya usulan penghapusan mata pelajaran agama sudah pernah pula diajukan oleh Eksekutif Megawati Institute sekaligus dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Musdah Mulia.  Beliau pernah mengusulkan agar Indonesia mencontoh Singapura yang lebih maju dari Indonesia karena melarang pelajaran agama di sekolah-sekolah. Menurutnya, Singapura sudah melarang untuk pengajaran agama di sekolah sekitar 22 tahun yang lalu. Hasilnya sangat berpengaruh karena penghapusan pendidikan agama, Singapura berhasil mempunyai penduduk negeri yang dikenal sebagai orang yang tertib, disiplin dan juga toleran padahal mereka terdiri dari bermacam etnis, bahasa dan agama.

Wacana penghapusan mata pelajaran agama jelas merupakan buah pemikiran sekuler yang tegak di negeri ini. Mirisnya, pemikiran sekuler telah banyak menginfeksi para pemikir kita hari ini.  Tudingan bahwa agama dijadikan sebagai alat politik, karena dimasukkannya nilai agama kedalam kurikulum pendidikan adalah buah dari pemikiran sekuler ini. Sehingga keberadaan pelajaran agama perlu dihapuskan. Upaya tersebut sejalan dengan rekomendasi UNESCO, pada Conference for the Prevention of Violent Extrimish througt Education, September 2016. “Adalah penting untuk menetapkan perubahan  kurikulum di Timur Tengah dan kawasan lainnya yang memperlihatkan suburnya pemikiran ekstrimis melalui rasionalitas dan kesadaran.

Kemunculan kembali ide ini merupakan keberanian karena merasa situasi politik mendukung ideologi yang  dianut, yaitu sekulerisme. Meskipun terdapat pro kontra dari kalangan masyarakat, ide penghapusan pelajaran agama terus bergulir. Dan menjadi wacana yang selalu diperjuangkan oleh pengemban ideologi kapitalis dan antek-anteknya. 

Bagaimana kalau hal ini terjadi? Tentu  negara akan mengalami kemunduran secara moral. Fakta berbicara,mata pelajaran  agama yang hanya dua jam perminggu saja, telah gagal membentuk generasi yang beradab dan berakhlak mulia, apatah lagi jika benar-benar dihilangkan?  

Potret Negara-negara yang telah menghapuskan pelajaran agama bahkan melarangnya dalam kurikulum pendidikan, selalu dijadikan contoh. Singapura, Skandinavia adalah beberapa Negara yang menjadi contoh Negara maju dan bahagia “the most happies countriesin the world”, kebebasan individu sangat terjamin. Tanpa melihat adanya perzinahan dan penyimpangan prilaku seksual yang legal terjadi disana. Mereka Negara maju secara materi dan politik tapi tidak secara moral.


Pendidikan Islam, Harapan Masa Depan

Islam agama yang sesuai fitrah manusia. Agama yang memiliki seperangkat aturan yang paripurna. Tak terkecuali aspek pendidikan. Menjadi kewajiban Negara menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas. Dimana Islam menjadi asas kehidupan. 
Dalam kerangka membangun kepribadian (character building) dan sikap mentalitas masyarakat suatu Negara, keberadaan ideologi sebagai asas dan landasan sebagai fakta yang tidak bisa ditolak. Ideologi merupakan way of life, yang memberikan nilai dasar kehidupan masyarakat dan Negara. Pemahaman terhadap krakter sebuah ideologi merupakan langkah awal dan mendasar ketika membicarakan sistem pendidikan. Dalam masyarakat yang bertumpu pada kapitalistik, sistem pendidikan hanya akan menghasilkan sumber daya manusia (peserta didik) yang berfikir profit oriented) dan menjadi economic animal.

Penanaman ideologi sekuler telah mendorong masyarakat mengambil keputusan untuk menyimpan nilai-nilai agamanya dalam benteng yang kokoh. 

Tujuan pendidikan dalam Islam berbeda dengan pendidikan kapitalistik. Pendidikan islam bertujuan untuk membentuk manusia yang memiliki:1) kepribadian Islam, 2) menguasai pemikiran Islam dengan handal, 3) menguasai ilmu-ilmu terapan, 4) memiliki keterampilan yang tepat guna dan berdaya guna. 

Pembentukan kepribadian Islam dilakukan terhadap semua jenjang. Mulai dari TK sampai perguruan tinggi.

Sementara kurikulum pendidikan wajib dibangun berdasarkan aqidah Islam. Seluruh materi pelajaran dan metode pengajaran dalam pendidikan disusun agar tidak menyimpang dari landasan tersebut.

Islam mewarnai dan menjadi ruh dalam setiap materi dan metode pengajaran. Sehingga siswa menjadi manusia yang beradab dan berakhlak mulia, serta cerdas dalam pemikiran. Tapi juga menjadikan ridha Allah Ta’ala sebagai tujuan hakiki yang ingin diraih dalam setiap aktivitas. 

Inilah sistem pendidikan yang mengantarkan generasi menjadi pemimpin masa depan. Para pemimpin yang menjadi penyokong peradaban gemilang. Sistem pendidikan yang pernah diterapkan di dunia ini dan telah melahirkan generasi mulia.   
Wallahua’lam.
Previous Post Next Post