Perempuan Butuh Syariat Islam, Bukan RUU PK-S

Oleh : Narti

Sejumlah perempuan yang tergabung dalam organisasi Aliansi Cerahkan Negeri (ACN), menggelar aksi menolak disyahkannya RUU PK-S. Mereka menganggap RUU itu tak memiliki tolok ukur yang jelas. Humas ACN Alwyah mengatakan bahwa banyak pasal dalam RUU tersebut yang tidak memiki penjelasan secara rinci dan menjadi "bias makna". Misalnya terkait orientasi seksual yang multitafsir. Dan orientasi seksual itu tidak hanya perempuan dan laki-laki, akan tetapi dalam konteks ini bisa jadi "bias" antara laki-laki dan laki-laki, perempuan dan perempuan. Banyak yang "bias" dalam pasal-pasal ini, kata Alwyah pada Ahad (14/7/19) di Hotel Indonesia Jakarta. Dan ia juga menilai bahwa RUU ini tidak melindungi perempuan dalam kekerasan seksual/pemerkosaan. Serta yang sangat ia sesalkan, bahwa penggagas RUU ini adalah Komisi Nasional Perempuan (Komnas perempuan), yang seharusnya bisa melindungi kaum hawa.(medcom.id/Kautsar Widya Prabowo).

Selain perwakilan dari organisasi ACN di atas, bermunculan pula aksi-aksi penolakan disahkannya RUU PK-S tersebut baik melalui media cetak maupun online, karena isi pasal-pasalnya disinyalir jelas bertentangan dengan norma sosial masyarakat.

Perlu kita ketahui bahwa setelah dikaji lebih dalam, ternyata RUU PK-S ini perlu diwaspadai, terutama pasal-pasal dalam rancangan tersebut yang sarat dengan agenda feminis kaum liberal.  Berikut diantara pasal-pasal kontroversial yang harus diwaspadai karena bertentangan dengan syariat islam :
 1). Pasal 1 ayat 1, mendefinisikan bahwa "kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang dan/atau fungsi rreproduksi secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik." Kata kunci dari definisi Kekerasan Seksual dalam RUU ini adanya paksaan atau tidak adanya persetujuan dari seseorang. Bukan pada baik buruknya perilaku seksual tersebut ditinjau dari nilai-nilai agama, kesehatan, sosial dan budaya Indonesia. Maka jika seseorang melakukan zina suka sama suka, atau suami mensodomi isterinya dan isterinya senang-senang saja, itu bukan terkategori kekerasan seksual.

2). Pasal 5 ayat 2b, yang dikategorikan kekerasan seksual artinya mendorong setiap orang untuk bebas memilih aktivitas seksual tanpa ada kontrol dari pihak lain. Pihak yang melakikan kontrol seksual justru bisa dipidanakan. Orang tua tidak boleh melarang anak lajangnya untuk melakukan seks bebas, karena bisa masuk dalam kategori kontrol sosial. Aktivitas LGBT dalam pasal ini juga terlindungi.

3). Pasal 7 ayat 1. Adanya hak mengambil keputusan yang terbaik atas diri, tubuh, dan seksualitas seseorang agar melakukan, berbuat, atau tidak berbuat. Termasuk ketika memilih seks bebas, kumpul kebo, zina, seks menyimpang semisal LGBT, aborsi karena tidak menghendaki anak, apakah hasil zina atau diperkosa, boleh memamerkan auratnya dan lain-lain.

4). Pasal 8 ayat 2, menyebutkan bahwa tindak pidana perkosaan meliputi di dalam dan di luar hubungan perkawinan. Sesuai pasal ini, seorang isteri bisa sesuka hatinya memilih untuk melayani suami atau tidak. Jika suami memaksa untuk berhubungan maka terkategori perkosaan.

Dari beberapa pasal kontroversial seperti disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa RUU PK-S ini  sarat dengan aroma liberalisasi, sehingga apabila benar disahkan, maka akan berpotensi menjadi jalan tol pelegalan segala bentuk penyimpangan seksual dari zina, LGBT, hingga aborsi. Yang paling miris tentu pihak perempuan. Dan apa yang akan terjadi di tengah masyarakat, bila RUU ini disahkan. Tentu akan berbahaya dan sangat mengancam generasi dan tatanan bangunan keluarga serta hancurnya sebuah peradaban. 

Karena pada dasarnya laki-laki dan perempuan adalah sama di hadapan Allah SWT, yaitu sebagai hamba yang diperintahkan untuk bertakwa kepadaNya. Sehingga nilai kemuliaan keduanya ditentukan seberapa besar ketakwaannya kepada Allah SWT. Sementara dari sisi kodrat, laki-laki dan perempuan memang Allah ciptakan berbeda, sehingga ada kewajiban yang diserahkan kepada laki-laki tetapi tidak pada perempuan dan sebaliknya. Misalnya sebagai qawwam/pemimpin sebagaimana tercantum dalam Qs an-Nisaa : 34.

Munculnya ide KKG (Kesetaraan Keadilan Gender) ini adalah hasil pemikiran dari Barat yang sengaja diaruskan ke dunia Islam. Keadilan gender adalah pandangan bahwa semua orang harus menerima perlakuan yang sama atau setara dan tidak ada diskriminasi berdasarkan identitas gender mereka yang bersifat kodrati. Pemikiran sesat ini terus dikampanyekan hingga masyarakat terkecoh dengan pemahaman yang benar. Barat terus menyerang hukum-hukum dan norma agama yang sensitif semisal hukum Islam terkait waris, kepemimpinan dalam keluarga, hukum poligami dan aturan berpakaian. Selain itu keragu-raguan terhadap aturan agamapun terus diperjuangkan oleh kaum feminis. Ini semua adalah sebagai bentuk serangan pemikran untuk mendiskreditkan Islam. Tentu ini sangat berbahaya bagi kaum Muslim, terutama perempuan.

Solusi terhadap seluruh permasalahan termasuk kekerasan terhadap perempuan, adalah dengan penerapan Islam secara kaaffah. Aturan Allah SWT yang sempurna ini memiliki seperangkat aturan, yakni dengan 3 pilar penerapan. Pertama : Pembinaan individu, untuk mewujudkan ketakwaan individu, ada peran kewajiban tiap individu muslim/muslimah untuk memahamkan tiap individu untuk membina keimanan yang kuat, memahamkan seluruh syariatNya (ibadah mahdhah dan ghoir mahdhah), seperti tata cara pergaulan, ekonomi, pendidikan, pemerintahan dan lain sebagainya. Kedua : Kontrol masyarakat, akan terwujud bila masyarakat sudah mempunyai pandangan yang sama, opini yang sama, pemikiran dan perasaan yang sama tentang baik buruknya perilaku seseorang, ridlo dan benciNya. Maka akan ada amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat. Ketiga : Peran Negara, yang akan menerapkan aturan kebaikan (Islam), aturan yang datang dari Yang Maha Baik, Allah SWT. Negara akan menerapkan hukuman bagi pelaku kemaksiatan, dalam hal ini kekerasan terhadap perempuan secara adil dan membuat pelakunya akan berfikir ulang ketika akan bermaksiat.

Syariat Islam akan mampu menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat terutama perempuan. Islam amat memuliakan dan menjaga perempuan. Pada masa Rasul SAW, ketika itu ada seorang wanita yang dilecehkan oleh Yahudi, maka dengan sigap dan cepat, Rasul SAW memerintahkan mendatangkan satu pasukan tentara untuk membela wanita tadi. Ini hanya satu peristiwa bentuk penjagaan Islam terhadap wanita. Bukan dengan membuat qonun yang malah banyak menimbulkan permasalahan baru.
Inilah pentingnya segera kita tinggalkan sistem sekuler demokrasi kapitalis neoliberal ini, dan bersegera terapkan Syariat Islam secara menyeluruh, agar permasalahan perempuan secara tuntas terselesaikan.
Wallahu a'lam bi shawwab.
Previous Post Next Post