Nestapa Papua

Oleh: Dian Puspita Sari
Aktivis Muslimah, Ibu Rumah Tangga dan Member Akademi Menulis Kreatif

Miris dan prihatin, dua kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan kita melihat kondisi Papua. Internasionalisasi masalah HAM di Papua disinggung oleh para pemimpin negara Pasifik. Delapan belas negara Pasifik tersebut mendesak kantor komisioner tinggi hak asasi manusia di PBB untuk menyelidiki situasi HAM yang memburuk di Papua dalam kurun 1 tahun. (cnnindonesia.com, 19/8/2019)  

Desakan internasional ini muncul pasca kerusuhan di Manokwari, Papua yang berujung pada pembakaran kantor DPRD dan bendera merah putih. Kerusuhan ini dipicu keributan di asrama mahasiswa Papua di Surabaya yang bernuansa rasial pada hari Kamis sore (16/8/2019).  
Kejadian rusuh yang terjadi di bulan Agustus  ini terasa berurutan dalam nuansa pengkondisian. Hal ini terkait erat dengan proses internasionalisasi  isu HAM dan Papua merdeka.  

Dengan dalih  ketidakadilan terhadap masyarakat Papua, beberapa kalangan termasuk tokoh Papua Merdeka (Benny Wenda)  yang didukung kekuatan asing menuntut agar Papua segera merdeka.  
Spirit rakyat Papua untuk merdeka ini dibumbui oleh spirit kesukuan dari ras melanesian yang berbeda dari ras mayoritas masyarakat Indonesia. 
Dalam konteks hukum internasional (perjanjian Westphalia) juga memungkinkan bagi suku bangsa dengan identitas sejenis (dalam konteks Papua adalah ras Melanesia) untuk menentukan nasibnya sendiri (merdeka). 

Inilah bahaya yang tersembunyi dalam konsep bernegara "nation state" ala demokrasi. Artinya, jika negeri kita tetap mempertahankan konsep bernegara "nation state" ini, sangat membuka peluang bagi cikal bakal perpecahan di antara wilayah-wilayah yang berada di Nusantara. Karena Indonesia terdiri dari beragam suku bangsa, dan menurut perjanjian Westphalia, beragam suku bangsa tersebut memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri (merdeka). 

Sedangkan pihak asing, dalam hal ini adalah negara adidaya kapitalis, sangat diuntungkan dengan internasionalisasi isu HAM dan Papua merdeka. Karena mereka akan merasa leluasa menjarah sumber daya alam Papua yang kaya raya. Negara kita pun, dari  rezim mana pun yang berkuasa, dan yang berkonsep negara "nation state"" ala demokrasi, selama ini memang dikenal abai terhadap pengelolaan sumber daya alam. Mereka melakukan privatisasi terhadap aset-aset bangsa termasuk sumber daya alam yang menguasai hajat hidup rakyat Indonesia. 
Aset-aset yang menguasai hajat hidup rakyat mereka gadaikan kepada pihak asing kapitalis dengan multi nasional corporation nya. 

Konflik Papua bukan yang pertama dan terakhir. Timor Timur (kini Timor Leste) sudah mengawali disintegrasi nya dari Indonesia. 
Konflik berkepanjangan bernuansa rasis, intoleran dan agama akan selalu terjadi di manapun selama negeri ini menerapkan konsep bernegara yang menyalahi hukum-hukum Allah. Yakni hukum Islam. 

Islam sendiri mengatur bahwa konsep bernegara yang benar adalah konsep bernegara yang diterapkan oleh Rasulullah Saw (konsep bernegara atas asas Islam) dan Khulafa'ur Rasyidin (khilafah), yang kemudian berlanjut di masa kekhilafahan Bani Umayyah, Bani Abbasiyah dan Bani Utsmaniyah. Jika ditotal lamanya kepemimpinan Islam berjaya dalam sejarah peradabannya, kurang lebih 13 abad. 

Maka selama kita salah dalam menjalankan hidup bernegara, konflik horisontal akan terus berlangsung,  mengancam toleransi antar umat beragama dan keutuhan serta  kedaulatan bangsa kita. Sistem kepemimpinan khilafah yang akan menyatukan dan menjadikan bangsa ini bahkan juga dunia  kembali berdaulat, bebas dari ancaman dan intervensi neo imperialis dan agresor asing. 

Dunia tak terkecuali Indonesia butuh khilafah dengan sang imam/khalifahnya sebagai perisai bagi umat karena Nabi Muhammad  Saw bersabda, “Sesungguhnya seorang pemimpin itu merupakan perisai, rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya. Bila ia memerintah untuk takwa kepada Allah azza wa jalla serta bertindak adil, maka ia akan memperoleh pahala. Namun bila ia memerintah dengan selainnya, maka ia akan mendapatkan akibatnya.” (HR. Muslim)

Semoga negara idaman dunia ini tak lama lagi segera terwujud menjadi kenyataan. Aamiin. 

Wallahu a'lam bisshowwab.
Previous Post Next Post