Nasib Satwa Liar di Era Kapitalis

Oleh: Darmayanti 
(ibu rumah tangga)

Fenomena baru di era kapitalis, sejak satu bulan terakhir banyak bermunculan hewan liar yang turun gunung ke pemukiman warga, khususnya di kabupaten Bandung Barat. Beberapa di antaranya ditemukan dalam kondisi hidup dan ada juga yang mati. Jumat, 19 Juli 2019, seekor monyet ekor panjang masuk ke pemukiman warga yang berada di Kampung Saparako, Desa Majalaya. Kemudian di hari Sabtu, 27 Juli 2019, bangkai seekor macan tutul ditemukan petani di kawasan kebun kopi yang berada di lokasi Perhutani Petak 24 C RPH Logawa, BKHP Banjaran. Lokasinya tidak jauh dari pemukiman warga. Belum lama juga di tanggal yang sama di bulan Juli, seekor babi hutan masuk pemukiman di Kampung Nyalindung Cileunyi Wetan, Kecamatan CIleunyi. Terkait hal tersebut, Kepala BBKSDA Jabar Amy Nurwati mengatakan fenomena hewan liar turun muncul di pemukiman warga di duga karena kelaparan. (Detik.com).

Saat disinggung apa yang saat ini terjadi di hutan, ia menjelaskan bahwa salah satunya dikarenakan musim kemarau. "Sekarang kan musim kemarau, mungkin ketersediaan makanan mereka berkurang. Secara alami dia (satwa) ingin mencari kenyamanannya," ujarnya (Detik.com).

Benarkah hanya musim kemarau dan kelaparan penyebab satwa liar berkeliaran di pemukiman warga atau karena faktor lain?

Musim kemarau adalah siklus alami yang sudah lazim tiap tahun, dan disinyalir kali ini puncak dari kekeringan, namun benarkah karena kekeringan saja yang menjadi penyebab satwa liar masuk ke pemukiman warga. Diduga ada faktor lain disamping kekeringan yang membuat hewan-hewan liar tersebut sampai masuk ke pemukiman warga. Apabila kita melihat fakta saat ini bagaimana hutan-hutan yang seharusnya dijadikan tempat tinggal dan mencari makan bagi satwa, banyak dialihfungsikan menjadi tempat wisata dan pemanfaatan publik seperti villa, restoran dan sebagainya. Istilah yang dikenal dengan deforestasi, yaitu proses penghilangan hutan alami dengan cara penebangan hutan untuk diambil kayunya atau mengubah lahan hutan menjadi non hutan. Tentu saja hal tersebut berdampak pada kurangnya ketersediaan makanan bagi para satwa di hutan, menjadi penyebab satwa turun mencari makanan yang dibutuhkannya hingga ke pemukiman warga.

Hal ini jelas bila ditelisik dari kacamata sistem sekarang berawal diberlakukannya aturan yang bukan dari Sang Maha Pencipta, Allah SWT, dimana aturan yang diterapkan saat ini adalah aturan kapitalis sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem kapitalis melihat materi adalah hal utama. Sistem kapitalis juga memandang alam itu sebagai sumber daya yang dapat diserap sebesar-besarnya untuk akumulasi modal. Prinsip ekonomi kapitalis modal harus dipergunakan untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya, tak peduli jikapun harus menabrak aturan yang ada dan efek buruk yang bisa dirasakan oleh sekitarnya termasuk satwa. 

Berbeda dengan Islam, Islam memandang bahwa hal di atas problematika sistematis, bukan hanya  masalah satwa liar saja, namun terlepasnya periayahan (pengurusan) penguasa terhadap seluruh aspek kehidupan, salah satunya dijaminnya ketersediaan makanan bagi satwa. Sebab hal tersebut akan diminta pertangunggjawabannya di hadapan Allah kelak.

"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinanannya. Penguasa adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya."(HR Bukhari Muslim).

Dalam Islam, untuk lahan yang berbentuk hutan, baik hutan lindung, hutan perdu, hutan alam, hutan bakar atau berbagai jenis hutan lainnya, maka hanya negara yang boleh mengurusinya. Negara mengelola hutan untuk kemaslahatan Islam dan Kaum Muslimin. Setiap kepemilikan hutan atas dalih Hak Penguasaan Hutan (HPH), atau Hak Guna Usaha (HGU) kesemuanya wajib dibatalkan karena tidak sesuai dengan hukum Islam. 

Kepemilikan yang menyelisihi syariah yakni realitas hutan yang mestinya dimiliki dan dimanfaatkan secara bersama-sama oleh umat, kemudian dipagari dan dikuasai oleh individu atau korporasi baik domestik, asing maupun aseng, hakekatnya telah merampas hak umat sebagai pemilik hutan secara kolektif. Maka hakikatnya dalam tatanan syariat Islamlah semuanya bisa diwujudkan, periayahan (pengurusan) penguasa kepada rakyatnya termasuk satwa didalam hutan pun akan merasakan ketenangan di tempat tinggalnya serta bebas untuk mendapat makanan yang diinginkannya tanpa harus turun ke pemukiman warga.

Penerapan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan akan menjamin kehidupan yang penuh berkah. Kebaikan alam semesta akan dirasakan manusia dan makhluk hidup lainnya.

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya".(TQS Al Araf ayat 96)
Wallahu 'alam bi ash shawab
Previous Post Next Post