Narkoba Merambah Desa

Penulis : Salasiah, S.Pd
(Pendidik dan Founder RuFidz Ahmad) 

Membanjirnya upaya penyelundupan sabu menunjukkan Indonesia sudah menjadi pasar narkoba internasional yang sangat besar. Pada tahun 2015, sekitar 3 ton sabu telah berhasil diamankan yang berarti menyelamatkan banyak generasi muda. Satu gram saja bisa digunakan untuk 5 orang. Jika pada 2017 terdapat 1890 perkara narkoba, justru naik 15,76 persen, sebanyak 2188 kasus pada tahun 2018. Narkoba tidak lagi menjadi isu permasalahan masyarakat kota- kota besar metropolitan. 

KALSEL menempati posisi keenam penyalahgunaan narkoba di Indonesia. BNNP Kalsel mencatat peredaran narkoba di Kalsel sekitar 2 persen, lebih tinggi dari angka nasional, yang sebesar 1,77 persen. Peredaran narkoba sudah merambah semua lapisan masyarakat baik di kota hingga pelosok desa, tak terkecuali provinsi Kalimantan Selatan.

Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) dinyatakan darurat peredaran narkoba menyusul masifnya peredaran narkoba. sepanjang tahun 2018 kepemilikan sabu puluhan kilogram beberapa kali berhasil diungkap. Direktur Reserse Narkoba  di awal pekan bulan Februari telah berhasil menangkap 55 tersangka. Dari mereka berhasil disita 224,48 gram Sabu, 10 butir karisoprodol 10 butir, tiga butir pil ekstasi dan 644 obat-obatan daftar G.

Indonesia sudah darurat bahaya narkoba. Sekarang kita lihat provinsi mana yang bebas dari narkoba? kota-kabupaten mana yang bebas dari narkoba? Tidak ada yang menjamin ada kecamatan yang bebas dari narkoba, bahkan sampai RT-RW. Begitu juga dengan lembaga-lembaga dan kementerian. Kepala BNN Budi Waseso pun tidak bisa menjamin BNN yang dipimpinnya bebas.

Tidak ada bagian masyarakat yang tidak clear dari narkoba. Dari kalangan penghibur sampai pengambil kebijakan. Kalangan rakyat jelata sampai kelas elit, pengangguran sampai pengusaha, semua sudah terkena. Ada oknum TNI, oknum Polri termasuk oknum dari BNN.

Narkoba menjadi kasus yang terus mendesak pihak kepolisian untuk menyelesesaikan masalah yang sangat mengkhawatirkan. Secara fakta penyebaran narkoba sudah sangat luas dikalangan lapisan masyarakat. Pengguna narkoba dan psikoterapika tertingi remaja usia 15 sampai dengan 20 tahun, sisanya dikonsumsi oleh mereka yang berusia sekitar 21 sampai dengan 25 tahun. Lebih dari itu, tidak jarang dari mereka yang sudah terlibat langsung dalam pengedarannya, bahkan kemungkinanm yang terkait dengan mafia narkotika internasional. 

Hanya saja penangkapan publik figur, anggota dewan, anggota satuan pengamanan pengguna narkoba, tidak lantas membuat pemberantasan narkoba dianggap berhasil. Penangkapan mereka tidak membuat citra penegakan hukum terhadap gembong pelaku dan pengedar tidak tebang pilih. Jika mungkin tidak dikatakan pengungkapan kasus narkoba adalah sebuah permainan pasar kapitalisme.

Darurat Narkoba 
Indonesia darurat narkoba, itu adalah warning identitas yang sudah disematkan kepada Negara kita. Penangkapan artis dan PNS bahkan anggota dewan yang terjiduk mengkonsumsi narkoba adalah suatu bukti bahwa narkoba sudah menjadi konsumsi negative dan menjadi favorit berbagai kalangan. Kalangan non formal sampai tingkat formal menjadi sasaran market yang menggiurkan bagi  pengedar narkoba. 

Narkotika  terus akan menjamur jika kepedulian dari masyarakat serta hukum yang masih belum mengikat secara maksimal. Kerusakan tatanan sosial pasti akan terjadi. Ketika tubuh sudah kecanduan, akal sehat pun tidak bisa lagi dipergunakan. Yang dipikirkan bagaimana mendapatkan narkoba dengan berbagai jenisnya. Dalam kondisi seperti ini mereka tidak segan untuk melakukan tinak kriminalitas, melakukan seks dan pergaulan bebas. Jika hal ini menyerang generasi, apa yang bisa diharapkan dari sebuah negara. Sangat miris ketika harus menyadari bahwa kebanyakan remaja setingkat SMP dan SMA sebagai generasi penerus tengah bergaul akrab dengan narkoba. 

Narkoba adalah bisnis yang menguntungkan dan menggiurkan dalam sistem kapitalisme yang bergantung pada asas manfaat.  Keuntungan yang menggiurkan inilah yang membuat narkoba sulit diberantas dalam sistem kapitalisme. Modal besar dan jaringan yang sudah sangat meluas dari dukungan sistem sekuler yang tidak berpijak pada hukum agama  akan menjadikan narkoba menjadi kasus favorit yang tidak untuk terselesaikan dan diselesaikan, bergantung kepentingan. Meningkatnya kasus narkoba menjadi sebuah fenomena yang lumrah dalam kehidupan liberal yang menggaungkan keras ide kebebasan atas nama HAM. 

Selama ini usaha yang dilakukan berbagai pihak tidak beranjak pada pemahaman terhadap realitas permasalahan yang sebenarnya. Upaya yang dilakukan sangat parsial. Razia-razia yang dilakukan terhadap diskotek bersifat pragmatis dan jelas tidak akan menyelesaikan masalah. Operasi-operasi penangkapan para pengedar yang dilakukan aparat keamanan ternyata tidak membuat mereka jera. 

Selain itu, terbukti masih ada celah hukum yang ternyata bisa meloloskan para pengedar tersebut. Mereka yang tertangkap seringkali bisa bebas dengan uang tebusan yang jumlahnya tentu saja tidak sedikit. Menurut pengamat hukum Asep Iwan Iriawan, para mafia narkoba berfikir bahwa vonis hukuman di Indonesia adalah hukuman yang ringan, hubungan mati di Indonesia hanya di atas kertas. Bahkan di dalam penjara, yang diputus hukuman mati pun bisa mengendalikan jalannya bisnis narkoba. Sehingga wajar Indonesia sebagai tempat menjamurnya narkoba sampai taraf darurat.

Tuntas Narkoba 
Permasalahan narkoba jelas bukan permasalahan sederhana. Bahkan, bukan hanya permasalahn tingkat regional juga merupakan persoalan internasional. Oleh karena itu, memahami akar permasalahanya merupakan langkah yang amat penting.

Menuntaskan persoalan Internasional tidaklah bisa diselesaikan secara parsial saja, tetapi harus diselesaikan secara sistemik. Solusi sistem yang ditawarkan sekuler kapitalis justru menjadi pupuk yang menyuburkan jaringannya bahkan sampai kepelosok negeri. 

Islam memberikan jalan keluar secara sitstem mulai dari diri sampai ke Negara. Penanganan dilakukan kolektif enyeluruh dari membangun ketakwaan kepada Allah  secara individu meluas ke masyarakat yang akan menjadi kontrol, sehingga akan mencegah penyalahgunaan konsumsi, mengedarkan, apalagi membuat narkoba.

Penegakan hokum pidana Islam yang yang bernuansa ruhiyah karena bersumber dari Allah SWT, juga mengandung hukuman yang berat. Pengguna narkoba dapat dipenjara selama 15 tahun, apalah lagi mereka yang mengedarkan . Hukum yang berat akan pasti menjadi perimgatan dan membuat jera pelakunya. Penegakan hokum inid ilaksanakan secara konsisten sebagai sanksi ruhiyah yang menjamin keselamatan generasi.

Pelaksanaan penegakan hukum mengharuskan penegak hukum yang bertakwa. Bersama aparat hukum yang bertakwa, hukum tidak diperjual belikan. Mafia peradilan sangat tidak akan hidup dalam sistem Islam karena mereka sadar betul bahwa mereka sedang menegakkan hukum Allah dalam timbangan pahala dan dosa.

Zat narkoba sendiri sudah jelas keharamannya sebagai sesuatu yang memabukkan dan membuat dharar. Pengguna narkoba yang sudah kecanduan tentu tetap mendapatkan pembinaan dan rehabilitasi dengan pendekatan keimanan. Penanganan pecandu narkotika juga dilakukan secara sistem yang berjalan dengan kontrol masyarakat. Penanangan yang bersistem tentu juga mengharuskan pembenahan ekonomi yang distabilkan dengan solusi sistem yang beroijak pada kontrol iman. 

Negara jelas harus komando yang tegas dalam menghadapi serangan invasi untuk melupuhkan kekuatan Negara dalam bentuk invasi narkoba. Narkoba mestinya dipandang sebagai sebuah teror yang terus dilancarkan untuk memperluas gerak pelemahan terhadap potensi Negara. Soft teror yang dilakukan pasar kapitalis sampai ketataran desa seluruh wilayah  kedaulatan negara. Wallahu’alambishawab.
Previous Post Next Post