Menjaga spirit haji dan idul adha

Oleh : Siti Nurjannah

Ibadah Haji adalah salah satu rukun islam yang ke 5 yang wajib di laksanankan bagi mereka yang mampu, baik dari segi fisik maupun material. Islam mengatakan bahwa ibadah haji adalah suatu pengorbanan dan ketaatan tanpa syarat, karenanya pelaksanaan haji memiliki banyak hikmah yang penting.

Haji adalah ibadah yang menunjukkan ketaatan dan pengorbanan. Hanya mereka yang kuat tekadnya yang mau berkorban untuk berhaji. Sebaliknya, mereka yang lemah keyakinan tak akan pernah mau melakukan ibadah haji sekalipun punya kelapangan rezeki dan sehat raganya. Pengorbanan yang harus di lakukan ummat muslim dalam berhaji bukan hal yang bisa di anggap remeh, belum lagi biaya yang cukup mahal & pembatasan jamaah haji cukup membuat calon jamaah khawatir. Mulai dari harta, waktu, tenaga, bahkan nyawa sekalipun jadi taruhan nya. Karenanya pahala bagi yang berhaji sangat besar & apabila seseorang meninggal pada saat melakukan ibadah haji, ia tergolong mati dalam keadaan syahid.

Jangan sampai ibadah haji & qurban hanya ceremonial saja, setelah selesai menunaikan ibadah haji lalu kemudian kewajiban yang lain tidak tertunaikan. Islam adalah agama yang melahirkan peraturan, bukan agama prasmanan, kita ambil bila kita suka & kita tinggalkan bila tidak suka. Sangat disayangkan, ibadah haji yang mengumpulkan dan melebur jutaan orang dalam satu tempat dan satu waktu, ternyata belum mampu mengantarkan mereka menuju persatuan yang hakiki. 

Hal ini terus terjadi setiap tahun. Persatuan umat saat berhaji baru sebatas menciptakan ikatan spiritual tanpa sistem (rabithah ar-ruhiyah bi la nizham). Sama persis dengan ibadah shalat berjamaah atau shalat Jumat. Umat berkumpul di satu tempat dan satu waktu, kemudian bubar begitu saja. Tak lagi ada ikatan di antara mereka. Semestinya ibadah haji menjadi konferensi akbar untuk membangun kesadaran umat, bahwa mereka kini telah tercerai-berai. Tidak lagi menjadi umat yang satu. Haji dan idul adha adalah sebagai simbol ketaatan mutlak pada syariat sebagai konsekuensi iman. Banyak permasalahan umat yang harus diselesaikan secara bersama.

Ironinya, hari ini kaum Muslim mementingkan ego kebangsaan masing-masing. Mareka tak peduli pada kondisi saudaranya, hari ini kaum Muslim berada di titik terlemah karena terpecah-belah. Tak sanggup membela diri dan memberikan perlindungan kepada sesama Muslim. Mereka malah membiarkan saudara seiman sekarat di tengah penderitaan. Bahkan yang lebih ironis, beberapa negara Muslim seperti Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Uni Emirat Arab memberikan dukungan kepada pemerintah Komunis Cina yang melakukan kezaliman terhadap umat Muslim Uighur, karena mereka punya kepentingan dengan pemerintah komunis cina. Sikap seperti ini dikarenakan ikatan nasionalisme, yang mana permasalahan yang ada di luar negeri bukan urusan negara yang lain. Bahkan HAM bungkam atas apa yang terjadi dengan kaum muslim yang tertindas di negara negara yg muslim minoritas.

Sistem demokrasi menyulitkan utk mewujudkan keimanan. Bagaimana tidak, hukum dunia buatan manusia yang menguasai yang menjadi rujukan sumber hukum, untuk menjalankan syariat Allah saja sudah susah, menyampaikan yang haq langsung di persekusi, & bisa di pidanakan, masuk ke dalam islam secara kaffah di sebut radikalisme.

Kebebasan menjadi penopang sistem demokrasi, Kebebasan berpendapat, kebebasan berperilaku, kebebasan beragama. Semua itu di lindungi oleh HAM, sementara HAM sendiri tidak berlaku bagi kaum muslim. Itulah kejam nya sistem demokrasi ini. Berbeda dengan sistem islam, tidak hanya menjamin kesejahteraan ummat islam namun kesejahteraan non muslim pun di jamin oleh negara islam (Khilafah islamiyah), ketaatan kaum muslim akan semakin bertambah manakala pemerintah betul betul memperhatikan ummat, baik dari segi ibadah, pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial,  budaya, muamalah, uqubat & sanksi. Taat tanpa syarat & terwujud nya islam rahmatan lil'alamiin. 

Wallahu'alam bishowab
Previous Post Next Post