Maksiat Diobral, Budaya Liberal Menguat

Oleh : Risnawati 
(Penulis Buku Jurus Jitu Marketing Dakwah)

Jember - Penampilan artis Cinta Laura Kiehl saat Grand Carnaval Jember Fashion Carnaval (JFC) mendapat sorotan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jember. MUI menilai pakaian yang dikenakan Cinta Laura kurang pantas ditampilkan di tengah masyarakat. Apalagi Jember dikenal sebagai kota yang religius.

"Jauh-jauh datang ke Jember kok hanya pamer aurat," kata Ketua MUI Jember Prof. Abdul Halim Subahar, Senin (5/8/2019).

Menurut pria yang karib disapa Gus Halim ini, Yayasan JFC sebagai penyelenggara dan penggagas desain busana untuk bintang film Oh Baby itu, telah gagal memberikan tontonan yang baik. Terutama berkaitan dengan ciri khas dari Jember.

"Kostum seperti itu, tidak pantas dipertontonkan di ruang publik! Nggak ada yang bisa dibanggakan. Penampilan begitu akan merusak moral generasi muda," tukas Gus Halim yang akan berkoordinasi dengan jajaran pengurus MUI terkait acara Jember Fashion Carnaval.

Dikonfirmasi terpisah, Event Director JFC Intan Ayundavira menegaskan, masing - masing orang memiliki standar sendiri mengenai batas kesopanan. Kata Intan, selama ini tidak ada aturan baku sejauh mana batas kesopanan tersebut.

"Bahkan kalau dikaitkan dengan budaya, kIta akan kesulitan menyebut apakah pakaian orang itu sopan atau tidak. Contoh, pakaian orang Jawa, kan seperti itu. Apalagi pakaian adat orang Papua, apakah kemudian kita menyebut mereka berpakaian tidak sopan? Kan tidak seperti itu," terangnya. 

Demikian juga ketika dikaitkan dengan aurat. Menurut Intan, persepsi menutup aurat masing-masing juga berbeda.

"Di kalangan muslim sendiri kan juga berbeda, ada yang bilang berhijab tetapi siluet bentuk tubuh terlihat, dianggap belum menutup aurat. Ada lagi yang beranggapan berhijab tapi tidak bercadar termasuk belum menutup aurat. Jadi persepsinya memang berbeda - beda," kata Intan.

Oleh karena itu, Intan mengajak semua pihak untuk lebih bijak menyikapi. Sebab masing-masing orang menurutnya memiliki sudut pandang yang berbeda.

Dilansir juga dari Surabaya, CNN Indonesia -- Front Pembela Islam (FPI) Jawa Timur mengecam keras penyelenggaraan Jember Fashion Carnaval (JFC) 2019, yang dilaksanakan di Kabupaten Jember, Jawa Timur, 31 Juli-4 Agustus lalu. FPI menilai acara tersebut nirfaedah dan sarat maksiat.
Ketua DPD FPI Jatim Habib Haidar Alhamid mengatakan kecaman terhadap JFC 2019 berdasarkan sejumlah foto dan video yang merekam acara itu. Dari foto dan video itu FPI menilai JFC telah melanggar norma kesusilaan dan norma agama, karena mempertontonkan aurat.

"Kami lihat di lapangan, juga dari bukti foto dan sebagainya, sudah lengkap, acara ini sudah melanggar norma susila, norma agama, melanggar syariat," kata Haidar, saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Rabu (7/8).

JFC adalah sebuah even karnaval busana yang setiap tahun digelar di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Karnaval ini digagas oleh Dynand Fariz sejak 2001. Dalam acara ini ratusan hingga ribuan masyarakat Jember memperagakan busana etnik nan meriah dengan berbagai tema. Haidar menilai bahwa JFC hanyalah ajang eksploitasi budaya. Ia mengaku telah menolak gelaran ini sejak lama, dan puncaknya terjadi pada JFC 2019 yang dihadiri aktris Cinta Laura.

"Jelas, lah, dia (Cinta Laura) mengumbar aurat. Yang jelas kan itu. Bukan cuma pakaiannya, tapi juga meninggalkan salat, berdandan yang berlebihan, norma agama dan norma sosial tidak diperolehkan, itu eksploitasi budaya, budaya dari mana?" kata Haidar.

Demokrasi Suburkan Budaya Liberal 
Hal yang paling dibanggakan dalam sistim demokrasi adalah kebebasan. Kebebasan berbicara, kebebasan berekspresi dan kebebasan berkreasi merupakan jargon utama demokrasi. Perlu anda ketahui dalam sistim apapun juga kebebasan itu ada panduannya (guide line). Dalam sistim demokrasi Islam panduannya adalah Al Qur’an dan As Sunnah.

Dalam sistem demokrasi, yang menjadi panduan adalah kehendak para pengusaha kapitalis (sebagian besar orang Yahudi atau non Yahudi yang dengan ataupun tanpa sadar membawa  misi Zionisme Yahudi) yang dibungkus dalam bentuk konsitusi dan undang-undang yang sekularistis. Memang dalam demokrasi suara mayoritaslah yang menjadi penentu dalam setiap bidang permasalahan. Adapun dalam syura kriteria pendapat yang diambil bergantung pada permasalahan yang dimusyawarahkan. Rinciannya ada tiga. Pertama: dalam penentuan hukum syariah (at-tasyri’). Kriterianya tidak bergantung pada pendapat mayoritas atau minoritas, melainkan pada nash al-Quran dan as-Sunnah. Sebab yang menjadi Pembuat hukum (Musyarri’) hanyalah Allah SWT. bukan umat atau rakyat. Sebagai contoh, tidak perlu meminta pendapat kepada umat apakah khamr haram atau tidak walaupun di situ ada kemanfaatan dan pendapatan sebagaimana dalam sistem kapitalis-sekular. Jelas, Islam mengharamkannya.

Sistem demokrasi-sekuler juga menciptakan gaya hidup materialistik dan hedonisme, menyebabkan manusia menjadi para pemuja fisik, kemolekan, kecantikan sehingga perempuan dijadikan aset dalam meraup keuntungan sebesar-besarnya,bahkan dijadikan objek iklan, model, film dan lainnya sehingga dapat menyumbangkan pajak yang besar bagi negara. Belum lagi tersebarnya virus feminisme yang menjangkit di pemikiran kaum perempuan. Mereka menuntut ingin mendapatkan semua yang pria bisa dapatkan. Sederhanya, ketika seorang pria bisa bekerja satu harian diluar rumah, kenapa seorang perempuan tidak bisa. Padahal, perempuan memiliki derajat yang sama terlepas dari jenis kelaminnya. Mereka juga menganggap pria telah menyalahgunakan kekuasaan dan hak yang mereka miliki.

Ini bisa kita lihat faktanya bahwa lapangan pekerjaan ternyata banyak memberikan prioritas terhadap kaum perempuan. Sehingga menciptakan perempuan yang sibuk berkarir dan lupa akan tanggung jawabnya sebagai seorang anak, istri dan juga ibu bagi keluarganya, di sisi lain  sebagian besar keluarga hidup dalam kemiskinan yang mengharuskan para perempuan banting tulang bekerja meninggalkan anak dan suami bahkan sampai keluar negeri, untuk meningkat perekonomian dalam keluarga. Kalaulah begini yang terjadi, maka hakikatnya peran perempuan telah hilang atau terlupakan.

Segala persoalan yang dialami kaum perempuan bukan menjadi rahasia umum lagi. Kemiskinan, pelecehan, penindasan dan eksploitasi menghimpit kaum perempuan dimana pun ia berada. Di sadari atau tidak, hal ini terjadi karena sistem yang diterapkan adalah sistem kapitalis yang menjerat banyak negara serta mempengaruhi cara pandang dan kebijakan yang di ambil oleh pemerintah. Perempuan dipandang dan diperlakukan sebagai komoditas dan mesin pencetak uang.

Kembali Kepada Islam
Islam menempatkan posisi kaum perempuan pada kedudukan yang terhormat, hal ini tidak lain karena peran dan tugas besar yang dimilikinya. Islam memandang kedudukan perempuan sama dengan laki-laki dalam hak dan tanggung jawabnya. Keduanya memiliki potensi akal yang sama sehingga mampu menjalankan peran dan fungsinya sesuai koridor yang telah di atur oleh Allah.

Peran perempuan yang esensial adalah sebagi seorang istri dan seorang ibu, sehingga tidak diwajibkan kepadanya untuk bekerja diluar rumah, tetapi jika perempuan mampu menjalankan perannya sebagai seorang istri dan ibu dengan baik serta mampu bekerja membantu perekonomian keluarga maka pahala yang besar untuknya.

Sebagaimana ada sebuah ungkapan, “ Al-ummu madrasatul ula, iza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal a’raq”. Artinya ibu adalah sekolah utama, bila engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi terbaik bangsa dengan integritas kepribadian yang baik. Karena itu, Islam telah menempatkan perempuan pada posisi yang mulia dan tidak mudah untuk dieksploitasi. Peran perempuan di dalam kehidupan, tidak hanya sebatas menjadi ibu rumah tangga melainkan bisa berprofesi banyak hal selama masih dalam ketentuan Syar’i. 

Islam memandang setiap perempuan memperoleh hak yang sama dengan laki-laki dalam berkepemilikan selama tidak menyalahi syari’at. Juga memberikan hak waris pada perempuan, meski setengah dari porsi laki-laki , namun tetap tidak bisa disebut diskriminasi karena perempuan berhak atas mahar dan nafkah. Ini berbeda dengan pandangan kaum feminisme di sistem kapitalis yang menganggap kemulian perempuan ditentukan oleh kesetaraan hak dan kewajiban terhadap laki-laki, ini artinya tolak ukur yang digunakan adalah kuantitas bukan kualitas. Sehingga bagi mereka kaum perempuan yang hanya berperan sebagai ibu rumah tangga dipandang kurang mulia, mengalami pengekangan dari laki-laki. Inilah ide-ide feminis yang menjadi alat kontrol neo-imperialisme yang menjerat kaum perempuan untuk menerimanya dengan kemasan yang sangat cantik. Seakan-akan mereka mengembalikan hakikat perempuan sejati, memerdekakan kaum perempuan dari penindasan kaum laki-laki dan sebagainya.

Padahal, Allah menciptakan manusia baik laki-laki maupun perempuan dengan seperangkat aturan yang  melekat padanya. Dengan aturan tersebut Allah menjelaskan tugas dan perannya dalam menjalani kehidupan. Ada yang sama dan berbeda. Namun, hal itu tidak dapat dipandang sebagai sebuah kesetaraan atau deskriminasi. Selayaknya kita harus mampu melaksanakn peran sebagai seorang hamba tanpa menuntut kesetaraan yang seharusnya tidak perlu dipermasalahkan. Karena sebenarnya segala persoalan yang ada pada saat ini adalah buah dari pemahaman-pemahaman yang tidak disandarkan kepada syari’at  Allah, maka dari itu hanya Islamlah yang mampu memuliakan manusia baik laki-laki maupun perempuan sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing.

Alhasil, Syariat Islam merupakan penjaga yang sempurna bagi kaum perempuan. Dengannya Allah tetapkan aturan, bagaimana menutup aurat supaya terjaga dari pandangan lelaki khianat. Melindungi dari perkara ikhtilat, yang menjadi sekat pembatas pergaulan laki-laki dan perempuan. Perempuan hanya boleh menampakkan perhiasan dihadapan suami dan mahramnya. Sedangkan lelaki diperintahkan menundukkan pandangan, dari wanita yang tak halal baginya. Suami berfungsi sebagai pemimpin yang bertanggungjawab atas wanita. Namun dalam hal amal dan pahala tidaklah berbeda. Sebab Allah hanya menilai berdasarkan ketakwaan hamba. 

Namun, jika perempuan meninggalkan syariat Allah, dan memilih mengikuti ide kebebasan ala barat, serta menghilangkan sekat-sekat pembatas pergaulan dengan kaum laki-laki dan perempuan. Maka yang akan terjadi adalah, mewabahnya perzinahan, pelecehan seksual, eksploitasi perempuan untuk mendorong laju ekonomi. Semakin lelah mengejar kebahagiaan semu duniawi, yang pada akhirnya membuat mereka semakin jauh dari ridho Allah. Wallahu a’lam.
Previous Post Next Post