Kemerdekaan Yang Dirindukan

Oleh: Sumiati  
(Praktisi Pendidikan dan Member AMK )

Dalam kamus Bahasa Indonesia, merdeka adalah bebas dari penjajahan dalam bentuk apapun, berdiri sendiri, yang pasti ini pula yang diinginkan oleh masyarakat Indonesia maupun belahan dunia lainnya.

Hari ini, Sabtu 17 Agustus 2019, Indonesia merayakan kemerdekaan RI, dari sejak beberapa hari yang lalu aromanya tercium, perenak-pereniknya pun terlihat, masyarakat sibuk dengan berbagai cara untuk mengekspresikan rasa suka cita di tanggal 17, yaitu hari ini.

Bendera, umbul-umbul dan berbagai kreasi rakyat memeriahkan perayaan ini. Di jalanan dipenuhi dengan warga yang menuju tempat-tempat tertentu, di mana di sana mereka menggelar acara.
Mereka bahagia, tertawa, terlihat penuh bangga, sebagai anak bangsa.

Ada pemandangan yang sangat mengganggu ketika gelaran acara selesai. Sampah terlihat dimana-mana. Sungguh ini tidak mencerminkan sikap seorang yang telah merdeka. Seharusnya hal ini tidak terjadi, jika mereka merayakan ini karena mencintai negerinya.

Benarkah kita merdeka? Jika melihat definisi merdeka, sungguh jauh dari merdeka, hari ini di satu wilayah berpesta, namun wilayah lainnya berduka, Palestina telah puluhan tahun di bombardir oleh zionis, Rohingya masih menderita, Uighur pun masih tak berdaya.

Bagaimana dengan negeri Indonesia tercinta, asing mencengkeram dengan utang yang kian menggila, begitupun aseng yang melakukan kolonialisme di bumi pertiwi ini. Pribumi terpinggirkan, Islam dicampakkan, ulama di kriminalisasi, petani gigit jari karena impor membanjiri negeri, hukum pun masih mengadopsi.

Rezim sibuk memperkaya diri, berebut kursi, sikut sana sikut sini, demi kepuasan duniawi. Kedzaliman terhadap rakyat kecil belum berhenti, kebohongan kian menjadi, namun sayang banyak rakyat yang tidak peka hingga akhirnya menderita dan tidak tahu apa yang terjadi.

Dimanakah merdeka yang diteriakan, dimanakah merdeka yang dibanggakan, dimanakah merdeka yang dirindukan. Penjajahan terus berlangsung dari ekonomi, budaya, politik dan lain sebagainya. Penghambaan kepada bangsa lain pun masih dilakukan. Sungguh perayaan ini menyakitkan, karena belum sampai kepada haqiqatnya. 

Bagaimana dengan sistem Islam? merdeka dalam Islam seharusnya sebagaimana Madinah al Munawaroh, ketika Rasulullah saw hijrah dari Mekah ke Madinah, menerapkan sistem Islam kaffah, baik ekonomi, politik, budaya dan lain-lain. Ekonomi riba di hilangkan, perjudian, perzinahan, dihapuskan, pencuri dipotong tangan, pezina dirajam, pembunuh dipenggal, Masya Allaah indahnya Islam. Tegasnya hukum Islam mampu mencegah orang yang berniat untuk berbuat jahat karena takut hukumannya, begitupun hukum Islam dapat menebus dosa, karena siapapun berbuat jahat, kemudian di hukum sesuai hukum Islam yang dilaksanakan oleh negara, sehingga kelak di yaumil akhir tidak di hukum lagi.
Masya Allaah.

Inilah salah satu kisah dikala sebuah negara merdeka dan menerapkan hukum Islam. 


Imran bin al-Husain al-Khunza radhiallahu ‘anhu menceritakan bahwa ada seorang wanita dari Juhainah yang datang kepada Rasulullah Shollallahu alayhi wa Sallam falam keadaan hamil karena berzina. Ia berkata,

“Wahai Rasulullah! Aku telah melanggar batas. Maka tegakkanlah hukum terhadapku.”

Kemudian Nabi memanggil salah seorang walinya agar memperlakukannya dengan baik. Beliau berkata,

“Perlakukan dia dengan baik. Jika ia telah melahirkan maka bawalah dia kepadaku.” Maka ia melakukannya. Nabi pun memerintahkan untuk menghadirkan wanita tersebut. Lalu bajunya diikatkan pada tubuhnya. Lalu beliau memerintahkan agar wanita itu dirajam. Lalu Rasulullah menshalatkannya. Umar radhiallahu ‘anhu berkata kepadanya,

“Apakah engkau menshalatkan dia wahai Rasulullah? Sedangkan ia telah berbuat zina?”

Rasulullah bersabda, “Ia telah melakukan taubat dengan taubat yang apabila dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, niscaya mereka semua akan mendapatkan bagian. Apakah engkau mendapatkan keadaan yang lebih baik daripada ia yang telah menyerahkan dirinya kepada Allah?” (HR. Muslim)

Dalam riwayat yang dinukilkan oleh Syaikh Utsaimin rahimahullah dari Imran bin Husain radhiallahu ‘anhu, ada seorang wanita yang datang kepada Nabi Shollallahu ‘alayhi wa sallam dalam keadaan hamil karena telah berzina.

Ia pun berkata, “Wahai Rasulullah! Aku telah melanggar had(batas), maka tegakkanlah had (hukuman) terhadapku.” Yakni, aku telah melakukan sesuatu yang mengharuskanku untuk dikenai had (hukuman) maka tegakkanlah had itu terhadapku.

Lalu Nabi memanggil seorang walinya dan memerintahkannya untuk memperlakukannya dengan baik. Apabila ia telah melahirkan, maka hendaklah ia membawanya kepada Rasulullah.

Ketika ia telah melahirkan, walinya membawanya kepada Rasulullah. “Dan Nabi memerintahkannya untuk menghadirkan wanita tersebut,” yaitu bajunya diselimutkan dan diikat agar tidak tersikap auratnya. “Kemudian beliau memerintahkan agar wanita tersebut dirajam, maka ia pun dirajam.” yaitu dilempari dengan batu. Ukuran batu itu tidak besar dan tidak kecil, hingga ia meninggal. Lalu Nabi menshalatkannya.

Beliau mendoakannya dengan doa bagi orang yang telah meninggal. “Lalu Umar berkata kepadanya, ‘Apakah engkau menshalatkannya sedangkan dia telah berbuat zina, wahai Rasulullah?” Sedangkan zina adalah termasuk dosa yang paling besar. Maka Rasulullah berkata, “Ia telah berta ubat dengan taubat yang apabila dibagikan kepada 70 penduduk Madinah, niscaya mereka semua akan mendapatkan bagian.”Yakni, taubat yang luas, seandainya dibagikan kepada 70 orang dimana semua mereka berbuat dosa, niscaya mereka akan mendapatkan taubat itu dan bermanfaat untuk mereka.

“Apakah engkau mendapatkan keadaan yang lebih baik daripada ia yang telah menyerahkan dirinya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala?”Yaitu, apakah engkau mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari keadaan ini. Yaitu seorang wanita yang datang dan telah membersihkan dirinya, yaitu menyerahkan dirinya untuk mendekatkan dirinya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan terlepas dari dosa zina. Tidak ada yang lebih baik dari hal ini.

Wallaahu a'lam bishawab.
Previous Post Next Post