Indonesia Gelap Gulita, Syariah Yang Menerangi

Oleh : Risnawati 
(Penulis Buku Jurus Jitu Marketing Dakwah)

Jakarta - Pemadaman listrik serentak yang terjadi pada Minggu 4 Agustus 2019 siang hingga malam membuat PT PLN (Persero) menjadi bulan-bulanan. Sebab, segala urusan ekonomi khususnya di Jakarta terhenti. 
Mulai dari pengoperasian KRL, MRT Jakarta hingga perbankan yang di mana sempat offline. Pemadaman listrik serentak di wilayah Jabodetabek hingga Bandung serta wilayah Jawa lainnya membuat masyarakat gerah. Sebab, BUMN listrik ini punya tanggung jawab berat untuk menerangi seluruh wilayah Indonesia. Padahal, sebelum kejadian pemadaman listrik serentak ini, PLN mendapat dana segar dari Presiden Jokowi hingga bos baru. Berikut rangkuman beritanya seperti dikutip Okezone, Jakarta, Senin (5/8/2019) 

Dilansir juga dari Tribunnews.Com - Tagar matilampulagi trending di Twitter pada Senin (5/8/2019) pagi. Hingga Senin pagi, sebagian daerah di Jabodetabek masih mengalami pemadaman listrik.

Mengutip dari Kompas.com, Angga yang merupakan warga Mahkota Simprug Ciledug, Tangerang, mengaku listrik di rumahnya sempat mengalir pada Minggu (4/8/2019) sekitar pukul 21.00 WIB. Namun, listrik kembali padam tak sampai lima menit setelah mengalir.

Telaah Akar Masalahnya
Dalam Dokumen Blue Print Pengelolaan Energi Tahun 2010-2025 disebutkan bahwa salah satu tantangan pengembangan energi nasional adalah harga energi belum mencapai nilai keekonomiannya. Oleh karena itu, salah satu misi dari Kementerian ESDM adalah mendorong keekonomian harga energi dan mineral. Hal yang sama juga dinyatakan oleh sejumlah lembaga asing yang menjadi rujukan kebijakan ekonomi pemerintah seperti IMF, Bank Dunia, USAID termasuk OECD dalam berbagai dokumennya. 

Sesungguhnya pengelolaan listrik negara tidaklah berjalan dengan sendirinya. Pengelolaan listrik tersebut masih terkait dengan hal-hal lain, seperti sumber energi yang dipakai, investasi yang harus dikeluarkan negara, dukungan politik yang kuat oleh pemerintah dari pengaruh dan penjajahan asing dan lain sebagainya. Oleh karena itu, peran pemerintah hanya satu, yaitu bagaimana agar hak milik rakyat (umum) tersebut dapat dinikmati untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan rakyat, bukannya malah mengorbankan rakyat dengan harga yang mahal dan dilakukannya pemadaman seenaknya dengan alasan sistem transmisi tidak berjalan karena tidak optimalnya transmisi energi tersebut.

Dengan demikian, tidak ada alasan lagi bagi pemerintah yang memang telah menjadi wakil rakyat untuk mengurusi seluruh urusan mereka. Termasuk dalam hal ini pengelolaan listrik yang telah menjadi tanggung jawab mereka. Negara harus benar-benar mengupayakan berjalannya secara optimal pengelolaan listrik tersebut karena rakyat sangat membutuhkannya. 

Dari semua itu, kesalahan tidaklah sepenuhnya kepada PLN, tetapi neo-liberalisme dan kapitalisme global yang sampai saat ini diterapkan oleh pemerintah Indonesia. Kita semua, termasuk PLN adalah korban neo-liberalisme dan kapitalisme global, yang hanya mungkin dilawan dengan menerapkan syariah Islam dalam seluruh tatanan kehidupan negara dan masyarakat. Kapitalisme akan terus mendorong negara untuk berlepas tangan sepenuhnya dari urusan meriayah umat, dan menyerahkannya kepada swasta.Tentu hal ini bertentangan dengan ide Islam.

Pengelolaan Berbasis Syariah
Persoalan kelistrikan nasional saat ini merupakan dampak dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Padahal dalam pandangan Islam sistem tersebut bertentangan dengan aqidah Islam karena sistem tersebut berlandaskan pada sekularisme dimana urusan kenegaraan termasuk bidang ekonomi dipisahkan dari agama. Berbeda dengan Islam yang mengharuskan seluruh aspek kenegaraan wajib diatur berdasarkan syariat Islam.

Dalam pandangan Islam, listrik merupakan milik umum, dilihat dari dua aspek : pertama, Listrik yang digunakan sebagai bahan bakar masuk dalam kategori ’api (energi)’ yang merupakan milik umum. Nabi Muhammad saw bersabda: "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput (kebun/hutan), air, dan api (energi)." [HR Ahmad]. Termasuk dalam kategori api (energi) tersebut adalah berbagai sarana dan prasarana penyediaan listrik seperti tiang listrik, gardu, mesin pembangkit, dan sebagainya.

Listrik merupakan bentuk dari api (energi) termasuk dari sisi penyediaan tiang listrik, gaduh, mesin pembangkit dan sebagainya. Oleh karena itu pengelolaan listrik wajib dimotori oleh negara mulai dari penyediaan sumber energi untuk menggerakkan gardu dan menghasilkan listrik sampai distribusi listrik ke rumah setiap warga negara. Dengan sudut pandang riayah umat inilah, negara wajib menyediakan listrik hingga mampu dinikmati oleh masyarakat dengan biaya yang murah atau bahkan gratis sebab goalnya bukan semata pembangunan sarana dan prasarana fisik tapi sampainya layanan tersebut pada seluruh masyarakat. 

Kedua, Sumber energi yang digunakan untuk pembangkit listrik baik oleh PT PLN maupun swasta sebagian besar berasal dari barang tambang yang depositnya besar seperti migas dan batu bara merupakan juga milik umum. Abyadh bin Hammal ra. bercerita: "Ia pernah datang kepada Rasulullah saw. dan meminta diberi tambang garam. Lalu Rosulullah memberikannya. Ketika ia pergi, seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata kepada Rosulullah, “Ya Rosulullah, tahukah Anda apa yang Anda berikan, tidak lain Anda memberinya laksana air yang terus mengalir.” Kemudian Rosulullah menarik pemberiannya dari Abyadh bin Hammal." [HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah, Ibn Hibban]. 

Selain itu pengelolaan barang publik hanya diwakilkan kepada khalifah untuk dikelola demi kemaslahatan rakyat, tidak boleh dimiliki dan dikuasai oleh swasta baik domestik ataupun asing. Adapaun mekanisme distribusinya sepenuhnya diserahkan kepada ijtihad dan pendapat khalifah. Dengan demikian, barang publik tersebut dapat digratiskan seperi air dan listrik yang didistribusikan sesuai dengan kebutuhan rakyat tanpa ada yang diistimewakan atau dikecualikan. Barang publik juga dapat dijual dengan harga pasar seperti minyak bumi dan logam. Meski demikian harga penjualannya dikembalikan kepada rakyat tanpa ada yang dikecualikan. Di Baitul Mal, dana tersebut disimpan dalam pos harta milik umum dimana khalifah sama sekali tidak diperkenankan menggunakannya untuk kegiatan negara. (al-Maliky: 41: 1965)

Berdasarkan hal itu, pengelolaan kelistrikan saat ini jelas sangat bertentangan dengan syara’ antara lain: kebijakan energi yang memberikan peluang kepada swasta untuk mengelola dan menguasai sumber energi seperti minyak bumi, gas dan batu bara; pemberian kewenangan kepada swasta untuk memproduksi listrik dengan sumber energi yang berasal dari barang publik yang kemudian menjualnya kepada PLN dengan harga ekonomis; pengelolaan listrik dikelola oleh badan perseroan yang motif utamanya adalah mencari keuntungan. 

Konsekuensinya, pelayanan hanya diberikan kepada mereka yang mampu untuk membayar; biaya yang ditetapkan PLN untuk mengkonsumsi listrik baik biaya pemasangan maupun pemakaian per kwh pada faktanya membuat sebagian rakyat tidak mampu untuk mendapatkan aliran listrik dan sebagian lagi kesulitan untuk membayarnya; profit penjualan listrik yang dikelola oleh PLN saat ini selain digunakan  sebagai dana operasional perusahaan, juga disetorkan ke negara dan dicampur dengan sumber pendapatan lain untuk digunakan pada berbagai urusan kenegaraan seperti membayar hutang dan membayar gaji pegawai; proyek pengembangan listrik  yang dilakukan oleh pemerintah banyak bergantung pada utang luar negeri.

Dengan menerapkan konsep Islam sebenarnya harga listrik di Indonesia juga tidak perlu dinaikkan bahwa sangat mungkin untuk digratiskan secara proporsional kepada seluruh rakyat. Meski demikian hal tersebut tidak mungkin terlaksana selama sistem ekonomi negara ini menganut sistem ekonomi kapitalisme. Oleh karena itu penerapan syariah Islam secara menyeluruh melalui penegakan sistem Khilafah menjadi sebuah keharusan sehingga sistem Islam dapat ditegakaan secara menyeluruh termasuk dalam pengelolaan listrik. 

Dengan demikian,  listrik tidak boleh pengelolaannya diserahkan pada pihak swasta apapun alasannya. Negara bertanggung-jawab, sedemikian rupa sehingga setiap individu rakyat terpenuhi kebutuhan listriknya baik dari sisi kualitas maupun kuantitas dengan harga murah bahkan gratis (jika memungkinkan). Untuk seluruh rakyat baik kaya atau miskin, muslim maupun non muslim. Dengan prinsip-prinsip pengelolaan listrik inilah, Indonesia dengan sumber energi primer yang melimpah terhindar dari krisis listrik dan pemadaman yang berkepanjangan. "Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rosul apabila Rosul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa Allah menguasai hati manusia, dan sesungguhnya kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan." [Al Quran, 8:24]. Wallahu a’lam bi shawab. 

Previous Post Next Post